TRADISI “NYUMBANG” DALAM BUDAYA MASYARAKAT PEDESAAN
ULANGAN AKHIR SEMESTER
PSIKOLOGI SOSIAL
Dosen Pengampu Dr.,Dra.Arundanti Shinta, MA
Nama : Erina
Agustin
NIM :
22310410098
Prodi :
Psikologi SJ
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
Tradisi nyumbang
merupakan tradisi memberikan hadiah berupa bingkisan makanan, atau bahan
makanan. Taradisi ini sering terjadi di desa maupun kota yang mana hubungan
antar tetangga dan lingkungannya masih sangat erat. Tradisi ini bertujuan untuk
mempeerat interaksi social antar hubungan tetangga, saudara danorang-orang
terdekat.
Sebagai contoh Tinggal di
suatu desa di Yogya, yang mana adat dan kebiasaan penduduknya sangat unik.
Jumlah penduduk desa tersebut adalah sekitar 120 keluarga. Ketika mempunyai anak maka sebagai tanda syukur
adalah harus menyumbang 120 kotak
makanan untuk tetangga. Ketika salah satu anggota keluarga meninggal dan harus membuat upacara
penghormatan bagi kerabat yang meninggal, maka harus menyumbang 120 kotak
makanan untuk tetangga.
Ketika salah satu
anak dikhitan (disunat) dan mengadakan
syukuran, maka harus mengirimkan 120
kotak makanan bagi tetangga. Kebiasaan-kebiasaan itu dilakukan oleh seluruh
penduduk desa tersebut. Artinya, sebagai
salah satu penduduk di desa itu, maka Anda selain harus menyumbang, Anda juga
akan sering menerima kotak makanan dari tetangga. Berdasarkan pada
situasi/kasus tersebut berikut beberapa pernyataan dari kasus diatas :
Apa
permasalahan dari kasus tersebut di atas?
Dari kejadian pada teks diatas, permasalahan
yang timbul pada kasus diatas tersebut adalah, dalam jurnal yang di tulis oleh
eko setiawan dai universitas brawijaya yang menyatakan bahwa tradisi menyumbang
ini berkaitan dengan siklus kelahiran,
pertumbuhan dan kematian, maka dalam aspeknya orang akan terus menerus
melakukan tradisi ini, misal jika dalam satu keluarga dalam beberpa waktu yang
berdekatan mengalami kelahiran, pertumbuhan dan kematian itu dlam waktu dekat,
maka tradisi ini akan terus menerus, meskpun nantinya akan bertimbal ablik,
namun harus juga melihat dari sei perekonomian keluarga tersebut, jika kiblat
atau acuan dalam memberikan sumbangan seperti memberikan 120 kotak pada setiap
kejadian tentu akan memberatkan keluarga tersebut. Dari sini bisa kita tarik
bahwa acuan dalam memberi sumbangan dan tingkat perekonomian masing-masing
orang disamaratakan dalam tingkat masyarakat social desa.
Bila
Anda tinggal di daerah itu dan mengalami permasalahan pada nomor 1 tersebut,
apa yang akan Anda lakukan?
Saya merupakan orang yang tumbuh juga
dengan budaya seperti diatas, saat mengalami permasalahan diatas, hal yang bisa
dilakukan adalah tetap memberikan sumbangan dengan jumlah yang sama seperti
pada acuan atau standar masyarakat, namun memotong anggranya, seperti dalan 120
kotak itu isinya tidak harus mesti sama pada orang-orang lain karena kembali
berfikir tentang anggaran dan kemampuan ekonomi masing-masing. Karena dalam
massyarakt pedesaan dengan tradsi tersebut jika kita tidak melakukannya jika
disebutkan dalam jurnal potret resproitas
dlam tradisi nyumbang di daerah banyumas menyebutkan bahwa akan
tergangggunya negosiasi social kita dalam masyarakat, karena meskipun pada
waktu itu kita mengeluarkan banyak biaya untuk tradisi itu, nantinya kita juga
akan mendapat timbal baliknya dari tetangga sekitar dan tentunya itu akan
sangat membantu dalam interaksi social dalam masyarakat.
Apakah
situasi tersebut menunjukkan perilaku bergotong royong atau adanya ketakutan
akan dampak dari perilaku tidak conform pada tetangga?
Jika dilihat dari segi sosialnya, hal ini
bisa dianggap juga gotong royong/ saling membantu satu sama lain saat tetangga
mengalami kebahagaan/ musibah. Namun hal ini juga menjadi perilaku tidak
conform karena jka ditarik dari segi ekonomi lagi, orang yang memiliki ekonomi rendah
dan tinggi tentu sumbangnnya akan berbeda karena pengaruh dari kemampuan
ekonomi itu tadi, sehingga salah satu dari itu tidak mendapat hal dari apa yang
dia berikan atau tidak seimbang.
Sesuai
dengan teori Albert Bandura, apakah Anda akan mengajarkan pada anak Anda
tentang konformitas terhadap perilaku menyumbang tersebut?
Teori albert yang menjelaskan peniruan
tingkah laku social, maka jika mempunyai anak nanti tentu saya akan diajarkan
tentang budaya menyumbang ini, karena tradisi ini memenag sangat membanttu kita
menjalani kehidupan social kita dalam lingkungan masyarakat pedesaan. Namun hal
yang akan diajarkan nanti yakni tidak semua hal harus diberikan sumbangan,
misalnya hanya pada acara yang memang benar-benar besar, seperti hajatan nikahan
atau kematian, karena 2 hal ini lah yang paling penting untuk siklus kehidupan
social masyarakat pedesaan.
Secara
makro, apakah perilaku menyumbang ini sesuai dengan kebiasaan seseorang yang
ingin menang di Pilkada (pemilihan kepala derah)?
Dalam teori niccolo Machiavelli tentang
politik menyebutkan bahwa polotik adalah tentang legitimasi kekuasaan, dalam
hal ini Negara, dan juga harus terlepas dari moralitas bercermin pada situasi
Negara yang membutuhkan tindakan tersebut. Dalam hal ini tradisi menyumbang
yang dihubungkan dengan kebiasaan orang yang ingin menang pilkada mungkin
benar, karena pada dasarnya orang yang menumbang juga tetap ingin mendapat
timbal balik, timbal balik yang ingin didapatkan orang yang menyumbang untuk
pilkada yaitu agar mendapat suara dri orang yang disumbang tersebut. Namun hal
ini merupakan hal yang curang/ kotor jika dimasukan dalam pemilu dan konteksnya
negative.
Daftar
putaka
Soetji
Lestari*1Titik Sumarti, Nurmala K. Pandjaitan, S.M.P. Tjondronegoro*2,2012 Potret
resiprositas dalam tradisi nyumbang di pedesaan jawa di tengah monetisasi desa,
Universitas Airlangga
Eko Setiawan ,2022 Potret resiprositas
dalam tradisi nyumbang pada perempuan perdesaan di Kalipait Bnyuwangi,
Cirebon Qualita
0 komentar:
Posting Komentar