Kamis, 04 Mei 2023

Essay 3 Meringkas Jurnal : Dinamika Psikologis Anak Pelaku Kejahatan Seksual

 DINAMIKA PSIKOLOGIS ANAK PELAKU KEJAHATAN SEKSUAL

 Essay 3 Psikologi Sosial 

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.



Novita Prabandari

22310410039

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta


Topik

Kekerasan Sosial.

Sumber

Rochmah, Khoirunita Ulfiyatun. "Dinamika Psikologis Anak Pelaku Kejahatan Seksual." Jurnal Psikologi Tabularasa. Vol 10 No.1 (2015): 89 –102.

Permasalahan

Jumlah kejahatan seksual setiap tahunnya semakin meningkat dan selalu saja korban paling banyak adalah perempuan dan anak-anak. Semakin banyaknya korban menggambarkan bahwa kejahatan seksual ini tidak ada hentinya dan semakin sulit dibendung, hal ini menjadi tanggungjawab pihak-pihak terkait untuk memperkecil maraknya kejahatan seksual karena dampak yang dirasakan amat besar bagi korban.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yakni mengetahui dinamika psikologis anak pelaku kejahatan seksual. Penelitian ini merupakan penelitian psikologi sosial yang sesuai pengambilan datanya menggunakan metode kualitatif dengan strategi fenomenologis. Lokasi penelitian yakni di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Blitar dengan pengambilan subjek sebanyak 5 anak, dimana anak tersebut merupakan narapidana kasus asusila atau pelaku kejahatan seksual. Hasil dari pada penelitian ini adalah bahwa anak melakukan kejahatan seksual dikarenakan faktor dorongan atau dukungan teman sebaya, dorongan seksual remaja yang meningkat, dan hubungan dengan keluarga yang berantakan.

Isi

Adanya kejahatan seksual yang  dilakukan oleh anak-anak tidak serta merta sepenuhnya kesalahan dari diri anak. Anak sebagai pelaku kejahatan seksual harus dipahami dari sisi latar belakang mereka, mulai dari kehidupan anak sejak kecil hingga saat ini, hubungan dengan keluarga, dan hubungan dengan teman sebaya.

Beberapa hal tersebut sebenarnya sangat mempengaruhi perilaku-perilaku yang dimunculkan anak. Dari hasil wawancara menunjukkan empat dari lima anak yang mengaku melakukan kejahatan seksual memiliki latar belakang keluarga yang hampir sama, seluruh anak kehilangan sosok ayahnya. Figur ayah dalam keluarga tidak tampak, maksudnya tidak ditemukan peran ayah yang mampu dicontoh dengan baik oleh anak-anaknya, seperti pengakuan dari dua subjek bahwa Sang ayah adalah penjudi dan narapidana. Kedua figur ayah yang secara tidak langsung mempengaruhi perilaku anak dan mengimitasi perilaku ayah sehingga yang dimunculkan anak adalah perilaku-perilaku maladaptiv. 

Dari dua perbedaan kasus yang ditemukan ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga sangat berpengaruh pada kondisi psikologis anak. Lingkungan keluarga Ay bisa dibilang lingkungan yang normal disbanding dengan keempat subjek yang notabene berasal dari keluarga kacau. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh keluarga mampu memunculkan perilaku-perilaku anak.

Metode

Menggunakan metode kualitatif dirasa sangat sesuai karena mampu menjawab tujuan penelitian yakni mengetahui dinamika psikologis atau latar belakang anak pelaku kejahatan seksual. Tujuan umum dari pada penelitian kualitatif yakni mencakup informasi tentang fenomena utama yang dieksplorasi dalam penelitian, partisipan penelitian, dan lokasi penelitian (Creswell, 2012: hal 167).

Melalui tujuan penelitian kualitatif, peneliti melakukan penelitian secara partisipan dengan mengumpulkan data melalui pengamatan atau observasi, wawancara dan dokumentasi. Subjek penelitian dipilih berdasarkan kebutuhan rumusan dan tujuan peneltitian yakni anak pelaku kejahatan seksual. Peneliti mengambil subjek sesuai kriteria yang ditentuka dan subjek dipilih oleh petugas LAPAS, yakni terdapat 5 subjek yang masingmasing narapidana kasus asusila dengan kasus perkosaan, persetubuhan, dan pencabulan.

Hasil

Adanya kejahatan seksual yang dilakukan oleh anak-anak tidak serta merta sepenuhnya kesalahan dari diri anak. Anak sebagai pelaku kejahatan seksual harus dipahami dari sisi latar belakang mereka, mulai dari kehidupan anak sejak kecil hingga saat ini, hubungan dengan keluarga, dan hubungan dengan teman sebaya.

Dari hasil wawancara menunjukkan empat dari lima anak yang mengaku melakukan kejahatan seksual memiliki latar belakang keluarga yang hampir sama, seluruh anak kehilangan sosok ayahnya. Figur ayah dalam keluarga tidak tampak, maksudnya tidak ditemukan peran ayah yang mampu dicontoh dengan baik oleh anak-anaknya, seperti pengakuan dari dua subjek bahwa Sang ayah adalah penjudi dan narapidana. Kedua figur ayah yang secara tidak langsung mempengaruhi perilaku anak dan mengimitasi perilaku ayah sehingga yang dimunculkan anak adalah perilaku-perilaku maladaptiv.

Diskusi

Peran orang tua yang tidak dirasakan oleh anak membuatnya merasa tidak nyaman berada dirumah dan akhirnya anak mencari kehatangan pada teman sebaya. Hubungan teman sebaya memang berjalan baik akan tetapi tidak membawa dampak positif bagi anak. Teman banyak membawa pengaruh negatif dan selalu melakukan aktivitas sosial negatif, sehingga anak yang cenderung memiliki kelekatan dengan teman sebaya melakukan konformitas. Bahkan pada perilaku seks, temanlah salah satu sumber informasi seks yang dominan. Muncullah tingkah laku seksual anak yang berulang bahkan beresiko yakni anak melakukan kejahatan seksual. Senebarnya bukan hanya faktor teman saja, sajian video porno yang dinikmati anak dan dorongan seksual anak yang juga mampu menstimulasi  tindakan kejahatan seksual.

Meskipun dari sisi negatifnya anak pelaku kejahatan seksual telah melakukan kejahatan besar, mereka para subjek yang menghuni LAPAS masih memiliki rasa bersalah dan muncul keinginan-keinginan  untuk tidak mengulangi, meskipun begitu masih ada kemungkinan besar untuk mengulangi bagi sebagian subjek. Kemungkinan kemungkinan ini menjadi gambaran bahwa anak ternyata memiliki harapan setelah keluar dari LAPAS. Harapan yang muncul pada masing-masing anak bernilai positif dan negatif, tetapi harapan positif lebih dominan yang diinginkan anak pelaku kejahatan seksual.

 

Lampiran :



0 komentar:

Posting Komentar