PERILAKU KONFORMITAS YANG TINGGI MEMILIKI DAMPAK NEGATIF TERHADAP KEHIDUPAN BERMASYARAKAT
Juliani Mariati Larosa
22310410072
Psikologi A1
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Pada tahun 2022, saya memilih
merantau ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan saya ke jenjang sarjana.
Ini karena Yogyakarta merupakan kota pelajar, di mana banyak pusat pendidikan
yang berdiri di wilayah tersebut. Awal pertama sampai di Jogja, saya
terkagum-kagum melihat budaya sosial dan gotong royong yang masih melekat di
masyarakat sekitar tempat tinggal saya yang baru. Saya berusaha untuk
beradaptasi dengan lingkungan saya yang baru, dengan mengikuti norma dan
aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat itu. Hal yang menarik dari budaya
sekitar tempat tinggal saya yaitu tradisi sumbang menyumbang. Tradisi ini
mengajak kita untuk ikut berpartisipasi di setiap acara atau situasi dalam
keluarga, misal ketika ada hajatan maka kita harus menyediakan makanan ataupun
materi lainnya untuk disumbangkan kepada masyarakat, begitu sebaliknya ketika
masyarakat lainnya mengadakan syukuran atau acara maka kita juga akan
mendapatkan balasan berupa makanan. Saya sangat menyukai tradisi ini, alasannya
karena tradisi ini mengajarkan kita budaya bersedekah dan saling tolong
menolong. Budaya sumbang ini memang sangat membantu untuk mengikat tali
persaudaraan di dalam masyarakat, tetapi di sisi lain akan memberikan tekanan
kepada masyarakat yang kurang mampu. Hal ini karena tidak adanya penyokong ketika
diadakannya suatu acara di dalam keluarga karena adanya tradisi sumbang
menyumbang ini, akibatnya memungkinkan warga tersebut terpaksa menyesuaikan
diri dengan melakukan tindakan yang melanggar norma sosial. Warga yang
ekonominya kurang mampu akan melakukan apapun untuk menyesuaikan diri dengan
tradisi ini karena ketika tidak ikut dalam tradisi ini maka warga tersebut akan
dikucilkan oleh warga lainnya, sehingga warga yang merasa tertekan karena
tradisi sumbang ini akan cenderung melakukan perilaku menyimpang seperti
mencuri, kekerasan dan bahkan mengalami gangguan mental.
1) Permasalahan
dalam tradisi nyumbang di masyarakat
Permasalahan dalam tulisan ini
adalah tradisi sumbang menyumbang dan budaya konformitas yang terlalu tinggi
akan memberikan dampak negatif berupa perilaku menyimpang dalam masyarakat.
Idealnya sebagai mahasiswa psikologi yang sudah mendapat pengetahuan tentang
kehidupan sosial khususnya budaya konformitas dalam masyarakat bisa mencari
solusi atau setidaknya meminimalisir perilaku menyimpang akibat budaya
konformitas yakni tradisi sumbang menyumbang ini. Pada dasarnya budaya
konformitas memiliki dampak positif, hal ini karena masyarakat akan
terorganisir dengan baik dapat menciptakan kedamaian, stabilitas dan harmoni
antarindividu yang berada dalam suatu wilayah. Hal ini bisa dilihat dari
masyarakat sekitar tempat tinggal saya memiliki jiwa gotong royong sehingga
menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat. Namun, terlalu banyak konformitas
juga akan menghasilkan dampak negatif, seperti kehilangan kreativitas,
kehilangan identitas diri, dan terhambatnya perubahan serta inovasi dalam suatu
komunitas. Perilaku menyimpang terjadi ketika individu menghadapi tekanan untuk
mengikuti kebiasaan umum atau norma sosial yang ada, mereka mungkin merasa
terbatas dalam berekspresi dan secara tidak sadar melampiaskan keinginan atau
emosi mereka melalui perilaku yang tidak menguntungkan diri sendiri maupun
orang lain.
Pada suatu hari, saya mendapat
pengetahuan tentang budaya konformitas beserta dampak yang ditimbulkan berikut
solusinya di mata perkuliahan psikologi sosial di kampus saya. Ternyata budaya
konformitas sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan kehidupan di dalam
masyarakat. Saya pun sadar bahwa budaya konformitas yang tinggi akan memberikan
dampak negatif terhadap masyarakat, hal ini disebabkan karena adanya tekanan di
mana masyarakat diharuskan mengikuti norma dan aturan yang sudah dibuat dalam
kelompok masyarakat tersebut. Dari tradisi sumbang menyumbang ini, saya tahu
bahwa akan ada warga yang merasa tertekan karena kehilangan identitas diri
ataupun juga karena alasan tidak terbiasa dengan budaya tersebut. Sebagai
mahasiswa psikologi saya merasa terdorong untuk bisa menerapkan psikologi
sosial tentang budaya konformitas dalam lingkungan masyarakat tempat tinggal
saya.
Tradisi sumbang menyumbang memang
sangat berpengaruh dalam membentuk hubungan sosial yang baik, namun kunci utama
untuk menciptakan stabilitas dan kesejahteraan dalam masyarakat adalah saling
menghargai. Solusi untuk mengatasi permasalahan perilaku menyimpang dari
tradisi sumbang menyumbang ini bisa melibatkan beberapa pendekatan. Pertama,
edukasi atau peningkatan kesadaran akan pentingnya memiliki identitas diri yang
kuat dan memahami bahwa perbedaan adalah sesuatu yang bernilai. Ini bisa
dilakukan dengan diadakannya pelatihan ataupun ruang diskusi dalam masyarakat
dengan membangkitkan rasa kepercayaan diri dan menghargai keberagaman,
masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mengurangi
tekanan untuk konformitas yang berlebihan.
