Selasa, 23 April 2024

Essay 3 Psikologi Inovasi : Wawancara Disonansi Kognitif - Agnes Gratia Raszie Nakhietha - 23310420114

 

Essay 3 Psikologi Inovasi

Wawancara Tentang Disonansi Kognitif

Menggali Disonansi Kognitif melalui Wawancara dengan Perokok di Tempat Gym”

Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta MA

Nama: Agnes Gratia Raszie Nakhietha

NIM: 23310420114

Kelas: Psikologi SJ

 

Profil Responden

Nama Inisial : BA

Jenis Kelamin : Laki Laki

Umur : 25 Tahun

Pekerjaan : Karyawan Swasta

 

Dalam upaya memahami fenomena disonansi kognitif, saya melakukan wawancara dengan seorang perokok di tempat gym. Inisialnya adalah BA, seorang atlet yang rajin berolahraga tetapi juga tidak bisa lepas dari kebiasaan merokoknya. Melalui wawancara ini, saya berusaha memahami bagaimana disonansi kognitif memengaruhi perilaku seseorang dan apakah ada hubungannya dengan inovasi dalam bidang psikologi.

Saya: Selamat siang, BA. Terima kasih sudah bersedia berbicara dengan saya. Saya ingin mulai dengan pertanyaan tentang kebiasaan merokok Anda. Apakah Anda menyadari bahwa merokok tidak sejalan dengan gaya hidup sehat yang Anda tekuni dengan berolahraga?

BA: Ya, tentu saja saya sadar akan hal itu. Saya tahu bahwa merokok berbahaya bagi kesehatan, tetapi sulit untuk melepaskan kebiasaan ini. Saya merasa bersalah setiap kali saya merokok setelah berolahraga, tetapi saya juga tidak bisa menahan keinginan untuk merokok.

Melalui jawaban BA, terlihat adanya disonansi kognitif antara pengetahuan akan bahaya merokok dan tindakan merokok itu sendiri. Meskipun BA memiliki pengetahuan tentang dampak negatif merokok, dia tetap melanjutkan perilakunya.

Saya: Bagaimana perasaan Anda setelah merokok? Apakah Anda merasa konflik antara pengetahuan tentang bahaya merokok dan kepuasan yang Anda dapatkan dari merokok?

BA: Ya, setelah merokok, saya merasa bersalah dan sedikit frustrasi karena saya tahu itu tidak baik untuk kesehatan saya. Tetapi pada saat yang sama, ada perasaan lega dan puas setelah merokok. Rasanya sulit untuk menjelaskan, tetapi ya, ada konflik di dalam pikiran saya.

Dari percakapan ini, dapat dilihat bahwa BA mengalami konflik emosional setelah merokok, yang merupakan salah satu bentuk dari disonansi kognitif. Meskipun dia merasa bersalah, kepuasan yang dia dapatkan dari merokok membuatnya sulit untuk mengubah perilakunya.

Saya: Menurut Anda, apakah ada cara untuk mengatasi konflik ini dan meninggalkan kebiasaan merokok?

BA: Saya pikir salah satu cara adalah dengan mencari pengganti yang lebih sehat untuk kebutuhan saya akan relaksasi dan penghilang stres. Mungkin dengan mencoba teknik-teknik meditasi atau olahraga lainnya yang bisa memberi efek yang sama dengan merokok.

Dalam menjawab pertanyaan ini, BA mencoba untuk menemukan solusi untuk mengurangi konflik yang dia rasakan. Dia menyadari bahwa penting untuk menemukan alternatif yang lebih sehat untuk merokok.

Analisis Mekanisme Pertahanan Diri: BA mungkin menggunakan mekanisme pertahanan diri seperti rasionalisasi, yaitu meyakinkan dirinya bahwa merokok setelah berolahraga tidaklah begitu buruk karena dia telah berolahraga. Dia juga mungkin menggunakan pembelaan diri, dengan meyakinkan dirinya bahwa dia membutuhkan merokok untuk menghilangkan stres dan relaksasi setelah berolahraga.

Permasalahan dan Hubungannya dengan Inovasi dalam Psikologi: Permasalahan disonansi kognitif yang dialami oleh BA menciptakan peluang untuk inovasi dalam bidang psikologi. Melalui pendekatan yang lebih holistik dan individual, psikolog dapat mengembangkan strategi yang lebih efektif untuk membantu individu seperti BA mengatasi konflik antara pengetahuan dan perilaku mereka.





Daftar Pustaka:

  1. Festinger, L. (1957). A Theory of Cognitive Dissonance. Stanford University Press.

  2. Elliot, A. J., & Devine, P. G. (1994). On the motivational nature of cognitive dissonance: Dissonance as psychological discomfort. Journal of Personality and Social Psychology, 67(3), 382–394.

  3. Harmon-Jones, E., & Harmon-Jones, C. (2007). Cognitive dissonance theory after 50 years of development. Zeitschrift für Sozialpsychologie, 38(1), 7–16.



 

0 komentar:

Posting Komentar