Kamis, 20 Juli 2023

UAS: “Tradisi Nyumbang” Psikologi sosial Ilma Putri Andriasih _ 22310410059 _ Psikologi Sp

TRADISI “NYUMBANG” DI DESA SEPERTI HUTANG PIUTANG

UJIAN AKHIR SEMESTER

PSIKOLOGI SOSIAL


Ilma Putri Andriasih 

22310410059


Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA





Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta



Tradisi Nyumbang Di Desa 


Nyumbang merupakan kegiatan gotong-royong karena didalamnya terdapat unsur tolong-menolong, namun kegiatan nyumbang juga terdapat unsur resiprositas dimana ada unsur pertukaran dalam kegiatan nyumbang. Masyarakat mempercayai bahwa berapapun uang atau barang serta tenaga yang dikeluarkan, maka suatu saat akan kembali seperti yang sudah dikeluarkannya. Resiprositas merupakan hubungan timbal balik dan pertukaran antara individu dengan individu atau antara kelompok dengan kelompok. Resiprositas memiliki posisi sosial yang sama diantara mereka meskipun mereka memiliki status sosial, dan tingkat kekayaan yang berbeda (Damsar, dkk. 2009: 104).


Konsep pemberian dan saling tukar hadiah (pemberian) adalah konsep yang bersifat universal di berbagai belahan dunia, di kota maupun di desa. Istilah yang digunakan juga sangat beragam yang sekaligus menggambarkan stratifikasi sosial masyarakat. Konsep "tradisi nyumbang" adalah konsep saling tukar pemberian yang dilekatkan untuk masyarakat di pedesaan Jawa. Nyumbang dalam istilah lokal bahasa Jawa memiliki arti kata kerja menyumbang atau melakukan kegiatan memberi sumbangan. Dalam arti khusus, nyumbang adalah memberi sumbangan kepada orang yang memiliki hajatan/selamatan (perkawinan, khitanan/ sunatan, kelahiran, dan lain sebagainya). Meskipun nyumbang adalah istilah lokal masyarakat Jawa (khususnya di pedesaan), tetapi aktivitas ini adalah merupakan aktivitas universal yang ada di hampir semua komunitas dunia dengan istilah yang beragam sebagaimana pernah dikaji oleh Mauss (1992) dan juga Belshaw (1981). Di Jawa sendiri nyumbang memiliki istilah yang beragam seperti misalnya njagong (Jawa Tengah), De'-Nyande' (Madura), mbecek (Ponorogo/Jawa Timur), dan gantangan (Subang Jawa Barat) (Prasetyo 2010). Mengingat nyumbang merupakan istilah lokal Jawa yang berhubungan dengan tradisi hajatan/selamatan sehingga disebut dengan tradisi nyumbang. Hal ini sekaligus memunculkan anggapan bahwa menghadiri hajatan identik dengan nyumbang.




Di suatu desa di Yogyakarta , yang mana adat dan kebiasaan penduduknya sangat unik. Jumlah penduduk desa tersebut adalah sekitar 120 keluarga. Ketika mempunyai anak maka sebagai tanda syukur adalah  harus menyumbang 120 kotak makanan untuk tetangga . Ketika salah satu anggota keluarga meninggal dan harus membuat upacara penghormatan bagi kerabat yang meninggal, maka  juga harus menyumbang 120 kotak makanan untuk tetangga. Ketika salah satu anak dikhitan (disunat) dan mengadakan syukuran, maka  harus mengirimkan 120 kotak makanan bagi tetangga. Kebiasaan-kebiasaan itu dilakukan oleh seluruh penduduk desa tersebut. Artinya,  sebagai salah satu penduduk di desa itu, maka  selain harus menyumbang  juga akan sering menerima kotak makanan dari tetangga. 


PERMASALAHAN 


Dalam konsep nyumbang itu sendiri sering dilandaskan dengan rasa ikhlas dan tulus, namun sebagian masyarakat juga akan merasakan keterpaksaan dalam tradisi tersebut, dimana orang yang tidak mampu untuk mengadakan acara secara tidak langsung harus dipaksa untuk menyumbang ke tetangga atau memberi bingkisan dari acara tersebut kepada tetangga  sekitar rumahnya hanya karena agar tidak menjadi gunjingan tetangganya sendiri. 


Belum lagi mengingat ketika tetangga yang mempunyai acara atau hajatan sering memberi sumbangan juga. Disini tradisi sumbangan malah terlibat seperti hutang piutang yang wajib dibayarkan jika kita memiliki acara atau hajatan, menegaskan hutang yang harus dibayar namun bukan hutang yang sebenarnya. 


Tradisi tersebut seperti memaksakan seluruh anggota desa untuk mengikuti  baik kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim. Seluruh warga desa seperti diwajibkan mengadakan tradisi sumbang menyumbang dalam sebuah acara yang diselenggarakan. Namun hal tersebut juga akan menimbulkan masalah lain seperti bahan sumbangan yang diterima tidak setimpal atau lebih rendah nilainya dibanding saat memberikan sumbangan maka hal tersebut akan menjadi bahan gunjingan pula bagi warga sekitar. 


