Senin, 07 Juli 2025

Essay 10 UAS

              UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)

              MATA KULIAH PSIKOLOGI LINGKUNGAN

 

 

 

                                              


 


                                                                                     Nama : Rizkia Rahmadanti

                                                                     NIM : 23310410126

                                                                                  Kelas : SPSJ

 

                                 Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A

 

    PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

                                                            FAKULTAS PSIKOLOGI

 

     UNIVERSITAS PROKLAMASI 45

 

   TAHUN 2025


 



Kesadaran Masyarakat Jawa Barat dalam Mengelola Sampah: Belajar dari Keteladanan Kang Dedi Mulyadi


    Masalah sampah di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa Barat, merupakan persoalan yang sudah berlangsung lama dan tampaknya sulit untuk benar-benar diatasi. Sampah yang berserakan di jalan, di selokan, maupun di sungai seringkali dianggap sebagai hal biasa yang tidak lagi menimbulkan rasa bersalah. Masyarakat tampak sudah terbiasa dengan pemandangan tersebut, sehingga kesadaran untuk menjaga lingkungan menjadi semakin memudar. Saya sendiri cukup sering menyaksikan orang membuang sampah sembarangan tanpa merasa bersalah, seolah-olah hal tersebut bukan merupakan pelanggaran. Mungkin, karena perilaku ini sudah terjadi sejak lama dan dibiarkan, masyarakat jadi menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar.

Padahal, pemerintah sebenarnya sudah mengatur masalah pengelolaan sampah dengan cukup jelas melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkannya. Namun, dalam praktiknya, masyarakat seolah merasa cukup hanya dengan membayar iuran sampah kepada petugas resmi, dan setelah itu menganggap semua urusan sudah selesai. Pola pikir seperti ini menurut saya membuat masyarakat cenderung lepas tangan. Mereka hanya berharap sampah mereka diangkut dan dibersihkan oleh petugas, tanpa merasa memiliki kewajiban untuk mengelola sampah dengan benar.

Di tengah situasi seperti itu, saya melihat kehadiran sosok Kang Dedi Mulyadi (KDM) menjadi angin segar yang memberikan contoh nyata kepada masyarakat. Saya pribadi merasa sangat terkesan ketika melihat bagaimana beliau secara langsung turun ke sungai yang penuh sampah tanpa ragu, bahkan mengajak pejabat lain untuk ikut membersihkan sampah tersebut. Tindakan seperti ini jarang dilakukan oleh pejabat. Biasanya, mereka hanya memberikan himbauan atau membuat program dari belakang meja, tetapi Kang Dedi Mulyadi memilih untuk terjun langsung ke lapangan. Saya yakin, tindakan nyata seperti inilah yang jauh lebih efektif dalam menyentuh kesadaran masyarakat, dibandingkan sekadar sosialisasi atau peraturan yang sifatnya formal.

Jika saya kaitkan dengan teori persepsi lingkungan dari Paul A. Bell dan kawan-kawan, perubahan perilaku masyarakat ini sebenarnya dapat dijelaskan melalui bagan persepsi yang sederhana. Stimulus lingkungan yang selama ini diterima masyarakat adalah tumpukan sampah yang dianggap biasa saja. Namun, kehadiran Kang Dedi Mulyadi yang turun langsung ke sungai memberikan stimulus baru yang kuat. Melalui stimulus ini, masyarakat mulai memproses ulang cara pandang mereka terhadap sampah. Timbul rasa malu, tersentuh, dan pada akhirnya sadar bahwa membuang sampah sembarangan adalah perilaku yang salah. Hasilnya, masyarakat perlahan mulai mengubah perilakunya. Beberapa mulai ikut terlibat dalam kegiatan bersih-bersih lingkungan, ada yang mulai memilah sampah di rumah, dan tidak sedikit yang mengajak orang lain untuk ikut peduli pada lingkungan sekitar.

Menurut pandangan saya, solusi yang paling efektif untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat bukan hanya melalui pembuatan regulasi, tetapi dengan memberikan teladan yang nyata. Pemerintah perlu lebih banyak menghadirkan figur-figur seperti Kang Dedi Mulyadi yang mau terjun langsung dan memberi contoh secara langsung kepada masyarakat. Selain itu, saya juga percaya bahwa pendidikan tentang pentingnya pengelolaan sampah harus diperkuat sejak usia dini, baik di lingkungan keluarga maupun di sekolah. Jika sejak kecil sudah terbiasa membuang sampah pada tempatnya dan memilah jenis sampah, maka perilaku tersebut akan terbawa hingga dewasa.

Kesadaran tidak bisa dibentuk secara instan dan tidak akan muncul hanya dengan ancaman sanksi. Perubahan perilaku butuh proses, dan menurut saya, kunci utamanya adalah kedekatan antara pemimpin dan masyarakat. Apa yang dilakukan Kang Dedi Mulyadi sudah menjadi contoh yang tepat. Saya pribadi merasa tersentuh dan mulai mengevaluasi diri sendiri, apakah selama ini saya sudah cukup peduli dengan lingkungan atau justru masih acuh. Jika gerakan sederhana seperti ini bisa terus berlanjut dan diperluas, saya yakin pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, akan mengalami perubahan yang lebih baik di masa mendatang.


TERIMAKASIH.



Daftar Pustaka

Kang Dedi Mulyadi Channel. (2025). Heboh emak-emak turun ikut kerja | KDM beri solusi tangani sampah di sungai. Diakses pada 30 Juni 2025 dari: https://www.youtube.com/watch?v=Sjw6LY44ems

Patimah, A. S., Shinta, A., & Al-Adib, A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal Psikologi, 20(1), 23–29. Diakses dari: https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807

Purba, D. O., & Shindy, R. (2025). Detik-detik Dedi Mulyadi nyebur ke sungai penuh sampah, ajak pejabat lain nyemplung. Kompas.com. 9 Maret 2025. Diakses dari: https://www.youtube.com/watch?v=CkJ7Jthkc_Y

Sarwono, S. W. (1995). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Grasindo & Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

 

0 komentar:

Posting Komentar