EKSPERIMEN DI RUMAH DOSEN
PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.
Rahma Nur Al Amina
23310410066
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
2025
Sampah adalah masalah yang sering kita anggap sepele, padahal dampaknya bisa sangat besar. Hampir setiap hari kita menghasilkan sampah, baik di rumah, sekolah, kantor, bahkan saat sedang jalan-jalan. Sayangnya, tidak semua orang sadar bagaimana cara membuang dan mengelolanya dengan benar. Dulu saya berpikir semua sampah itu sama saja kalau sudah tidak dipakai, ya tinggal buang saja. Tapi lama-kelamaan, saya mulai sadar bahwa sampah yang saya hasilkan setiap hari, terutama sampah dapur, ternyata bisa jadi masalah besar kalau tidak dikelola dengan baik. Sampah organik seperti sisa sayur, buah, atau nasi basi seringkali hanya menumpuk di tempat sampah, bau, dan mengundang lalat. Ternyata, semua itu berawal dari kebiasaan kecil: tidak memilah sampah, membuang sembarangan, dan merasa itu bukan urusan kita. Padahal, jika setiap orang mau sedikit lebih peduli, dampaknya bisa sangat besar. Mulai dari memilah sampah organik dan non-organik, membawa tas belanja sendiri, hingga tidak membuang sampah sembarangan, semua bisa dilakukan tanpa perlu usaha besar.
Kesadaran tentang sampah bukan hanya soal menjaga kebersihan, tapi juga soal menjaga lingkungan dan masa depan. Jika kita terus abai, bukan tidak mungkin anak cucu kita nanti akan hidup di dunia yang penuh limbah.
Pada hari Minggu tanggal 04 Mei 2025, saya dan rekan rekan mahasiswa UP45 melakukan eksperimen di rumah ibu Arundati Shinta, selaku dosen Psikologi Lingkungan. Disitu mahasiswa diminta untuk membawa masing masing satu makanan yang memiliki bungkus dari plastik dan dari daun. Sampah bungkus makanan tersebut akan dicuci hingga bersih, lalu di jemur. Setelah kering, sampah akan dipilah antara sampah anorganik dan organik. Untuk sampah anorganik daun daunan yang sudah kering akan dihancurkan menggunakan mesin penghancur buatan sendiri. Untuk sampah anorganik dapat disulap menjadi pupuk kompos, sedangkan untuk sampah anorganik bisa dijadikan ecobrick atau bisa juga disimpan dan disetorkan ke bank sampah.
Pada pertemuan ini, saya diberi kesempatan untuk melihat langsung dan membantu cara membuat pupuk kompos. Caranya adalah masukam limbah daun yang sudah dikeringkan dan sudah dicacah ke dalam wadah yang besar. Berikan bahan fermentasi sampah dapur seperti kulit bawang yang sudah dibusukkan, molase, cairan GM4, daun sirih, serta bahan tambahan seperti dedak, tricoderma, POC, dan kapur tani yang berfungsi untuk menstabilkan pH. Aduk hingga semua bahan tercampur merata. Selanjutnya pindahkan kedalam gentong untuk proses fermentasi, diamkan kurang lebih selama 2 minggu. Selain bermanfaat untuk menyuburkan tanah, hal tersebut juga dapat mengurangi penumpukan limbah di TPA.
Selain membuat kompos, saya juga diberi kesempatan untuk membuat sabun cair ecoenzim. Caranya membuat ecoenzim adalah campurkan limbah dapur seperti sampah kulit buah atau sayur lalu dicampurkan dengan air, madu, dan gula. Diamkan kurang lebih 2 bulan supaya fermentasi limbah dapur tersebut tidak gagal. Setelah itu campurkan ecoenzim yang sudah jadi dengan garam industri, aminon, MES, EDTA, gliserin, pewarna, dan pewangi. Campurkan pada air panas, aduk hingga menjadi sabun. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa limbah yang terlihat tidak bermanfaat ternyata sangat bermanfaat seperti sabun cuci piring dari ecoenzim ini. Dan yang terakhir adalah pembuatan parcel. Parcel ini berisikan pupuk kompos dan sabun cuci piring ecoenzim yang sudah teman teman buat tadi. Disini saya diajarkan cara packing parcel dengan baik dan benar dan tentunya layak jual. Parcel ini dapat digunakan sebagai hadiah untuk seseorang, atau dapat digunakan untuk souvenir. Selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai peluang usaha, dan yang paling penting adalah ternyata kita bisa memanfaatkan dan mengurangi penumpukan sampah.
0 komentar:
Posting Komentar