“Tradisi
Nyumbang di Masyarakat Pedesaan”, Ujian Akhir Psikologi Sosial Dengan Dosen
Pengampu Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA.
Disusun
oleh :
Chelsea
Oktavia Anjani
22310410027
(Psikologi SP)
Nyumbang
sering digunakan untuk menggambarkan tindakan memberikan bantuan atau dukungan
secara sukarela, tanpa pamrih, demi membantu orang lain atau masyarakat dalam
kesulitan atau kebutuhan. Adanya istilah “timbal balik nyumbang” menekankan
pentingnya sikap saling memberi dan berbagi dalam masyarakat. Jika seseorang
telah mendapatkan bantuan atau sumbangan dari orang lain, dia diharapkan untuk
memberikan balasan atau imbalan dengan cara menyumbangkan sesuatu, baik berupa
bantuan, dukungan, atau kontribusi positif lainnya. Ketika masyarakat ada yang
mempunyai anak, anak disunat, anggota keluarga meninggal, pernikahan, dll maka akan mengadakan syukuran yang harus
mengirimkan sumbangan makanan atau lainnya kepada tetangga sejumlah penduduk
desa sebagai rasa syukur.
Permasalahan
yang akan terjadi adalah menjadi beban ekonomi dimana bagi mereka yang memiliki
banyak anak atau anggota keluarga yang sering mengalami acara atau peristiwa
tersebut mengharuskan untuk memberikan timbal balik. Selain itu dapat
mengakibatkan kesenjangan sosial-ekonomi dimana apabila ada keluarga yang tidak
mampu menyumbang dalam jumlah yang sama maka orang tersebut akan merasa malu
dan dianggap kurang mampu oleh tetangga mereka, begitupun sebaliknya apabila
orang mampu maka akan terlihat dermawan. Permasalahan nyumbang ini juga menciptakan
rasa ketidakadilan sosial dimana orang-orang yang kurang mampu merasa tertekan
karena harus menyumbang dalam jumlah besar sementara orang-orang yang lebih
kaya mungkin tidak merasakan beban yang sama.
Solusi
dalam permasalahan tersebut bisa dilakukan dengan komunikasi dan keterbukan
antara masyarakat dan pimpinannya. Selain itu bisa melakukan edukasi dan
kesadaran, berusaha untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak sosial ekonomi
dalam tradisi nyumbang. Edukasi tentang pentingnya menghormati tradisi dan
budaya namun juga harus sejalan dengan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga.
Dalam tradisi nyumbang menunjukkan adanya perilaku gotong royong dalam
masyarakat, karena kebiasaan menyumbang dalam berbagai acara dilakukan oleh
seluruh penduduk desa dan bukan hanya sebagian kecil dari mereka. Selain itu,
situasi tersebut juga mencerminkan adanya nilai-nilai sosial dan budaya yang
kuat dalam masyarakat desa. Meskipun ada aspek ketakutan akan dampak dari
perilaku yang tidak sesuai dengan norma, dalam tradisi nyumbang lebih dominan perilaku
bergotong royong yang mencerminkan rasa kebersamaan dan solidaritas di antara
tetangga.
Menurut
teori Albert Bandura tentang pembelajaran sosial, anak cenderung meniru
perilaku yang mereka lihat dari orang di sekitar mereka, terutama orang tua dan
anggota keluarga. Penulis akan mempertimbangkan mengajarkan konformitas
terhadap perilaku menyumbang kepada anak. Alasan utamanya adalah menghormati
tradisi dan budaya. Perilaku menyumbang yang dilakukan bersama oleh masyarakat
desa dapat membangun solidaritas dan hubungan sosial yang kuat. Namun, sebagai
orang tua, penulis akan mengajarkan pada anak bahwa setiap tindakan menyumbang
harus didasarkan pada kemampuan finansial keluarga dan nilai kesopanan. Jika
keluarga mengalami kesulitan finansial atau jika beban menyumbang terlalu
berat, anak diajarkan untuk berkomunikasi dengan orang tua atau keluarga
mengenai situasi tersebut. Mengajarkan konformitas terhadap kebiasaan
menyumbang, juga penting untuk memberikan pemahaman bahwa tidak semua budaya
atau norma sosial dari tempat tertentu cocok atau relevan di tempat lain.
Dalam
konteks teori Niccolo Machiavelli, kebiasaan perilaku menyumbang di desa tidak
selalu sesuai dengan prinsip yang dianjurkan bagi seseorang yang ingin menang
dalam Pilkada. Dalam konteks menyumbang, ada beberapa yang tidak selaras dengan
prinsip Machiavelli yaitu Kebiasaan Sumbangan. Machiavelli menekankan pada
pemimpin yang memprioritaskan kepentingan politik dan kekuasaan atas tindakan
yang bersifat sosial atau filantropi. Dia berpendapat tujuan politik harus
mengesampingkan pertimbangan moral dan etika, dan pemimpin harus mampu
mengambil tindakan apapun yang diperlukan untuk mencapai dan mempertahankan
kekuasaan. Konsekuensi Pribadi dan Keuntungan, Machiavelli menekankan pemimpin
harus lebih memikirkan keuntungan pribadi dan kelangsungan hidup politiknya
daripada kepentingan kelompok atau masyarakat. Pengaruh pada Reputasi dan
Otoritas, meskipun perilaku menyumbang dapat menciptakan rasa persatuan dan
solidaritas di antara penduduk desa, ini tidak selalu berarti meningkatkan
reputasi atau otoritas seseorang sebagai pemimpin politik.
Daftar Pustaka :
https://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/societas/article/view/9144
https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/equalita/article/view/10892/4579
0 komentar:
Posting Komentar