Jumat, 05 April 2024

Essay 3 - Melakukan Wawancara tentang Dosinansi Kognitif - Rizky Pratama

 PSIKOLOGI INOVASI

ESSAI 3 Wawancara Tentang Disonasi Kognitif

Dosen Pengampu :Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A.


 

DisusunOleh :

Rizky Pratama

21310410205

SJ

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

2024

 

 

 

 

Apa sih disonansi kognitif itu? disonansi kognitif merupakan keadaan tidak nyaman akibat adanya ketidak sesuaian antara dua sikap atau lebih serta antara sikap dan tingkah laku. Disonansi kognitif bisa juga didefinisikan sebagai situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Sebagai contoh, seorang perokok tetap merokok meski tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatannya. Situasi tersebut dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman pada seseorang saat melakukan tindakan merokok tersebut.

Menurut teori disonansi kognitif, kita selalu mencari konsistensi antara keyakinan, nilai, dan sikap atau perilaku. Ketika terjadi ketidaksesuaian, individu akan merasa tidak nyaman dan mencari cara untuk mengurangi ketegangan psikologis tersebut. Sebagai contoh, dalam kasus merokok individu yang memiliki keyakinan bahwa merokok berbahaya untuk kesehatan mungkin akan mencari informasi tentang “merokok ringan” atau menganggap bahwa risiko merokok dapat dikompensasi dengan gaya hidup sehat yang lain. 

Menurut WHO(2019), terdapat lebih dari 22000 orang meninggal dunia karena penggunaan atau terpapar asap rokok setiap harinya, Rokok mengandung lebih dari 7000 bahan kimia termasuk setidaknya 250 zat berbahaya.

 

Identitas subjek

Inisial                           : NR

Jenis kelamin               : Laki- laki

Usia                             : 23 Tahun

Pekerjaan                     : Buruh

Pelaksanaan Wawancara

Hari / tanggal              : Minggu, 31 Maret 2024

Pukul                           : 20.00-21.00 wib

Tempat                        : Rumah NR

 

Dengan butir pertanyaan sebagai berikut:

Isi Wawancara

Saya melakukan wawancara dengan seorang perokok yang bernama NR. NR berusia 23 tahun dan telah merokok selama 3 tahun terakhir. Ia menghabiskan 1-2 bungkus rokok per hari.

S: Sejak kapan Anda mulai merokok?

A: Saya mulai merokok sekitar setahun yang lalu. Saat itu, saya sedang mengalami beberapa masalah. Saya merasa stres dan tertekan. Merokok membuat saya merasa lebih tenang dan tidak kepikiran akan masalah yang saya hadapi.

S: Berapa banyak rokok yang Anda habiskan dalam sehari?

A: Saya biasanya menghabiskan 2-3 bungkus rokok per hari. Itu sekitar 20-30 batang rokok.

S: Mengapa Anda merokok begitu banyak?

A: Saya merasa merokok membuat saya lebih tenang dan rileks. Saat saya sedang stres atau merasa tertekan, merokok membantu saya untuk melepaskan sejenak dari masalah yang saya hadapi.

S: Apakah Anda tahu bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan?

A: Ya, saya tahu. Saya tahu bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, seperti kanker, penyakit jantung, dan stroke.

S: Apakah Anda ingin berhenti merokok?

A: Saya ingin berhenti merokok, tetapi saya merasa sulit untuk melakukannya. Merokok sudah menjadi kebiasaan bagi saya. Saya juga merasa bahwa merokok membantu saya untuk mengatasi stres dan tekanan.

Kesimpulan

Kasus NR menunjukkan bagaimana disonansi kognitif dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan seseorang sulit untuk berhenti merokok. NR mengetahui bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, tetapi ia tetap merokok karena merokok membuatnya merasa lebih tenang dan tidak kepikiran akan masalah yang dihadapinya. Hal ini menimbulkan disonansi kognitif, yaitu perasaan tidak nyaman dan tekanan psikologis.

Untuk mengurangi disonansi tersebut, NR menggunakan Strategi dengan memodifikasi perilakunya. Selain merokok, NR juga mulai mengonsumsi Vape. Hal ini dilakukan NR karena ia percaya bahwa Vape lebih aman daripada rokok.

0 komentar:

Posting Komentar