Essay 3 psikologi
inovasi : wawancara tentang disonansi kongnitif
DISONANSI
KONGNITIF PEREMPUAN BERHIJAB YANG MEROKOK
Psikologi
Inovasi Essay 3 Wawancara Tentang Disonansi Kognitif
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA
Pascalin
sari asih (21310410192)
Perempuan berhijab
memiliki citra sebagai perempuan yang patuh terhadap perintah agama, citra
tersebut membuat mereka yang menunjukkan perilaku berbeda mendapat pandangan
tersendiri di masyarakat. Salah satu bentuk perilaku berbeda tersebut adalah
merokok. Merokok dipandang kurang pantas bagi perempuan muslim, namun tetap ada
yang melakukannya. Perilaku tersebut mengakibatkan munculnya disonansi
kognitif. Dominasi laki-laki dalam perilaku merokok menyebabkan masyarakat
berpandangan bahwa perilaku merokok adalah perilaku laki-laki. Secara sosial,
laki-laki perokok lebih diterima oleh anggota masyarakat. Sebaliknya, perilaku
merokok pada perempuan dianggap tidak pantas. Oleh karena itu, perempuan yang
merokok beresiko mendapat stigma dari masyarakat sebagai cacat moral (Barraclough,
1999). pengambilan keputusan untuk merokok pada perempuan dipengaruhi oleh
berbagai kondisi emosionalnya. Karakteristik perempuan dengan kondisi emosional
yang tidak stabil menyebabkan kecenderungan untuk mengambil keputusan merokok
relatif tinggi.
Pada tanggal 24 april
2024, saya melakukan wawancara terhadap rekan saya seorang wanita berhijab yang
merokok. Wawancara saya lakukan pukul 12.21 PM, disela istirahat subjek saat
bekerja. Subjek berumur 28 tahun, karyawan sebuah restoran sekaligus seorang mahasiswa
universitas terbuka dengan inisal ALF. Informasi yang saya dapatkan dari
subjek, dia mulai merokok sejak SMA karena penasaran dan akhirnya keterusan,
subjek merasa tenang dan bisa berfikir ketika merokok. Menurut Amos (1996)
terdapat beberapa alasan yang mendasarinya yaitu merokok dinilai mampu
memberikan kesenangan dan mengurangi perasaan marah. Selain itu, perilaku
merokok yang terus menerus dilakukan menyebabkan tubuh terbiasa dengan nikotin,
sehingga menyebabkan ketergantungan secara fisiologis. Bahkan ALF menyadari
bahwa yang ia lakukan berbahaya apalagi dia seorang perempuan, “tau
dampaknya, meningkatkan resiko kanker, tekanan darah tinggi, penurunan tingkat
kesuburan, menopause, kematian, aku juga ngalamin gangguan menstruasi, tapi
dari pada aku self harm atau narkoba aku milih rokok.” ujar ALF secara
gamblang.
Cara untuk subjek
agar bisa mengurangi atau bahkan berhenti disonansi, berhenti merokok memang
sangat sulit jadi alangkah baiknya dimulai dengan berhenti sementara waktu, menunjukkan
perilaku merokoknya hanya pada lingkungan pertemanan yang ia rasa dapat
menerima perilakunya. Cara mengurangi disonansi selanjutnya adalah dengan
menambah elemen kognitif baru. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan
perilaku merokok subjek dengan perilaku yang dinilai memiliki dampak lebih
buruk daripada merokok misalnya adalah perilaku self harm dan narkoba.
Daftar Pustaka :
Amos, A. (1996).
Women and smoking. British Medical Bulletin, 52(1), 74–89.
https://doi.org/10.1093/oxfordjournals.bmb.a011534
Barraclough, S.
(1999). Women and tobacco in Indonesia. Tobacco Control, 8(3),
327–332. https://doi.org/10.1136/tc.8.3.327
0 komentar:
Posting Komentar