“Ujian Akhir Psikologi Sosial Dengan Pengampu Arundati Shinta”
Disusun Guna Memenuhi Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial
Dosen Pengampu: Arundati Shinta
Nama Mahasiswa: Mico Alan Sebastian
Nim: 22310410013
Kelas: Psikologi SJ
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
2022
Anda tinggal di suatu desa di Yogya, yang mana adat dan
kebiasaan penduduknya sangat unik. Jumlah penduduk desa tersebut adalah sekitar
120 keluarga. Ketika Anda mempunyai anak maka sebagai tanda syukur adalah Anda
harus menyumbang 120 kotak makanan untuk tetangga Anda. Ketika salah satu
anggota keluarga Anda meninggal dan harus membuat upacara penghormatan bagi
kerabat yang meninggal, maka Anda juga harus menyumbang 120 kotak makanan untuk
tetangga Anda. Ketika salah satu anak Anda dikhitan (disunat) dan mengadakan
syukuran, maka Anda harus mengirimkan 120 kotak makanan bagi tetangga.
Kebiasaan-kebiasaan itu dilakukan oleh seluruh penduduk desa tersebut. Artinya,
Anda sebagai salah satu penduduk di desa itu, maka Anda selain harus
menyumbang, Anda juga akan sering menerima kotak makanan dari tetangga Anda.
Berdasarkan situasi tersebut, jawablah pertanyaan berikut:
1)
Apa permasalahan dari kasus tersebut di atas? Ingatlah, yang
disebut dengan permasalahan adalah segala sesuatu yang menyimpang dari keadaan
ideal.
2)
Bila Anda tinggal di daerah itu dan mengalami permasalahan
pada nomor 1 tersebut, apa yang akan Anda lakukan? Ingatlah, pindah tempat
tinggal adalah sangat sulit, karena butuh biaya yang luar biasa banyak.
3)
Apakah situasi tersebut menunjukkan perilaku bergotong royong
atau adanya ketakutan akan dampak dari perilaku tidak conform pada tetangga? Alasan Anda?
4)
Sesuai dengan teori Albert Bandura, apakah Anda akan
mengajarkan pada anak Anda tentang konformitas terhadap perilaku menyumbang
tersebut? Alasan Anda?
5)
Secara makro, apakah perilaku
menyumbang ini sesuai dengan kebiasaan seseorang yang ingin menang di Pilkada
(pemilihan kepala derah)? Jawaban hendaknya menggunakan teori dari Niccolo
Machiavelli.
JAWABAN :
1.
Nyumbang dimaksudkan
untuk membantu meringankan beban orang yang menggelar hajatan. Sumbangan berupa
barang atau jasa diberikan kepada warga yang menggelar hajatan agar beban yang
dipikul penyelenggara hajatan tidak terlampau berat. Nyumbang merupakan wujud
solidaritas sosial di masyarakat dan sudah berlangsung sangat lama. Tradisi
nyumbang mengandung nilai resiprositas (timbal-balik) yakni bentuk tolongmenolong
yang didasari adanya kepentingan yang sama dalam hidup bermasyarakat. Hubungan
timbal-balik tersebut berlangsung terus-menerus, silihberganti, dan diwariskan
dari generasi ke generasi. Tradisi nyumbang tetap ada seiring dengan
perkembangan jaman, namun terdapat pergeseran-pergeseran yang membuat nilai
asli dari tradisi nyumbang berubah. Akan tetapi, Sumbangan yang seharusnya
merupakan bentuk bantuan bagi mereka yang mengalami kesulitan, justru menjadi
beban tersendiri bagi masyarakatnya bagi masyarakat yang kurang baik dalam
finansial akan tetapi harus dituntut harus ikut menyumbang dikarenakan sudah
menjadi tradisi turun menurun. Dalam hal ini nyumbang mengandung nilai timbal
balik. Masyarakat menginginkan apa yang diberikannya dibalas sebanding oleh
orang yang pernah menerimanya. Jika resiprositas ini tidak terpenuhi maka akan
ada sanksi sosial seperti cibiran atau gunjingan dalam masyarakat. Masyarakat
yang terlibat membantu hajatan bukan lagi atas dasar keikhlasan untuk membantu,
tetapi lebih kepada adanya timbal balik dari kerjasama yang mereka sepakati.
2.
Jika saya tinggal di lingkungan tersebut saya akan menyumbang sesuai
kemampuan saya sehingga niat awal yang ingin ikhlas menolong untuk meringankan
beban orang lain tanpa mengharapkan timbal balik (prososial) tidak berbalik malah
membebankan pada diri sendiri kedepanya.
3.
Situasi tersebut menunjukkan perilaku bergotong
royong atau adanya ketakutan akan dampak dari perilaku tidak conform pada tetangga, iya dikarenakan masih masyarakat seringkali ingin tidak berpartisipasi
dalam kegiatan gotong royong dikarenakan ada hal lain yang lebih mendesak akan
tetapi malah mengorbankan dirinya dengan lebih mengepentingkan mengikuti
kegiatan gotong royong dikarenakan takut adanya sanksi sosial seperti contohnya
yang marak beredar di masyarakat saat ini dengan slogan “ora srawung rabimu
suwung” yang diartikan dalam bahasa Indonesia “jiika tidak berbaur dengan
masyarakat maka kegiatan hajatan akan sepi bantuan/tidak dibantu oleh masyarakat
sekitar”.
4.
Saya akan mengajarkan pada anak tentang konformitas
terhadap perilaku menyumbang, sehingga akan secara langsung akan
belajar dalam Teori kognitif sosial
yang berarti teori yang
menonjolkan gagasan bahwa
sebagian besar pembelajaran manusia
terjadi dalam sebuah
lingkungan sosial. Anak akan
mengamati orang lain, manusia memperoleh
pengetahuan, aturan-aturan, keterampilan-keterampilan, strategi-strategi, keyakinan-keyakinan, dan
sikap-sikap. Anak melihat model-model
atau contoh-contoh untuk
mempelajari kegunaan dan
kesesuaian prilaku-prilaku akibat
dari prilaku yang di modelkan seperti
prilaku nyumbang, kemudian mereka bertindak sesuai dengan keyakinan tentang
kemampuan mereka dan hasil yang diharapkan dari tindakan mereka.
5.
Apakah perilaku menyumbang ini sesuai dengan kebiasaan seseorang yang ingin
menang di Pilkada (pemilihan kepala derah)? Menurut saya tidak karena murni tindakan sosial yakni
membantu meringankan beban orang yang sedang menggelar hajatan, bukan untuk
tujuan seperti memenangkan pilkada dengan cara politik praktis seperti Niccolo
Machiaveli yang mmenghalalakan segala cara termasuk licik dan amoral untuk
menggapai tujuan dan stabilitas negara seperti politik praktis dalam pilkada.
Daftar Pustaka :
0 komentar:
Posting Komentar