Nama : IKE PRASETYANI
NIM : 22310420127
Kelas : Karyawan SP
UJIAN AKHIR PSIKOLOGI SOSIAL
Dosen pengampu Dr.,Dra. Arundati Shinta MA
Dilematis Tradisi Menyumbang
Permasalahan Kasus Tradisi Menyumbang menjadi budaya serta kewajiban yang telah mengakar dalam warga masyarakat sejak dulu. Masyarakat bagian dari pelaku sistem tersebut menjadi terikat dan tidak bisa keluar dari sistem. Konsekuensi dimana masyarakat harus selalu melaksanakan sistem dengan berbagai cara dan upaya agar tejadi keteraturan. Tidak ada kesepakatan atau aturan secara tertulis tetapi bukan rahasia lagi karena sudah menjadi kesepakatan umum yang dipahami bersama dan telah berlangsung dalam kehidupan masyarakat (Sardjuningsih, 2012).
Sumbangan di masa sekarang bukan lagi berfungsi untuk meringankan orang yang mempunyai hajat saja, tetapi karena kepentingan yang bersifat transaksional. Aktivitas transaksional tersebut memiliki dampak yang sudah mengarah pada kepentingan yang bersifat ekonomi maupun sosial. Karena itu meskipun menyumbang dimaknai sebagai bentuk rasa guyub ( solidaritas sosial) warga, namun sekaligus juga sebagai sebuah beban sosial ekonomi.
Saya tinggal di daerah Sleman
yang memiliki tradisi Menyumbang. Mau tidak mau saya wajib mengikuti pola
aturan yang berlaku, karena memang sudah menjadi konsekuensi sosial
masyarakatnya. Tetapi dalam hal Menyumbang, saya harus menyesuaikan dengan
kondisi keuangan saya, jangan sampai malah menjadi beban ekonomi saya dan
keluarga. Misalkan ketika ada tetangga hajatan pernikahan, saya akan menyumbang
dengan nominal atau barang yang menyesuaiakn dengan kemampuan ekonomi saya. Walaupun
tetangga yang hajatan tersebut pernah menyumbang saya senominal tertentu, saya
tidak akan memaksakan diri harus nominal yang sama. Yang penting saya nyaman
dan ikhlas dalam memberikannya.
Hubungan timbal balik pemberian bukanlah sesuatu yang gratis tanpa
pengembalian, pada dasarnya pemberian pemberian hadiah seperti itu sebenarnya
dilakukan dengan suka rela tetapi dalam kenyataannya kesemuanya dibayar kembali
dalam kerangka kewajiban yang harus dipenuhi pelakunya (Mauss, 1992). Dengan
begitu harmonitas komunikasi dan interaksi dapat dicapai dengan maksimal
(Neuman, 2013).
Tradisi Menyumbang dalam masyarakat merupakan wujud kegiatan tolong menolong dan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam menjaga harmonisasi sosial. Menyumbang dimaksudkan untuk membantu meringankan beban orang yang menggelar hajatan, agar beban yang dipikul tidak terlalu berat (Prasetyo, 2010). Menyumbang merupakan pranata sosial yang menunjuk kepada kebersamaan perasaan moral dalam komunitas dan menjadi simbol ikatan sosial masyarakat desa yang memiki fungsi resiprositas dengan cara saling memberi dan saling tolong menolong sekaligus memberikan gambaran dinamika interaksi komunitas warga desa.
Sedang bagi yang belum menyelenggarakan hajatan, menyumbang dimaknai sebagai bentuk menanam modal dalam masyarakat. Menurut Purnamasari (2000), bagi pemangku hajat, sumbangan yang diterima pada suatu hari nanti akan dikembalikan dengan mengidealkan bentuk dan jumlah yang sepadan dengan yang diterimanya.
Menurut saya tradisi Menyumbang ada sisi positifnya yaitu wujud tolong menolong, solidaritas dan keharmonisan dalam masyarakat, tetapi dampak lain akan menjadikan ketakutan dampak perilaku tidak conform pada tetangga, karena akan ada rasa terpaksa dan menjadi keharusan ketika proses tersebut menjadi pola berkelanjutan, dan ketika tidak punya uang atau barang senominal yang pernah disumbangkan, akan menjadi masalah sosial dalam masyarakat, misalnya jadi tidak percaya diri/malu dan bisa jadi kasus perundungan sosial semacam di gosipkan/dighibah sesama tetangga. Ini yang menjadikan ketakutan sehingga akan memaksakan diri untuk bisa setara dalam Menyumbang walaupun ekonominya sedang berkekuragan.
Dalam teori Sosial menurut Albert Bandura adalah teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efektifitas diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Berdasarkan teori tersebut saya akan secara bijak menyampaikan dan mengajarkan pada anak saya akan sisi positif budaya Menyumbang ini. Dengan arahan yang benar dan jelas, jika anak kita diberi hadiah/reward, maka kita juga harus memberikan hal yang sama di saat acara spesialnya, dengan sumbangan semampu kita disesuaikan dengan kondisi ekonomi kita.Tidak memaksakan diri yang penting pantas dan ikhlas.
Niccolo Machiavelli dalam bukunya II principle dalam bab 19 mengatakan “pimpinan negara haruslah mempunyai sifat-sifat seperti kancil dan singa. Ia harus menjadi kancil untuk mencari lubang jaring dan menjadi singa untuk mengejutkan serigala.” Ini relevan dengan calon pemimpin daerah agar menang Pilkada, karena tradisi menyumbang ini akan menjadi peluang untuk mempromosikan diri atau kampanye dengan saling berlomba memberi bantuan sehingga masyarakat memilihnya. Padahal setelah terpilih belum tentu akan menepati program kerja sesuai promosinya di awal. Tradisi Menyumbang memang dilematis, hendaknya kita bisa bijak dalam cara memandang dan menyikapinya.
Daftar pustaka
Jurnal Equalita, Volume (4), Issue (1), Juni 2022 Potret Resiprositas Tradisi Nyumbang Pada Perempuan Perdesaan Di Desa Kalipait Banyuwangi
Sardjuningsih. (2012). the Tradition of Buwuhan : Between Social Cohesion , Alms , and Commercialization. Empirisma, 29(4), 53–62.
Mauss, Marcell. (1992). Pemberian: Bentuk dan Fungsi Pertukaran di Masyarakat Kuno. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Neuman, William Lawrence. 2013. Social Research Methods: Qualitative and quantitative Approaches. Pearson Education.
Prasetyo, Yanu Endar. (2010). Mengenal Tradisi Bangsa. Yogyakarta: Imu
Purnamasari, Novita. (2000). Upacara Tradisi Perkawinan Jawa dan Perubahan Bentuk Sumbangan di Yogyakarta (Studi Kasus pada Upacara Perkawinan Keluarga Alm. Moelyono dan Keluarga Bambang Sutrisno). Yogyakarta: Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada.
0 komentar:
Posting Komentar