Sabtu, 06 April 2024

Essay 3 - Melakukan Wawancara tentang Disonansi Kognitif - Wildan Hanif Nurfauzan

 PSIKOLOGI INOVASI

Psikologi Inovasi Essay 3 Wawancara

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA

                 


 

 

Wildan Hanif Nurfauzan 

21310410202

 

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta 

2024

 

Disonansi kognitif adalah fenomena dalam psikologi yang pertama kali diperkenalkan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Menurut Festinger, disonansi kognitif terjadi ketika individu mengalami ketidaknyamanan psikologis karena adanya ketidaksesuaian antara dua atau lebih keyakinan, sikap, atau perilaku yang dimilikinya. Fenomena ini muncul ketika individu menyadari adanya inkonsistensi antara apa yang mereka yakini dan apa yang mereka lakukan.

Festinger (1957) menjelaskan disonansi kognitif sebagai berikut:

"Seorang individu yang berperilaku secara tidak konsisten dengan keyakinan atau harapan pribadinya akan merasakan disonansi kognitif. Hal ini menyebabkan ketidaknyamanan yang biasanya akan mendorong individu tersebut untuk mencari cara mengurangi disonansi tersebut dan mengembalikan konsistensi kognitif."

Dalam hal ini, individu cenderung mencari cara untuk meredakan ketidaknyamanan psikologis yang muncul akibat inkonsistensi tersebut. Salah satu cara yang sering digunakan adalah dengan mengubah salah satu keyakinan, sikap, atau perilaku mereka agar lebih konsisten dengan yang lainnya.

Contoh dari disonansi kognitif dapat ditemukan dalam berbagai situasi kehidupan sehari-hari. Misalnya, disonansi kognitif terjadi ketika seseorang memiliki pengetahuan bahwa makanan cepat saji tidak sehat, tetapi terus mengonsumsinya secara teratur. Ini menciptakan konflik internal antara pengetahuan tentang bahaya kesehatan yang terkait dengan makanan cepat saji dan perilaku mengonsumsinya.

Seseorang yang menyadari bahwa makanan cepat saji dapat menyebabkan obesitas, penyakit jantung, dan berbagai masalah kesehatan lainnya mungkin merasa cemas, bersalah, atau frustrasi karena terus-menerus memilih makanan tersebut. Mereka mungkin memiliki keyakinan yang kuat tentang pentingnya menjaga kesehatan dan nutrisi yang baik, tetapi kebiasaan atau keterbatasan waktu mereka mendorong mereka untuk mengonsumsi makanan cepat saji.

Untuk mengurangi disonansi kognitif ini, seseorang dapat mencoba membenarkan perilaku mereka dengan alasan seperti kurangnya waktu untuk memasak makanan sehat, tekanan pekerjaan, atau kebutuhan untuk memuaskan selera atau keinginan instan. Namun, meskipun ada upaya untuk membenarkan perilaku, disonansi kognitif mungkin tetap ada dan dapat mempengaruhi perasaan diri dan kesejahteraan psikologis seseorang. Dalam jangka panjang, orang tersebut mungkin mencari cara untuk mengubah perilaku mereka atau untuk menyesuaikan pola makan mereka agar lebih sehat demi mengurangi ketegangan psikologis yang timbul dari konflik antara pengetahuan dan perilaku mereka.

Dalam hal ini, disonansi kognitif menjadi penting dalam pemahaman perilaku manusia dan bagaimana individu merespons ketidaksesuaian dalam keyakinan, sikap, dan perilaku mereka.

Identitas subjek

Inisial                           : CY

Jenis kelamin               : Perempuan

Usia                             : 19 Tahun

Pekerjaan                     : Mahasiswa

Pelaksanaan Wawancara

Hari / tanggal              : Sabtu, 6 April 2024

Pukul                           : 20.00-21.00 wib

Tempat                        : Coffe Shop

Isi Wawancara :

Wawancara dengan Remaja Perempuan tentang Disonansi Kognitif dalam Konsumsi Makanan Cepat Saji

W : Selamat malam, saya sangat senang bisa berbicara dengan Anda hari ini. Bisakah Anda menceritakan sedikit tentang diri Anda?

C : Ya, tentu. Nama saya Caca, saya berusia 19 tahun dan saat ini saya mahasiswi di kota ini.

