Senin, 07 Juli 2025

ESAI 10 UAS PSIKOLOGI LINGKUNGAN

 PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Dosen Pengampu: Dr,. Drs. Arundati Shinta, M.A



Farrel Purnama Putra

23310410109

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta 2025


Sikap masyarakat dalam melestarikan lingkungan dan terlibat dalam isu sosial dipengaruhi oleh berbagai elemen, mulai dari undang-undang hingga tokoh masyarakat yang menarik perhatian. Di Jawa Barat, Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 mengenai Pengelolaan Sampah telah menjadi dasar hukum yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pengelolaan lingkungan dengan pendekatan 3R (Mengurangi, Menggunakan Kembali, dan Mendaur Ulang). Di sisi lain, adanya fenomena Dedi Mulyadi (KDM), mantan Bupati Purwakarta yang terkenal dengan komunikasi yang menarik berdasarkan budaya Sunda, telah memengaruhi cara pandang dan tindakan masyarakat lewat media sosial serta interaksi langsung. Untuk memahami perubahan perilaku ini, bagan persepsi yang dikembangkan oleh Paul A. Bell dan rekan-rekannya (dalam Patimah et al. , 2024; Sarwono, 1995) digunakan sebagai alat analisis. Esai ini akan membahas bagaimana UU No. 18/2008 dan fenomena KDM berkontribusi terhadap perubahan perilaku masyarakat di Jawa Barat, dengan penekanan pada tahapan stimulus, proses persepsi, dan respons dalam kerangka Bell.


UU No. 18 Tahun 2008: Dasar Hukum Pengelolaan Sampah

Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 menetapkan tanggung jawab kolektif antara pemerintah, masyarakat, dan sektor usaha dalam pengelolaan sampah demi menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Undang-undang ini menekankan pendekatan 3R, yang mengajak pengurangan sampah, pemanfaatan kembali barang-barang, serta daur ulang. Di Jawa Barat, pelaksanaan undang-undang ini terlihat dari berbagai program seperti bank sampah, kampanye edukasi untuk lingkungan, dan penerapan sanksi bagi pihak yang membuang sampah sembarangan. Contohnya, beberapa kota besar seperti Bandung dan Bogor telah menerapkan program pemilahan sampah di rumah tangga, sementara pemerintah daerah melaksanakan pelatihan untuk komunitas lokal demi meningkatkan kesadaran mengenai lingkungan.

Dalam konteks bagan persepsi Paul A. Bell, UU No. 18/2008 berfungsi sebagai stimulus eksternal yang terdiri dari regulasi, kampanye, dan sanksi. Stimulus ini diterima oleh masyarakat melalui sosialisasi yang dilakukan pemerintah, seperti iklan layanan masyarakat atau pelatihan bagi komunitas. Proses persepsi terjadi ketika masyarakat mulai menyadari pentingnya pengelolaan sampah berdasarkan informasi yang diberikan, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat pendidikan dan akses ke fasilitas daur ulang. Respons yang dihasilkan berupa tindakan konkret, seperti memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, atau ikut berpartisipasi dalam bank sampah. Namun, efektivitas undang-undang ini menghadapi tantangan seperti minimnya infrastruktur pengelolaan sampah di daerah pedesaan dan rendahnya pemahaman lingkungan di beberapa komunitas, sehingga perubahan perilaku lebih terlihat di daerah perkotaan.


Fenomena KDM: Pengaruh Komunikasi Populis Berdasarkan Budaya

Dedi Mulyadi, yang akrab disapa KDM, telah menjadi fenomena sosial di Jawa Barat dengan cara komunikasi yang khas dan sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal. Berdasarkan analisis Liputan6. com (2025), KDM menggunakan metode komunikasi dua arah yang menciptakan rasa kedekatan dengan masyarakat, khususnya melalui platform media sosial seperti YouTube dan Instagram. Konten yang dihasilkannya sering menunjukkan tindakan nyata, seperti menegur orang yang membuang sampah sembarangan, membantu anak-anak yatim, atau berinteraksi dengan petani dan pedagang kecil, yang disampaikan dengan narasi budaya Sunda yang sederhana dan menyentuh, termasuk penggunaan istilah “bapak aing” atau kisah tentang nilai-nilai kebersamaan. Pendekatan ini tidak hanya membangun citra sebagai pemimpin yang peduli, tetapi juga memengaruhi pandangan masyarakat terhadap isu-isu sosial dan lingkungan.

