Kamis, 20 Juli 2023

SEBUAH TRADISI YANG MASIH DI GUNAKAN OLEH KALANGAN MASYARKAT SECARA TURUN TEMURUN DALAM ACARA KELUARGA YANG BESAR "NYUMABANG"

 " Ujian Akhir Psikologi Sosial dengan pengampu Arundati Shinta"

Risa Jois Amara

22310410075

UNIVERSITAS PROKLAMSI 45 

YOGYAKARTA




PENDAHULUAN

Masyarakat desa memiliki konsep dasar yaitu hidup bersama yang penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab. Kehidupan berkelompok menyebabkan adanya hubungan yang erat yang terjalin satu sama lain, sehingga gotong royong merupakan suatu kewajiban dan kebutuhan bagi masyarakat itu sendiri. Faktor timbal-balik yang berlaku pada tradisi nyumbang menjadi dasar masih melekatnya nilai resiprositas pada berbagai jenis sumbangan yang selama ini dilakukan. Indonesia memiliki keanekaragaman budaya yang masih terjaga. Keberagaman suku, adat istiadat dan budaya yang ada di Negara Indonesia menjadikan Indonesia kaya akan budaya nasional, terlebih lagi banyak masyarakat yang memelihara budaya yang diwariskan oleh nenek moyang pada saat ini. Tradisi nyumbang merupakan kebiasaan masyarakat pada pelaksanaan hajatan atau pesta untuk memberikan bantuan dan pertolongan yang didalamnya terdapat suatu keyakinan bahwa kewajiban untuk membalas balik apa yang sudah diberikan. Oleh sebab itu resiprositas (pertukaran) dapat mengatur perilaku seseorang dalam tradisi nyumbang, sehingga masyarakat yang menyumbang dan disumbang dapat menyesuaikan diri dalam norma pertukaran (Santoso, 2017).  

PEMBAHASAN

Dibalik aktivitas sumbang- menyumbang terdapat suatu beban sosial atau bisa kita sebut dengan suatu permasalahan dimana masyarakat yang dalam keadaan kurang mampu tetap melaksanakan nyumbang dengan berbagai cara. Hal tersebut juga tidak terlepas dari sifat masyarakat yang memiliki sistem timbal-balik yang kuat dalam melaksanankan nyumbang. Masyarakat Juga memiliki sikap terpaksa dalam menyumbang dan membantu sesamanya hal itu karena jasa yang pernah diberikan kepadanya. Keterpaksaan itu muncul bukan dari diri masyarakat tetapi dalam sistem yang mengatur Hal tersebut sering disebut sebagai kekerasan simbolik. Menurut Bourdieu Kekerasan simbolik merupakan suatu bentuk kekerasan yang secara paksa mendapat kepatuhan yang mengatur aktivitasnya yang tidak dirasakan sebagai paksaan dengan bersandar pada standar yang tertanam secara sosial di masyarakat (dikutip dari Madoko, H. 2009). 

Sebagai masyarakat yang hidup di sebuah desa, dimana di dalamanya kegiatan Nyumbang itu masih menjadi tradisi yang terlaksana sampai sekarang pasti jika kita tidak mempunyai suatu barang untuk di sumbangkan tentunya kita akan menjadi bahan pembicaraan di lingkungan masyarakat tersebut, tetapi kita juga tidak bisa memaksaakn untuk selalu bisa menyumbang kepada orang yang sedang melakukan hajat, karena jika terlalu memaksakan keadaan hal sulit pasti akan terjadi kepada kota contohnya, kita terpaksa untuk berhutang agar bisa menyumbang. Maka dari itu jika kita berasal dari keluarga yang tidak mampu sebaiknya kita tidak perlu memaksakan untuk selalu membalas pemebrian orang dengan barang yang nominal nya sama ketika yang mereka berikan, jika mereka paham dengan keadaan kita pasti masyarkat tersebut akan memkluminya dan bisa saja kita mebantunya dengan mengerahkan tenaga kita untuk mensukseskan acaranya. Dan itu pun jiga sama halnya dengan kota Menyumbangkan tenaga kita kepada yang mempunyai hajat. 