Selanjutnya, pentingnya juga untuk
mendorong sikap kritis dan pemikiran inovatif dalam masyarakat. Dengan
mengembangkan pola pikir yang terbuka terhadap gagasan baru yang berbeda, maka
dapat membantu warga dalam mengekspresikan diri mereka tanpa takut dikecam atau
dijauhi oleh kelompok sosial. Menumbuhkan lingkungan yang mempromosikan diskusi
yang sehat, pemecahan masalah, dan penghargaan terhadap pemikiran yang tidak
konvensional dapat membantu mencegah perilaku menyimpang dan merugikan yang
terjadi di dalam masyarakat akibat tradisi sumbang menyumbang tersebut.
Selain itu penting juga untuk
menciptakan ruang aman bagi masyarakat sekitar untuk berekspresi secara bebas.
Ini bisa dilakukan dengan mengajak atau memberikan usulan kepada pemimpin
daerah untuk membangun komunitas yang mendukung dan memahami perbedaan
individu. Nah melalui pengakuan, penghargaan, dan penghormatan terhadap
keunikan setiap warga, kita bisa membantu masyarakat merasa lebih nyaman dan
membangun koneksi yang lebih dalam dengan orang lain tanpa harus menekan
identitas diri mereka.
3) Tradisi nyumbang merupakan perilaku gotong royong dalam masyarakat
Dari tradisi sumbang
menyumbang dalam masyarakat ini merupakan kegiatan gotong royong di mana setiap
warga merasa perlu ikut mengambil bagian ketika warga lainnya mengalami sesuatu
dalam keluarga. Materi yang diberikan tidak harus berupa makanan ataupun uang
bisa saja dengan jasa ataupun dukungan lainnya yang bersifat membantu ketika
warga lainnya mengadakan acara atau hajatan.
4) Teori
Albert Bandura dan tradisi nyumbang
Suatu saat nanti saya akan
mengajarkan kepada anak saya tentang budaya menyumbang ini, alasannya karena
berdasarkan teori Albert Bandura yang menunjukkan bahwa teori belajar sosial
atau kognitif sosial serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses
mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Jadi sangat penting
untuk mengajarkan kepada anak bahwa kehidupan sosial di masyarakat begitu
diperlukan selain untuk bertahan hidup juga membentuk kepribadiannya karena
cara perilaku baru diperoleh melalui belajar mengamati. Namun juga perlu
diajarkan bahwa budaya konformitas yang tinggi akan memberikan dampak negatif
bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Jadi perlu belajar mengenai budaya
sosial yang benar dan tepat untuk memberikan pengetahuan kepada anak anak akan
pentingnya edukasi dan saling menghargai dalam kehidupan bermasyarakat.
5) Perilaku nyumbang sesuai dengan kebiasaan seseorang yang ingin menang di Pilkada
(pemilihan kepala derah) berdasarkan teori dari Niccolo Machiavelli.
Jika dilihat lagi, perilaku
menyumbang ini sesuai dengan kebiasaan seseorang yang ingin menang di Pilkada
(pemilihan kepala derah). Berdasarkan pendekatan teori dari Niccolo Machiavelli
bahwasanya "kekuasaan bukanlah semata – mata untuk kepentingan diri
sendiri, akan tetapi itu semua adalah untuk kehormatan dan kesejahteraan
negara", dari prinsip tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku menyumbang
merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat untuk menciptakan
kesejahteraan kelompok dan juga sebagai upaya membangun kehormatan kelompok
tersebut. Kebiasaan seseorang yang ingin menang Pilkada, akan memberikan visi
dan misinya yang sesuai dengan prinsip-prinsip kekuasaan dimana semata-mata
bahwa akan melakukan segala usaha untuk kemajuan wilayah dan kesejahteraan
masyarakat.
Jadi budaya konformitas melalui
tradisi sumbang menyumbang ini dapat memiliki dampak positif maupun negatif di
dalam kehidupan masyarakat. Perilaku menyimpang yang timbul akibat ekspresi
yang terhalang dapat menjadi permasalahan yang perlu diatasi. Dengan edukasi,
mempromosikan pemikiran kritis, dan menciptakan ruang aman bagi individu, kita
dapat membantu mengurangi tekanan konfrontasi berlebihan dan menciptakan
masyarakat yang lebih inklusif dan merangsang kreativitas.
Daftar
Pustaka
Lestari,
S., Sumarti, T. & Tjondronegoro, S. (2012). Potret resiprositas dalam
tradisi nyumbang di pedesaan jawa di tengah monetisasi desa. Artikel
Masyarakat, Kebudayaan dan Politik. 25(4), Oktober 2012, 271-281.
Setiawan,
E. (2022). Potret Resiprositas Tradisi Nyumbang Pada Perempuan Perdesaan Di
Desa Kalipait Banyuwangi. Jurnal Equalita . 4(1), Juni 2022, 1-12.
Suryana,
A., & Hendrastomo, G. (2017). Pemaknaan Tradisi Nyumbang Dalam Pernikahan
Di Masyarakat Desa Kalikebo, Trucuk, Klaten. Jurnal Pendidikan Sosiologi. 6(8), 1-16.
0 komentar:
Posting Komentar