Hal tersebut menjadi masalah tersendiri bagi warga golongan bawah jika mempunyai acara selain biaya untuk acara tersebut yang tentu sudah memakan banyak biaya dituntut secara tidak langsung  harus memikirkan lagi biaya yang harus dikeluarkan untuk tradisi sumbang menyumbang tersebut. 


SOLUSINYA


  • Jika mengingat kita dilahirkan dan dibesarkan di daerah tersebut makan secara tidak langsung pasti akan selalu mengikuti tradisi tersebut, mengingat jika semisal kita tidak mengikuti dalam ruang lingkup daerah yang tidak luas maka kita akan menghindari hal yang akan menjadi bahan gunjingan bahkan bisa dikucilkan, hanya saja kita bisa melakukannya sesuai dengan kemampuan kita. 


Lalu, bagaimana semisal kita tidak dilahirkan atau dibesarkan di lingkungan tersebut dengan kata lain bagaimana jika kita pindahan dari daerah luar yang sebelumnya tidak mengikuti tradisi tersebut sebelumnya? 


Mengingat biaya pindah rumah yang memakan biaya tidak sedikit namun diwajibkan untuk mengikuti tradisi tersebut ada baiknya kita menanyakan dahulu bagaimana sistematika yang digunakan dalam tradisi tersebut, atau mungkin jika sudah mengetahui sistematika atas tradisi tersebut sebaiknya kita mengikuti tradisi tersebut namun tidak perlu memaksakan diri. Semisal kita hanya perlu memberi sumbangan atas rasa saling menghormati untuk tetangga sekitar dan kepala desa tidak perlu untuk seluruh warga di daerah tersebut. 


Namun ada baiknya juga mengikuti tradisi tersebut untuk mempererat solidaritas antar warga sekitar, ada timbal balik yang bagus jika kita mengalami kesusahan dan memerlukan bantuan maka warga sekitar juga akan ikut berpartisipasi untuk membantu, 


  • Mengingat dari penjelasan Albert Bandura bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Jika suatu saat saya mempunyai anak dan masih tinggal didaerah yang masih menekankan tradisi sumbangan tersebut maka saya akan memberi penjelasan dari mekanisme sumbangan tersebut, saya akan mengajarkan konformitas hal tersebut diambil dari sisi baiknya, dimana dalam hal tersebut kita dapat membantu meringankan beban orang lain yang membutuhkan, terlebih lagi hal tersebut dapat menumbuhkan rasa solidaritas yang tinggi. Namun saya juga menekankan bahwa kita tidak perlu memaksakan diri untuk melakukan hal yang harus melebihi kemampuan kita. 


  • Secara makro mengapa perilaku menyumbang ini termasuk salah satu cara untuk memenangkan pilkada mengingat Niccolo Machiavelli yang menuangkan pemikirannya tentang politik dalam bukunya The Prince yang dikenal sebagai buku yang paling kontroversial namun Niccolo Machiavelli juga menerbitkan buku kedua berjudul The Discourses yang mana di buku pertama pembaca mengetahui bahwa Niccolo Machiavelli adalah seorang par excellence namun di buku kedua pembaca dapat mengerti bahwa sebenarnya  Machiavelli adalah seorang republikan.


Terlihat dari sekumpulan konsep yang didalamnya tokoh ini bertujuan agar para pembacanya memahami bahwa seorang penguasa bila menginginkan keberhasilan dalam memanage negaranya maka dia harus mempertimbangkan segala kondisi dan situasi agar tidak salah dalam bertindak . 


Hal tersebut berkaitan dengan perilaku menyumbang dapat berpengaruh terhadap kemenangan pilkada dikarenakan adanya interaksi terhadap masyarakat atas peristiwa tersebut sehingga secara tidak langsung masyarakat yang menerima sumbangan merasa diperhatikan oleh kandidat tersebut sehingga menimbulkan rasa percaya untuk memilih anggota pilkada tersebut. Dari hasil suara yang didapat dari tindakan menyumbang tersebut dapat mengumpulkan poin untuk kemenangan pilkada tersebut.






DAFTAR PUSTAKA


Setiawan E. (2022). POTRET RESIPROSITAS TRADISI NYUMBANG PADA PEREMPUAN PERDESAAN DI DESA KALIPAIT BANYUWANGI. Jurnal Equalita,  Vol 4 , Issue 1.


Lestari, dkk., (2012).  Potret Resiprositas dalam Tradisi Nyumbang di Pedesaan Jawa di Tengah Monetisasi Desa. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Vol. 25, No. 4, Hal 271. 


Suryana, A., & Hendrastomo, G. PEMAKNAAN TRADISI NYUMBANG DALAM PERNIKAHAN DI MASYARAKAT DESA KALIKEBO, TRUCUK, KLATEN. Jurnal Pendidikan Sosiologi.


Mujahid, H. (2011). Etika dan kekuasaan: pemikiran niccolo machiavelli atas etika dan kekuasaan dalam ranah politik.




0 komentar:

Posting Komentar