PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.
Nida Karunia Nafisah - 23310410099
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA
Pengelolaan
sampah di Indonesia selama ini masih menghadapi berbagai kendala dan belum
dilaksanakan secara optimal. Sesuai dengan amanat UU No. 18 Tahun 2008,
pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan pengelolaan sampah
dilakukan dengan cara yang ramah lingkungan. Namun pada kenyataannya,
masyarakat cenderung bersikap pasif dengan mengandalkan petugas kebersihan
resmi, tanpa kesadaran memadai akan pentingnya memilah dan membuang sampah pada
tempatnya. Akibatnya, tumpukan sampah di TPA maupun sungai sering kali dianggap
hal biasa dan tidak memunculkan rasa prihatin maupun dorongan untuk bertindak
Tokoh
publik Kang Dedi Mulyadi (KDM) memicu kebangkitan kesadaran bersama di
tengah masyarakat dengan tindakannya yang luar biasa—langsung menyelam ke
sungai yang dipenuhi sampah. Aksi tersebut, yang terdokumentasi dan tersebar
luas melalui berbagai kanal media sosial dan YouTube, menunjukkan bahwa sosok
pemimpin yang memberikan contoh nyata memiliki daya pengaruh besar dalam
mendorong perubahan perilaku publik.
Respons
masyarakat pun positif. Ketika melihat KDM secara langsung mengajak aparatur
negara dan warga turun tangan membersihkan lingkungan, terjadi lonjakan
keterlibatan masyarakat. Kaum ibu, generasi muda, hingga aparat desa mulai
aktif bergotong royong membersihkan sungai dan jalanan. Fenomena ini mencerminkan
adanya pergeseran persepsi masyarakat terhadap pentingnya menjaga kebersihan
lingkungan.
Perspektif
Teori Paul A. Bell
Menurut
teori persepsi lingkungan dari Paul A. Bell (dalam Patimah et al., 2024),
persepsi manusia terhadap lingkungannya dibentuk melalui proses sensasi awal,
interpretasi perseptual, dan evaluasi kognitif. Ketiga tahap ini berperan dalam
menentukan bagaimana seseorang bersikap dan bertindak terhadap kondisi
lingkungannya.
Proses
Terbentuknya Persepsi Lingkungan (Model Paul A. Bell)
Dimulai
dari lingkungan fisik, seperti tumpukan sampah yang terlihat nyata, individu
menerima rangsangan melalui indra mata yang melihat, hidung yang mencium bau
menyengat. Rangsangan ini kemudian diinterpretasikan melalui persepsi, yang
sering kali menganggap kondisi tersebut sebagai hal biasa. Namun, ketika muncul
faktor eksternal seperti aksi nyata KDM dan sorotan media sosial, persepsi ini
mulai tergoyahkan. Intervensi sosial tersebut mendorong terbentuknya kognisi
baru: bahwa sampah adalah masalah serius yang harus ditangani bersama. Pada
tahap akhir, muncul dorongan untuk bertindak, yang diwujudkan dalam kegiatan
nyata seperti ikut membersihkan lingkungan.
Rekomendasi Strategis
1.Edukasi yang Berkelanjutan Kampanye literasi lingkungan melalui jalur formal (sekolah) dan informal (media sosial) sangat penting untuk menanamkan kebiasaan memilah dan mengelola sampah sejak dini.
2.Dukungan Fasilitas dari Pemerintah Pemerintah perlu menyediakan infrastruktur yang memadai, seperti tempat daur ulang, sistem pengangkutan yang efisien, dan pelatihan masyarakat untuk pengelolaan mandiri.
3.Keteladanan Tokoh Masyarakat dan Kampanye Publik Figur publik dan tokoh lokal yang memberi contoh nyata akan memperkuat norma sosial baru, sekaligus memantik semangat kolektif dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Kang Dedi Mulyadi
Channel (2025). Heboh emak-emak turun ikut kerja | KDM beri solusi tangani sampah di
sungai. Retrieved on June 30, 2025 from:
https://www.youtube.com/watch?v=Sjw6LY44ems
Patimah, A.S., Shinta, A. & Al-Adib,
A. (2024). Persepsi terhadap lingkungan. Jurnal
Psikologi. 20(1), Maret, 23-29.
https://ejournal.up45.ac.id/index.php/psikologi/article/view/1807
Purba, D.O. &
Shindy, R. (2025). Detik-detik Dedi Mulyadi nyebur ke sungai
penuh sampah, ajak pejabat lain nyemplung. Kompas.com. 9 Maret 2025.
Retrieved from: https://www.youtube.com/watch?v=CkJ7Jthkc_Y
Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta: Grasindo
& Program Pascasarjana Prodi Psikologi UI.
0 komentar:
Posting Komentar