Sabtu, 20 April 2024

Essay 3 - Disonansi Kognitif - Bima Mahardika - 21310410189 - SJ

Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

Psikologi Inovasi Essay 3 Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA

 

 

Bima Mahardika

21310410189

 

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

 

 Teori disonansi kognitif merupakan sebuah teori dalam psikologi sosial yang membahas mengenai perasaan ketidaknyamanan seseorang akibat sikap, pemikiran, dan perilaku yang saling bertentangan dan memotivasi seseorang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Istilah disonansi kognitif pertama kali dipopulerkan oleh seorang psikolog bernama Leon Festinger pada tahun 1950an. Disonansi kognitif adalah situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Sebagai contoh, seorang perokok tetap merokok meski tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatannya. Situasi tersebut dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman pada seseorang.

 

Data Subjek   

Nama             : K

Usia                : 23 Tahun

Pekerjaan     : Swasta/Mahasiswa

 

Wawancara dilakukan untuk mengetahui tentang Disonansi Kognitif yang dilakukan oleh perokok yang sudah merokok sejak masih dibangku SMP. Subjek juga termasuk dalam perokok aktif karena bisa menghabiskan lebih dari 1 bungkus setiap harinya. Wawancara dilakukan pada tanggal 1 April 2024 pukul 09.00 WIB. Berikut adalah hasil dari wawancara yang dilakukan oleh Interviewee dengan subjek sebagai berikut:

 

Bima: Selamat pagi mas kaisar bagaimana kabarnya, lama tidak bertemu. 

K: Pagi mas bim, alhamdulillah kabar baik dan sehat selalu, semoga mas bim juga demikian. 

Bima: Alhamdulillah mas dengan kabar yang sama, pada pagi ini kita akan membahas pengalaman perokok. 

K: Oke mas bim siap.

Bima: ijin tanya mas sejak kapan anda mengenal rokok dan merokok? 

K: Saya mengenal rokok sejak dibangku SD untuk mencobanya sekitar SD kelas 5 dan mulai aktif merokok SMA kelas 1 mas.

Bima: Apa yang mempengaruhi mas merokok? 

K: Awalnya karena pergaulan mas dan mencobanya hingga kemauan sendiri semakin kuat jadi keterusan deh. 

Bima: apakah mas mengetahui bahaya merokok? 

K: Sebenarnya iya tahu mas, bahaya bagi kesehatan dan menyebabkan penyakit. 

Bima: Kenapa mas masih merokok hingga saat ini jika mengetahui dampaknya? 

K: Karena saya sudah ketergantungan mas, serta untuk srawung dengan orang banyak makanya saya tidak lepas dari rokok. 

Bima: Kira kira sehari bisa habis berapa bungkus ya mas? 

K: Saya pribadi kalau satu bungkus lebih tapi dua bungkus tidak habis, ya kira kira satu bungkus lebih, hampir dua bungkus. 

Bima: Kapan anda lebih sering merokok mas? Ketika apa? 

K: Ketika nongkrong atau kumpul dengan orang banyak mas, serta ketika banyak tugas yang mengharuskan saya lembur jadi saya imbangi dengan rokok untuk menemani saya berkegiatan. 

Bima: Baik mas kaisar terimakasih atas jawaban dan waktu yang sudah diluangkan.

 

Kesimpulan dari wawancara diatas bahwa subjek mengerti tentang bahaya merokok tetapi tetap melakukan hal tersebut, sikap disonansi kognitif terjadi pada subjek karena mengetahui akan bahaya dari rokok. Responden juga telah kecanduan rokok yang diakibatkan oleh nikotin yang terdapat dalam rokok karena merangsang otak untuk melepas zat yang memberi rasa nyaman (dopamine). Untuk mempertahankan rasa nyaman timbul dorongan untuk merokok kembali. Responden juga termotivasi ketika sedang berkumpul dengan orang banyak dan ketika lembur berkegiatan, masalah ini menyebabkan responden menjadi kecanduan dalam merokok.

 

0 komentar:

Posting Komentar