Kamis, 20 Juli 2023

POTRET RESIPROSITAS "TRADISI NYUMBANG" DI DAERAH PERDESAAN YOGYAKARTA "Ujian Akhir Psikologi Sosial dengan pengampu Dr., Dra. Arundati Shinta, MA."

 Potret Resiprositas “Tradisi Nyumbang” di daerah Perdesaan Yogyakarta

 “Ujian Akhir Psikologi Sosial”

 Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA. 

Disusun oleh : 

Novita Prabandari

22310410039 

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

 

 

 

I. Pendahuluan

Desa-desa di wilayah Jawa memiliki adat dan kebiasaan yang sangat unik, termasuk tradisi nyumbang yang melibatkan seluruh penduduk desa. Dalam tradisi ini, ketika seseorang memiliki peristiwa penting dalam kehidupannya, seperti kelahiran anak, kematian anggota keluarga, atau pesta khitan, mereka diharuskan untuk menyumbang 120 kotak makanan untuk tetangga mereka sebagai tanda syukur atau penghormatan. Namun, tradisi ini juga menimbulkan permasalahan yang perlu dicermati. Kali ini saya akan membahas permasalahan yang timbul dari tradisi nyumbang di desa tersebut, bagaimana penduduk dapat menghadapinya, apakah tradisi ini mencerminkan perilaku bergotong royong atau adanya ketakutan akan dampak perilaku tidak conform pada tetangga, dan bagaimana situasi ini terkait dengan teori Albert Bandura dan Niccolo Machiavelli.

II. Permasalahan dalam Tradisi Nyumbang

Tradisi nyumbang dengan jumlah yang besar (120 kotak makanan) untuk setiap peristiwa penting dapat menimbulkan beberapa permasalahan. Pertama, beban finansial yang berat mungkin dirasakan oleh keluarga dengan keterbatasan ekonomi atau yang memiliki banyak anggota keluarga. Kedua, keseragaman dan kualitas makanan yang disumbangkan dapat menjadi tidak terjamin, sehingga ada potensi ketidaksetaraan dalam manfaat yang diterima oleh setiap keluarga. Ketiga, tradisi ini bisa menyebabkan ketidakadilan sosial, di mana beberapa keluarga mungkin lebih terbebani daripada yang lain dalam menyediakan sumbangan.

III. Menghadapi Permasalahan

Jika saya tinggal di daerah tersebut dan mengalami permasalahan yang diuraikan di atas, langkah yang bisa diambil adalah membangun dialog dengan warga desa dan tokoh masyarakat. Diskusi bersama dapat membuka peluang untuk menemukan solusi bersama yang lebih inklusif dan adil. Pengaturan ulang jumlah kotak makanan yang harus disumbangkan atau mencari bentuk sumbangan alternatif yang lebih fleksibel bisa menjadi pilihan. Selain itu, pendekatan pendidikan dan kesadaran akan pentingnya kebersamaan dan keseimbangan dalam berbagi dapat diterapkan untuk menciptakan kesadaran kolektif tentang kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

IV. Perilaku Bergotong Royong atau Ketakutan akan Dampak Tidak Conform

Situasi ini menunjukkan perilaku bergotong royong dalam masyarakat desa. Meskipun ada ketakutan akan dampak dari perilaku tidak conform pada tetangga, kehadiran rasa kebersamaan dan keterikatan antarwarga desa lebih dominan. Tradisi nyumbang dijalankan secara kolektif oleh seluruh penduduk desa, menunjukkan sikap saling peduli dan membantu sesama dalam peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan.

V. Konformitas Terhadap Tradisi Nyumbang dalam Teori Albert Bandura

Dalam konteks teori Albert Bandura, penting untuk mengajarkan konformitas terhadap tradisi nyumbang ini dengan pendekatan yang berfokus pada nilai-nilai positif di balik tindakan tersebut. Anak-anak dapat diajarkan bahwa tradisi nyumbang adalah cara untuk menunjukkan rasa syukur dan kepedulian terhadap orang lain dalam momen-momen spesial. Namun, di sisi lain, penting untuk mengajarkan bahwa setiap individu berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya, sehingga beban yang harus ditanggung tidak menjadi tidak adil.

VI. Perilaku Menyumbang dalam Teori Niccolo Machiavelli dan Monetisasi Desa

Dalam teori Niccolo Machiavelli, seorang calon pemimpin atau penguasa mengutamakan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan atau memenangkan dukungan massa tanpa memandang alat atau cara yang digunakan. Dalam konteks desa dengan tradisi nyumbang, seorang calon pemimpin mungkin dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk memperoleh dukungan politik. Namun, penting untuk mencatat bahwa dalam era monetisasi desa, tradisi nyumbang yang dianggap positif dan mencerminkan kebersamaan juga dapat terpengaruh oleh motif politik dan ekonomi yang tidak selalu tulus.

VII. Kesimpulan

Tradisi nyumbang dalam desa di Yogya mencerminkan perilaku bergotong royong dan kebersamaan yang diwariskan secara turun-temurun. Meskipun demikian, permasalahan yang timbul dari tradisi ini harus diatasi dengan kerjasama dan pemikiran bersama untuk mencapai keadilan sosial. Penting untuk mengajarkan konformitas terhadap tradisi nyumbang dengan penekanan pada nilai-nilai positif yang menghargai rasa syukur dan saling peduli dalam masyarakat. Namun, pengaruh politik dan monetisasi desa harus diwaspadai agar tradisi ini tetap murni dan dilakukan dengan niat tulus untuk membantu sesama.

Daftar Pustaka

Lestari, Soetji, dkk. 2012. Potret Resiprositas dalam Tradisi Nyumbang di Perdesaan Jawa di Tengah Monetisasi Desa. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik Vol 25, No 4

Setiawan, Eko. 2022. Potret Resiprositas Tradisi Nyumbang Pada Perempuan Perdesaan Di Desa Kaliparat Banyuwangi. Jurnal Equalita, Vol 4 Issue 1, Juni 2022

Suryana, Aditya dan Grendi Hendrastomo. Pemaknaan Tradisi Nyumbang Dalam Pernikahan Di Masyarakat Desa Kalikebo, Trucuk, Klaten. Jurnal Pendidikan Sosiologi

0 komentar:

Posting Komentar