Kamis, 20 Juli 2023

Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial_Diana Widiastuti

 

UJIAN AKHIR SEMESTER

 

Tradisi Nyumbang, Sebuah Tuntutan Masyarakat

Essay 3

Psikologi Sosial

Diana Widiastuti

22310410034

Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Gambar Bareksa.com

Konsep " tradisi nyumbang" adalah konsep saling tukar pemberian yang dilekatkan untuk masyarakat di pedesaan Jawa. Nyumbang dalam istilah lokal bahasa Jawa memiliki arti kata kerja menyumbang atau melakukan kegiatan memberi sumbangan. Dalam arti khusus, nyumbang adalah memberi sumbangan kepada orang yang memiliki hajatan/selamatan (perkawinan, khitanan/ sunatan, kelahiran, dan lain sebagainya) (Setiawan, 2022).

Tradisi nyumbang dalam masyarakat perdesaan di Jawa merupakan wujud kegiatan tolong menolong dan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam menjaga harmonisasi sosial. Nyumbang dimaksudkan untuk membantu meringankan beban orang yang menggelar hajatan, agar beban yang dipikul tidak terlalu berat (Prasetyo, 2010). Nyumbang merupakan pranata sosial yang menunjuk kepada kebersamaan perasaan moral dalam komunitas. Sekaligus simbol ikatan sosial masyarakat desa yang memiki fungsi resiprositas dengan cara saling memberi dan saling tolong menolong sekaligus memberikan gambaran dinamika interaksi komunitas warga desa. Hubungan timbal-balik tersebut berlangsung terus menerus dan diwariskan dari generasi ke generasi. Sudah menjadi kebiasaan dan mendapat pengesahan cukup lama dalam masyarakat perdesaan. Nyumbang merupakan tindakan afektif karena mengandung berbagi unsur kebersamaan sebagai tetangga, kerabat, yang menyangkut etika moral dalam hidup bermasyarakat. Nyumbang bagian dari rasionalitas nilai yang menyangkut tujuan untuk menjunjung prinsip-prinsip resiprositas dalam masyarakat, sekalipun dalam kondisi ekonomi terbatas (Suyanto, 2017).

Sebagai anggota masyarakat yang tinggal di tengah perkampungan, saya mengalami sendiri kewajiban nyumbang ini. Kegiatan nyumbang ini biasanya pada acara pernikahan, khitanan, bayen, tilikan, dan layatan, yang biasanya saya nyumbang berupa sejumlah uang yang dimasukkan kedalam amplop. Meskipun tertutup, rasa pekewuh pasti ada jika kita akan memasukkan uang dengan jumlah yang sedikit. Besaran nyumbang di acara pernikahan, khitanan, dan bayen, biasanya dalam jumlah yang jauh lebih besar. Beda dengan di acara tilikan dan layatan, nyumbang akan jauh lebih kecil nominalnya. Nyumbang ini adalah sebagai alat tukar, dimana tamu undangan akan dijamu dengan berbagai macam hidangan atau minimal akan ada ater-ater atau ada juga yang menggunakan istilah tonjokan sebagai balas budi bagi para penyumbang.

Akan jadi masalah jika tradisi nyumbang menjadi sebuah kewajiban yang memberatkan masyarakat ekeonomi lemah, terutama kaum perempuan. Dimana perempuan yang rata-rata adalah para ibu rumah tangga mengelola keuangan rumah tangga dengan penghasilan suami yang pas-pasan. Jangankan untuk nyumbang, untuk belanja sehari-hari saja masih kekurangan, belum lagi jika urusan kebutuhan anak. Betapa tradisi nyumbang ini menjadi hal yang membebani dan sering dikeluhkan para ibu rumah tangga. Tidak sedikit para ibu yang akhirnya terbiasa meminjam uang dari bank keliling untuk memenuhi kebutuhan sosialnya. Bank keliling akan banyak dicari saat musim hajatan tiba, yaitu menjelang Idul Adha. Karena pada momen tersebut akan banyak undangan untuk menghadiri pernikahan.

