Pendapat saya mengenai perilaku dan kebiasaan
Nyumbang pada Masyarakat pedesaan di jawa
Ujian Akhir Psikologi Sosial dengan pengampu Arundati Shinta
Disusun oleh :
Saputri Oktiani
22310410088
fakultas
psiklogi universitas proklamasi 45
yogyakarta
Permasalahan dari kasus tersebut
adalah beban sosial dan ekonomi yang tinggi bagi setiap penduduk desa. Kebiasaan
menyumbang 120 kotak makanan dalam berbagai acara seperti kelahiran anak,
pernikahan, dan kematian menyebabkan banyaknya waktu, tenaga, dan biaya yang
harus dikeluarkan oleh setiap keluarga. Hal ini dapat menyebabkan tekanan
ekonomi bagi beberapa keluarga yang mungkin sulit untuk memenuhi tuntutan ini
secara konsisten. Selain itu, keharusan menyumbang dengan jumlah yang tepat
(120 kotak) dapat menimbulkan keterpaksaan atau kewajiban yang membebani
masyarakat dan mereduksi makna sejati dari perbuatan sukarela.
Jika saya tinggal di daerah
tersebut dan mengalami permasalahan ekonomi atau beban sosial akibat kebiasaan
menyumbang, saya akan mencoba berkomunikasi dengan tetangga dan anggota
masyarakat lainnya. Saya akan mencari cara-cara untuk menyusun sistem yang
lebih adil dan berkelanjutan untuk berpartisipasi dalam tradisi ini. Mungkin
mengusulkan rotasi kelompok atau mengurangi jumlah kotak makanan yang
disumbangkan agar lebih terjangkau bagi semua anggota masyarakat.
Situasi tersebut menunjukkan perilaku
bergotong-royong dalam masyarakat. Meskipun kebiasaan menyumbang kotak makanan
memerlukan usaha dan pengorbanan dari setiap keluarga, seluruh penduduk desa
ikut serta dalam tradisi ini sebagai bentuk solidaritas dan saling membantu
dalam momen-momen penting dalam kehidupan mereka. Meskipun ada tekanan untuk
berpartisipasi, tetapi tradisi ini juga menunjukkan adanya rasa kebersamaan dan
gotong-royong dalam menjalankan tugas bersama untuk kebaikan masyarakat.
Menurut teori Albert Bandura
tentang belajar sosial, sebagai orang tua, saya mungkin akan mengajarkan
anak-anak tentang nilai dan tradisi menyumbang sebagai tanda syukur dan
penghormatan kepada sesama. Namun, penting untuk tidak mengajarkan konformitas
tanpa memahami makna sejati dari tindakan tersebut. Anak harus diberikan
pemahaman yang benar tentang arti penting berbagi dengan sukarela dan membantu
sesama, sehingga mereka melakukan tindakan tersebut dengan kesadaran dan rasa
sukacita, bukan hanya karena tekanan sosial.
Secara makro, perilaku menolak
untuk berpartisipasi dalam kebiasaan menyumbang ini bisa diasumsikan sesuai
dengan pandangan Machiavelli tentang kekuasaan dan politik. Dalam teorinya,
Machiavelli berpendapat bahwa tujuan membenarkan segala cara untuk mencapai
kekuasaan dan tujuan tertentu. Dalam konteks Pilkada atau pemilihan kepala
daerah, seseorang mungkin dapat menolak kebiasaan menyumbang sebagai bentuk
strategi politik untuk menghindari pengeluaran besar dan mempertahankan
dukungan dari kelompok-kelompok tertentu yang tidak sepenuhnya setuju dengan
tradisi tersebut.
Daftar Pustaka :
Lestari , Soetji dkk. 2012. Potret Resiprositas
Dalam Tradisi Nyumbang di Pedesaan
Jawa di Tengah Monetisasi Desa. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. Vol.
25, No.4.
Setiawan, Eko. 2022. Potret Resiprositas Tradisi Nyumbang Pada Perempuan Perdesaan di
Desa Kalipait Banyuwangi. Jurnal Equalita, Vol. 4, Issue1.
Suryana, Adhitya dan Grendi Hendratono. 2017. Pemaknaan Tradisi Nyumbang Dalam Pernikahan di Masyarakat Desa Kalikebo, Trucuk, Klaten. Jurnal Pendidikan Sosiologi, Vol. 6, No.8.
0 komentar:
Posting Komentar