Nyumbang adalah salah satu bentuk gotong royong. Nyumbang juga merupakan tradisi masyarakat , untuk membantu sesama yang sedang mempunyai hajat. Nyumbang biasanya berwujud pemberian barang dalam bentuk materi baik uang maupun barang. Di sebut gotong royong karena ketika ada hajat maka hampir semua orang yang berada di kampung tersebut ikut membanyu saipul hajat, dan keringankan bebanya entah dalam bentuk barang, materi atau tengga dan biasnya menjadi tempat berkumpulnya para masyarakat tersebut dan saling bercerita. Sebenarnya perilaku tidak confrom itu bisa saja terjarjadi pada masyarakat yang tidak ikut menyumbang karena tidak mampunya tadi itu dalam hal materi, dan ketika para warga berkumpul terutama ibu-ibu mereka pasti akan membiacrakan orang tersebut karena ia tidak ikut menyumbang, padahal ketika mereka bertemu dengan orang tersebut mereka mampu memperlihatkan wajah yang biasa saja seolah mereka tidak membicarakanya.

Tentunya sebagai oraang yang hidup di kelilingi oleh sebuah adat kita harus mengajarkan tradisi Nyumbang tersebut kepada generasi kita, dan koita juga harus menanamkan atau sering mengajak anak kita ke acara tersebut agar ia tau bahwa dengan nyumbang kita bisa bertemu banyak orang dan banyak mengenal orang karena nantinya ketika kita sudah tiada pasti merekalah yang akan menjadi penerus kita, selain itu juga Nyumbang bisa di katakan kegiatang yang positif karena bisa memepererat silaturahmi karena sering bertemu banyak orang dan Nyumbang jiga bisa meringankan beban yang mempunyai hajat dan kita juga pun akan di Sumbang balik nantinya ketika punya hajat.

Menurut saya kegiatan Nyumbang bisa saja di katakan seperti seseorang yang ingin menang di pilkada seperti teori yang di katakan "Nicolo Machiavelli" memandang kekuasaan bukanlah semata – mata untuk kepentingan diri sendiri, akan tetapi itu semua adalah untuk kehormatan dan kesejahteraan negara. Artinya ketika seseorang sedang mencalonkan diri biasanya mereka akan memberikan barang atau sembako yang tujuanya aga calon tersebut di pandang baik dan hari warga tergerak unutk memilihnya dan warga pun terbantu karena adanya sembako tersebut, dan ketika calon sudah melihat sejauh mana ia mempunyai suara untuk menang maka dari situ ia merasa akan terus memdorong warganya untuk bisa memilihnya agar satu daerah tersebut bisa makmur .


KESIMPULAN DAN SARAN 

Nyumbang merupakan kegiatan untuk membantu meringankan beban orang lain yang menyelenggarakan hajatan, bentuk untuk membantu diwujudkan dalam suatu proses resiprositas yaitu hubungan timbal balik atau pertukaran. Dalam kegiatan nyumbang terdapat suatu proses catat mencatat yang dilakukan oleh masyarakat baik yang memberi sumbangan maupun yang menerima sumbangan. Masyarakat juga memaknai tradisi nyumbang sebagai nilai kerukunan. Nyumbang merupakan suatu kegiatan untuk menjalin silaturahmi dengan orang lain sehingga kerukunan akan terjalin dalam masyarakat. Kegiatan nyumbang menjadi beban masyarakat terutama warga miskin. Adanya standarisasi nominal sumbangan di masyarakat semakin menambah beban masyarakat miskin. Mereka akan berusaha dengan semaksimal mungkin termasuk berhutang dan menjual barang yang dimiliki guna untuk menyumbang hal tersebut dilakukan karena ingin menghindari omongan dan cap jelek dari masyarakat. Sehingga keluh kesah dan keterpaksaan saat nyumbang sering menyelimuti kehidupan masyarakat dalam melakukan nyumbang. Oleh sebab itu masyarakat mengalami ketertindasan dalam melakukan nyumbang. Bentuk ketertindasan masyarakat dalam menyumbang seperti keterpaksaan, keluh kesah, pengorbanan juga karena faktor dirinya sendiri yang merasa tidak enak dan takut mendapat cap jelek dan omongan-omongan di masyarakat sehingga mereka mengalami kekerasan simbolik.



DAFTAR PUSTAKA

Affandy, S.(2011). Makna Sosial Tradisi Nyumbang. Tersedia di http://news.detik.com/opini/169107makna-sosial-tradisi nyumbang.

Damsar dan Indrayani. (2009). Pengantar Sosiologi Ekonomi Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Dhita Mariane Perdhani Putri Manik (2021). DINAMIKA TRADISI NYUMBANG PADA MASYARAKAT (STUDI KASUS: DESA PEMATANG GANJANG, SERDANG BEDAGAI) . Jurnal Indonesia Sosial Teknologi (2) 2745-5254.

Ika Nidaul haq. (3 juni 2021) Tradisi Nyumbang dan Pergeseran Nilainya. Tersedia di https://nusantarapedia.net/tradisi-nyumbang-dan-pergeseran-nilainya/





0 komentar:

Posting Komentar