Untuk saya pribadi, acara pernikahan dan khitanan, bukanlah prioritas kegiatan ‘nyumbang’. Saya lebih memprioritaskan untuk bayen, tilikan, atau layatan. Bukan karena nominal sumbangannya lebih sedikit, tetapi lebih ingin nyumbang untuk yang membutuhkan. Undangan pesta pernikahan atau khitanan, jika saya tidak bisa hadir, maka tidak ada tuntutan untuk nyumbang. Jika saya menghadiri undangan pesta, maka saya akan nyumbang sesuai dengan kondisi keuangan saya saat itu. Saya tidak akan memaksakan diri dengan hutang atau meminjam uang hanya demi bisa berangkat pesta atau terlihat nyumbang dengan nominal besar.

Nyumbang sejatinya adalah sukarela, sesuai kemampuan pemberi sumbangan, sebagai bentuk kepedulian dan gotong-royong. Turut menyumbang juga sebagai bentuk konformitas, dimana masyarakat sekitar telah memberikan pengaruh sosial terhadap individu agar mengikuti kebiasaan nyumbang. Sanksi sosial akan kita dapatkan jika kita menjadi tidak peduli akan hal ini. Bisa jadi masyarakat juga menjadi tidak peduli dengan kehadiran kita, enggan membantu jika kita mengalami kesulitan, bahkan bisa dikucilkan oleh masyarakat.

Sebagai seorang ibu, saya akan membekali putri saya dengan menceritakan pengalaman dan pemikiran saya tentang tradisi nyumbang ini. Sebagai anggota masyarakat, kita tidak akan pernah bisa lepas dari tradisi dan budayanya. Namun bukan semata-mata karena konformitas dari masyarakat dan ingin diterima oleh masyarakat, membuat kita nyumbang, namun tetap munculkan nilai-nilai kemanusiaan, kepedulian, dan sebagai bentuk gotong-royong dalam rangka meringankan beban orang lain. Untuk selanjutnya, saya akan membiarkan putri saya untuk mengemukakan pendapatnya dan mengambil sikap menurut cara pandangnya sendiri.

Perilaku nyumbang untuk menang Pilkada, sesuai dengan teori Niccolo Machiavelli. Menjelang Pilkada, para caleg berlomba-lomba mengambil hati masyarakat dengan menyumbangkan materinya. Hal ini merupakan salah satu strategi politik. Menurut Machiavelli, politik dan moral adalah dua bidang yang tidak memiliki hubungan sama sekali, yang diperhitungkan hanyalah kesuksesan sehingga tidak ada perhatian pada moral di dalam urusan politik. Baginya hanya satu kaidah etika politik: yang baik adalah apa saja yang memperkuat kekuasaan raja (rizkie-libary, 2016). Jadi nyumbang-nya para politikus bukan karena kemanusiaan atau gotong-royong, melainkan semata-mata adalah untuk meraih kesuksesannya sendiri

 

Daftar Pustaka :

Setiawan, Eko. 2022. Potret Resiprositas Tradisi Nyumbang pada Perempuan Perdesaan di Desa Kaliapit Banyuwangi. Journal.syekhnurjati.ac.id. Diakses Tanggal 20 Juli 2023.

Soetji lestari, Titik Sumarti, Nurmala K. Pandjaitan, S.M.P. Tjondronegoro. 2012. Journal.unair.ac.id. Diakses Tanggal 20 Juli 2023.

Suryana, Adhitya. Pemaknaan Tradisi Nyumbang dalam Pernikahan di Masyarakat Desa Kalikebo, Trusuk, Klaten. journal.student.uny.ac.id. Diakses Tanggal 20 Juli 2023

Rizkie. 2016. Pemikiran Machiavelli tentang Politik. Rizkie-library.blogspot.com. Diakses Tanggal 20 Juli 2023

 

 

 




0 komentar:

Posting Komentar