Ujian Akhir Psikologi Sosial dengan pengampu Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA
Yusuf Khoirul Anas
22310410003
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
1. Permasalahan
dalam kasus tersebut adalah terjadinya penyimpangan terhadap jumlah sumbangan
yang harus diberikan ketika mempunyai hajat tertentu. Idealnya yang terjadi
adalah pemberian kotak makanan diberikan kepada pihak yang dating membantu
jalannya acara tersebut. Berbeda dengan kasus diatas, ketika ada hajat pihak pemilik
hajat harus memberikan kepada seluruh keluarga yang ada. Oleh karena itu, hal ini
menyimpang dari keadaan idealnya. Dimana tidak semua warga berpartisipasi dalam
acara pemilik hajat, akan tetapi tetap mendapat bingkisan makanan, hal ini
tentu saja tidak mencerminkan kerukunan. kerukunan sendiri merupakan suatu
ukuran ideal dalam hubungan sosial di masyarakat. Seperti pandangan menurut
Geertz (Suryana & Hendrastomo, 2017) rukun merupakan ukuran ideal dalam
hubungan sosial di masyarakat karena rukun berarti suatu keadaan yang serasi
penuh dengan kerjasama dan gotong-royong. Kecuali jika ketika ada warga memiliki
acara, lalu 119 perwakilan keluarga berpartisipasi dalam membantu acara tersebut,
pemberian bingkisan kepada seluruh keluarga akan menjadi keadaan ideal.
2. Ketika
saya tinggal di tempat tersebut, saya akan tetap melaksanakan kebiasaan tersebut,
karena itu sudah biasa dilakukan oleh masyarakat desa. Ketika kita hidup bermasyarakat
di suatu daerah, maka kita wajib untuk menghargai adat di tempat tersebut.
Selain itu, dengan melaksanakan kebiasaan tersebut, akan dapat menghindari dampak
ketika tidak melakukannya. Dengan melakukan kebiasaan tersebut, kita turut menjaga
hubungan sosial dengan masyarakat. begitu juga ketika ada tetangga yang memiliki
acara, saya juga wajib untuk menghadiri acara tersebut. Misalnya ketika ada acara
pernikahan, saya wajib untuk nyumbang sebagai bentuk pemenuhan kewajiban
saya. selain itu, nyumbang merupakan bentuk pemberian menjadi salah satu system
yang dapat membentuk serta memperkuat eksistensi masyarakat (Setiawan,
2022).
3. Menurut
saya perilaku tersebut bukanlah kebiasaan yang mencerminkan perilaku gotong
royong melainkan hanya bentuk perilaku yang dilakukan masyarakat untuk menghindari
dampak dari perilaku tidak conform pada tetangga. Hal ini karena kebiasaan
tersebut merupakan keadaan yang tidak ideal. Tidak menutup kemungkinan bahwa
masyarakat kecil sebenarnya merasa keberatan untuk melaksanakan kebiasaan membagikan
120 kotak makanan tersebut. Meskipun keberatan, masyarakat akan tetap melakukannya
karena hati manusia cenderung ingin memberikan kembali denganjumlah yang
setimpal dari yang didapat karena itu merupakan bagian dari
resiprositas.Resiprositas sendiri merupakan hubungan timbal balik dan
pertukaran antara individudengan individu atau antara kelompok dengan kelompok
(Damsar dalam Suryana &Hendrastomo, 2017).
4. Saya
rasa memberikan penjelasan tentang kasus diatas kepada anak perlu
dilakukanuntuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada anak mengenai
kebiasaan yangterjadi di tempat tinggalnya. Penggunaan teori belajar dari
Albert Bandura melalui teoribelajar sosial saya rasa dapat mempermudah
memberikan pemahaman kepada anak.Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia
dalam konteks interaksi tingkah lakutimbal balik yang berkesinambungan antara
kognisi perilaku dan pengaruh lingkungan(Rusli & Kholik, 2013). Memberikan
pemahaman kepada anak dengan pengamatanterhadap interaksi yang terjadi di
masyarakat dapat lebih mudah ditangkap oleh anak.Anak cenderung lebih mudah
memahami apa yang dilihat dan diamati dari pada yanghanya sekedar dijelaskan.
5. Kebiasaan
memberikan 120 kotak makanan kepada seluruh keluarga di desa sepertikasus
tersebut menyerupai tindakan yang sering dilakukan oleh seseorang yang
sedangmencalonkan diri dalam pemilihan umum seperti pilkada. Seseorang yang
biasanyaingin menang pilkada akan kerap membagikan membagikan bingkisan
kepadamasyarakat untuk menarik simpati dan mendapatkan suara. Hal ini sesuai
dengan teoridari Niccolo Machiavelli Machiavelli. Salah satu pendapat yang ia
kemukakan yiatupemimpin harus menghalalkan segala cara, termasuk yang licik dan
amoral, untukmenggapai tujuan dan stabilitas negara (Wijaya Dkk, 2017).
Berdasarkan teori tersebut,seseorang yang hendak menjadi pemimpin disarankan
untuk melakukan segala carauntuk menang, salah satunya melalui pemberian
bingkisan kepada masyarakat untukmeraup suara.
Lestari, S., Sumarti, T., Pandjaitan, N. K., & Tjondronegoro, S. M. P. (2012). Potret Resiprositas dalam Tradisi Nyumbang di Pedesaan Jawa di Tengah Monetisasi Desa. Masyarakat Kebdayaan dan Politik.
Setiawan, E. (2022). Potret resiprositas tradisi nyumbang pada perempuan perdesaan di desa Kalipait Banyuwangi. Equalita: Jurnal Studi Gender dan Anak, 4(1), 1-12.
Suryana, A., & Hendrastomo, G. (2017). Pemaknaan Tradisi Nyumbang Dalam Pernikahan Di Masyarakat Desa Kalikebo, Trucuk, Klaten. E-Societas, 6(8).
Rujukan tambahan
:
Rusli, R. K., & Kholik, M. A. (2013). Teori belajar dalam psikologi pendidikan. Jurnal Sosial Humaniora, 4(2).
Wijaya, D. N., Mashuri, M., & Nafi’ah, U. (2018). Humanisme menurut Niccolo Machiavelli. Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS, 2(2), 53-61.
0 komentar:
Posting Komentar