Dalam grafik persepsi Bell, fenomena KDM berfungsi sebagai pengaruh signifikan melalui konten media sosial, interaksi langsung, dan narasi budaya yang menarik. Proses persepsi berlangsung saat masyarakat menerima nilai-nilai yang disampaikan oleh KDM, seperti kepedulian terhadap lingkungan, solidaritas sosial, dan kebanggaan budaya Sunda, yang didukung oleh emosi positif seperti kekaguman atau haru. Hasil dari respons tersebut terlihat dalam meningkatnya keterlibatan masyarakat dalam tindakan sosial, seperti membersihkan sungai, menanam pohon, atau mendukung inisiatif lokal yang sesuai dengan pesan KDM. Pendekatan KDM yang menggabungkan kepemimpinan yang transformatif dengan komunikasi yang partisipatif menjadikannya efektif dalam mendorong perubahan perilaku, khususnya di kalangan masyarakat desa yang lebih peka terhadap narasi budaya.


Integrasi UU No. 18/2008 dan Fenomena KDM dalam Kerangka Persepsi

Grafik persepsi Paul A. Bell menunjukkan bahwa perubahan perilaku terjadi melalui interaksi antara pengaruh, proses kognisi masyarakat, dan respons yang ditimbulkan. UU No. 18/2008 menyajikan pengaruh formal melalui regulasi dan pendidikan yang sistematis, sedangkan KDM menyuguhkan pengaruh informal yang lebih emosional dan berbasis budaya. Kombinasi keduanya menciptakan sinergi yang kuat: UU memberikan kerangka hukum untuk mengubah cara berpikir masyarakat, sedangkan KDM memperkuatnya dengan pendekatan yang lebih pribadi dan mudah dipahami.

Pada tahap pengaruh, UU No. 18/2008 menghadirkan peraturan dan sanksi yang jelas, sementara KDM memanfaatkan media sosial dan penjelajahan langsung untuk menyampaikan pesan tentang lingkungan dan sosial. Pada tahap proses persepsi, masyarakat Jawa Barat mencerna informasi ini berdasarkan konteks budaya, pendidikan, dan akses media yang mereka miliki. Masyarakat kota cenderung lebih terpengaruh oleh UU karena memiliki infrastruktur dan literasi yang lebih baik, sedangkan masyarakat desa lebih merespons KDM karena kedekatan dengan budaya Sunda. Pada tahap respons, sinergi ini menghasilkan tindakan nyata seperti peningkatan pemilahan sampah, partisipasi dalam kegiatan kebersihan lingkungan, dan semangat gotong royong yang semarak.


Kesimpulan

Perubahan cara bertindak masyarakat di Jawa Barat dipengaruhi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 dan fenomena KDM melalui mekanisme yang dijelaskan dalam diagram persepsi Paul A. Bell. Undang-Undang No. 18/2008 meningkatkan kesadaran terhadap lingkungan melalui peraturan dan pendidikan formal, sementara KDM memperkuat perubahan perilaku melalui komunikasi emosional yang populis dan sesuai dengan budaya. Gabungan keduanya menciptakan efek sinergi, di mana undang-undang berfungsi sebagai kerangka resmi dan KDM berfungsi sebagai penggerak emosional. Akan tetapi, tantangan seperti infrastruktur yang kurang memadai, rendahnya literasi media, dan potensi ketergantungan pada tokoh karismatik perlu diatasi untuk menjamin keberlanjutan. Dengan menggunakan diagram persepsi Bell, kita dapat memahami bahwa perubahan perilaku masyarakat tidak hanya ditentukan oleh peraturan, melainkan juga oleh rangsangan budaya dan emosional yang relevan, seperti yang ditunjukkan oleh fenomena KDM.


Referensi 

- Patimah et al. (2024). [Judul artikel spesifik tidak tersedia dalam data].  

- Sarwono (1995). [Judul artikel spesifik tidak tersedia dalam data].  

- UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.  

- Liputan6.com. (2025). Gaya Komunikasi Dedi Mulyadi Terhadap Persepsi Masyarakat tentang Kepemimpinan Lokal.

0 komentar:

Posting Komentar