Selasa, 12 Oktober 2021

TEORI KEADILAN JOHN STACEY ADAMS

Nama : Viana Bintang Amanda Putri 

NIM : 20310410051 

Persyaratan MID Psikologi Sosial  

                                                                TEORI KEADILAN J. STACY ADAM

    John Stacey Adams (lahir 1925) adalah seorang psikolog tempat kerja dan perilaku Amerika. Pencipta (tahun 1965) teori keadilan yang digunakan dalam konteks pertimbangan motivasi dalam bekerja (equity theory on job motivation).Sama seperti banyak teori motivasi yang lebih umum (seperti Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow dan Teori Dua Faktor Frederick Herzberg ). Ada dua prinsip utama Teori Ekuitas Adams: pertama, perlu ada keseimbangan antara input kerja kita (usaha) dan output (hadiah). Dan kedua, pekerja perlu merasa diperlakukan secara adil dibandingkan dengan rekan kerja mereka. Teori Ekuitas Adams mengakui bahwa faktor halus dan variabel mempengaruhi penilaian dan persepsi karyawan tentang hubungan mereka dengan pekerjaan mereka dan majikan mereka. Teori keadilan menyatakan bahwa manusia mempunyai pikiran, perasaan, dan pandangan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Teori ini diciptakan secara khusus untuk memprediksi pengaruh imbalan terhadap perilaku manusia. Adam mengemukakan bahwa individu-individu akan membuat perbandingan-perbandingan tertentu terhadap suatu pekerjaan. Perbandingan-perbandingan tersebut sangat mempengaruhi kemantapan pikiran dan perasaan mereka mengenai imbalan, serta menghasilkan perubahan motivasi dan perilaku. 

    Teori keadilan Adams didasarkan pada premis bahwa faktor penting dalam motivasi, efisiensi, dan kepuasan adalah penilaian individu karyawan terhadap keadilan atau kewajaran penghargaan. Keadilan dapat didefinisikan sebagai rasio beban kerja karyawan terhadap imbalan yang mereka peroleh dibandingkan dengan imbalan yang diberikan kepada orang lain untuk biaya serupa. Ketika orang percaya bahwa telah terjadi ketidakadilan, mereka berada dalam keadaan tegang, yang mereka coba keluarkan dengan memodifikasi perilaku mereka: mereka dapat melakukan ini dengan mengurangi input mereka (melakukan sedikit usaha), atau dengan mencoba meningkatkan output mereka. , yang sering bermanifestasi sebagai permintaan kenaikan gaji. Oleh karena itu, rasa keadilan adalah hasil dari kesetaraan antara dua hubungan. Diskusi dan penelitian dalam konteks teori keadilan fokus pada uang sebagai hadiah paling signifikan di tempat kerja. 

    Hasil akhir dari suatu pekerjaan (seperti upah, prestise dan imbalan tambahan), dan masukan ke dalam pekerjaan (seperti usaha, tingkat pendidikan dan pengalaman), membentuk rasio bagi setiap individu sesuai dengan rumusan teori keadilan J. Stacey Adams. Individu membandingkan rasionya dengan rasio dari sumber referensi, seperti sesame pekerja di sampingnya untuk dapat menentukan adilnya situasi. Sebagai contoh seorang pekerja percaya bahwa ia bekerja dua kali lebih keras dari teman kerjanya tetapi ia juga mempersepsikan bahwa ia mendapat imbalan dua kali banyaknya dari teman kerjanya. Jika semua hal lain sama maka rasio sudah seimbang dan pekerja tersebut merasa sudah diperlakukan dengan adil. 

    Menurut teori keadilan, sebagai hasil memperbandingkan rasio dengan sumber referensi, individu dapat mempersepsikan dirinya berada dalam salah satu dari tiga kondisi. Ketiga kondisi ini ialah ketidakadilan karena imbalan lebih, ketidakadilan karena imbalan kurang dan kondisi yang adil. Ketidakadilan karena imbalan berlebih terjadi bila seseorang mempersepsikan dirinya mendapat imbalan lebih untuk pekerjaan dibandingkan dengan masukan daripada orang lain. Dalam situasi seperti itu timbul rasa bersalah dan individu itu akan mencoba memperbaiki rasio. Untuk melakukan ini orang itu dapat merasionalisasikan ketidakadilan yang dipersepsikan (misalnya dengan memilih sumber referensi lain untuk memperbandingkan dirinya), atau mencari sarana untuk menyesuaikan rasio hasil akhir/masukan. Misalnya pekerja diupah per unit yang terselesaikan merasa dirinya diupah terlalu besar per unitnya, maka ia dapat mengurangi kecepatan kerjanya sehingga mengurangi upah yang akan ia terima. Atau seperti ini, ia dapat meningkatkan mutu kerja untuk dapat membenarkan tingginya upah.

    Ketidakadilan karena imbalan kurang, terjadi bila individu merasa dirinya mendapatkan hasil akhir kurang disbanding masukan dari pekerjaan, dari sumber referensinya. Dalam situasi seperti itu individu mencoba menetapkan kembali keadilan dengan menambah atau mengurangi masukan. Sebagai contoh, di bawah kondisi upah per unit, riset menyarankan bahwa individu dengan imbalan kurang cenderung menambah jumlah unit pekerjaan tetapi mengurangi mutunya. Keadilan ada bila rasio hasil akhir/masukan dari sumber referensi dipersepsikan sama dengan milik individu. Dalam keadaan seperti itu tidak diharapkan akan ada perubahan perilaku karena rasio berada dalam keseimbangan. Manfaat yang dapat diperoleh manajer dari teori keadilan untuk meningkatkan performa pegawai: 

a) Menyarankan bahwa manajer perlu menyediakan hasil akhir yang dipersepsikan oleh individu sebagai relevan dengan kebutuhannya. Sebagai contoh, sebuah penelitian pegawai perusahaan pelayanan umum menunjukkan bahwa jaminan pekerjaan merupakan hasil akhir terpenting bagi pegawai administrasi, sementara pekerja produksi mementingkan upah di atas semua hasil akhir lainnya. Kesempatan untuk maju menempati urutan kedua bagi pekerja produksi tetapi relatif tidak begitu penting bagi pekerja administrasi. 

b) Manajer perlu merencanakan sistem kompensasi yang dapat menghindari dampak yang merusak performa dari ketidakadilan imbalan yang kurang. Peningkatan dalam absensi, perputaran pegawai dan perilaku yang mengganggu merupakan gejala percobaan untuk menghilangkan ketidakadilan yang dipersepsikan. 

c) Manajer perlu untuk selalu mengingat bahwa imbalan berlebihan tidak selalu berakibat produksi bertambah atau perbaikan performa. Individu mampu untuk merasionalisasikan imbalan lebih yang sangat besar. Juga dalam hal manajer mampu menciptakan ketidakadilan imbalan lebih, pegawai dengan cepat dapat menyesuaikan diri dengan tingkat imbalan yang tinggi. Hal ini mungkin terjadi terutama dalam situasi dimana pekerja tidak jelas mengetahui tingkat performa, kualifikasi sebelumnya dan tingkat kompensasi dari sumber referensi. 

 

Sumber: Timpe, A. Dale. 1999. Seri Manajemen Sumber Daya Manusia: Memotivasi Pegawai. PT. Gramedia Asri Media : Jakarta

0 komentar:

Posting Komentar