W :Terima kasih, Caca. Sekarang, saya ingin berbicara sedikit tentang pola makan Anda. Apakah Anda merasa makanan apa yang Anda konsumsi sehari-hari penting bagi kesehatan Anda?

C : Ya, saya sadar akan pentingnya makan makanan yang sehat untuk menjaga tubuh saya tetap bugar dan terhindar dari penyakit. Saya tahu bahwa makanan cepat saji tidak baik untuk saya karena mereka tinggi lemak, gula, dan kalori.

W : Saya mengerti. Namun, saya mendengar bahwa Anda sering mengonsumsi makanan cepat saji. Bisakah Anda memberi tahu saya lebih lanjut tentang itu?

C : Ya, itu benar. Saya harus mengonsumsi makanan cepat saji hampir setiap hari karena jadwal saya yang padat. Saya punya banyak kegiatan kampus dan ekstrakurikuler, jadi saya sering kali tidak memiliki waktu untuk memasak makanan sehat di kost.

W : Baik, saya melihat. Bagaimana perasaan Anda tentang mengonsumsi makanan cepat saji meskipun Anda tahu itu tidak sehat?

C : Itu membuat saya merasa bingung dan bersalah. Saya tahu bahwa saya seharusnya memilih makanan yang lebih baik untuk kesehatan saya, tetapi terkadang saya merasa terjebak dengan pilihan yang tersedia dan kebutuhan akan makanan yang cepat dan mudah.

W : Apakah Anda pernah mencoba mengubah pola makan Anda atau menemukan cara untuk mengurangi konsumsi makanan cepat saji?

C : Saya telah mencoba beberapa kali, tetapi seringkali sulit untuk mempertahankannya. Saya kadang-kadang membawa bekal makanan sehat dari rumah, tetapi terkadang saya tidak punya waktu untuk mempersiapkannya atau saya merasa terlalu lelah setelah sekolah dan latihan.

C : Terima kasih telah berbagi, Caca. Disonansi kognitif yang Anda alami tentu bisa menjadi tantangan. Apakah Anda memiliki rencana atau strategi tertentu untuk mengatasi konflik ini di masa depan?

C : Saya berencana untuk mencoba lebih keras untuk merencanakan makanan saya di awal minggu sehingga saya dapat memastikan bahwa saya memiliki pilihan makanan yang lebih sehat tersedia. Saya juga berharap bisa mencari waktu lebih banyak untuk memasak di rumah, meskipun itu berarti saya harus menyesuaikan jadwal saya.

W : Itu adalah langkah yang bagus, Caca, Saya yakin dengan kesadaran dan komitmen Anda, Anda akan dapat mengurangi konsumsi makanan cepat saji dan menjaga kesehatan Anda. Terima kasih telah berbicara dengan saya hari ini.

C : Terima kasih sudah mendengarkan dan memberi saran. Saya akan berusaha keras untuk melakukan perubahan yang diperlukan.

W : Semoga sukses untuk Anda. Sampai jumpa lagi.

Kesimpulan :

Dari wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa subjek, dalam hal ini Caca, mengalami disonansi kognitif terkait dengan konsumsi makanan cepat saji. Meskipun Caca menyadari bahwa makanan cepat saji tidak sehat dan berpotensi merugikan kesehatannya, dia terus mengonsumsinya secara teratur karena keterbatasan waktu dan kebutuhan akan makanan yang cepat dan mudah.

Disonansi kognitif terjadi ketika keyakinan atau pengetahuan seseorang bertentangan dengan perilaku mereka. Dalam kasus Caca, pengetahuannya tentang pentingnya makanan sehat bertentangan dengan perilakunya mengonsumsi makanan cepat saji secara teratur. Hal ini menciptakan ketegangan psikologis dan perasaan bersalah atau bingung pada Caca.

Namun, Caca juga menunjukkan kesadaran akan disonansi kognitif yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasi konflik tersebut dengan merencanakan makanannya di awal minggu dan mencari waktu lebih banyak untuk memasak di rumah. Ini menunjukkan bahwa Caca sedang mencoba untuk mengurangi disonansi kognitifnya dengan mengubah perilaku atau sikapnya terhadap makanan.

Kesimpulannya, wawancara tersebut menggambarkan bagaimana disonansi kognitif dapat mempengaruhi perilaku seseorang terkait dengan keputusan makanan, dan bagaimana individu tersebut mencoba untuk mengatasi ketegangan psikologis yang timbul dari konflik internal tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar