Resiprositas Tradisi Unik di Desa Yogya: 120 Kotak
Makanan untuk Tetangga
Ujian Akhir Psikologi Sosial Dengan Dosen Pengampu Dr.
Dra. Arundati Shinta, MA.
Bastian Jan Bona Tua Siringoringo
22310410069
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Resiprositas
adalah ide tentang pertukaran timbal balik antara individu atau kelompok yang
melibatkan hubungan yang saling membutuhkan dan memberi. Dalam resiprositas,
kedua belah pihak memperoleh keuntungan yang sama dari pertukaran. Resiprositas
mengacu pada pertukaran barang, jasa, atau bantuan antara dua belah pihak yang
memiliki nilai yang seimbang. Konsep resiprositas didasarkan pada ide bahwa
kedua belah pihak membutuhkan satu sama lain. Resiprositas dapat terjadi dalam
berbagai konteks, termasuk upacara adat dan masyarakat desa dan perkotaan.
Untuk membangun hubungan sosial yang harmonis, resiprositas membantu
menciptakan toleransi dan menghindari konflik.
Kasus ini
menimbulkan masalah karena tuntutan untuk selalu menyumbang 120 kotak makanan
untuk berbagai acara, seperti kelahiran anak, kematian anggota keluarga, dan
upacara khitannya, dapat menjadi beban yang signifikan bagi setiap warga desa.
Meskipun ritual ini merupakan bagian dari kebiasaan desa yang khas, ada
beberapa masalah yang dapat muncul seperti:
1. Beban finansial
Sebagian penduduk
desa mungkin mengalami kesulitan keuangan karena menyumbang 120 kotak makanan
untuk setiap acara. Hal ini dapat menyebabkan masalah keuangan, terutama jika
beberapa acara tersebut terjadi pada waktu yang sama.
2. Ketidakadilan
sosial
Tuntutan untuk
menyumbang jumlah yang sama setiap saat tanpa mempertimbangkan kemampuan
finansial keluarga dapat menyebabkan ketidakadilan sosial. Keluarga dengan
kondisi ekonomi rendah mungkin merasa lebih terbebani daripada keluarga dengan
kondisi ekonomi yang lebih baik.
3. Pemborosan
makanan
Jika 120 kotak
makanan yang disediakan oleh sistem untuk setiap acara tidak digunakan
sepenuhnya, ini juga dapat merupakan pemborosan makanan. Makanan yang terbuang
sia-sia dapat menyebabkan masalah lingkungan dan mengganggu ketersediaan pangan
di wilayah tersebut.
4.Pembatasan
kebebasan pribadi
Meskipun tradisi
dan adat penting untuk mempertahankan identitas budaya, keharusan untuk selalu
menyumbang 120 kotak makanan dapat membatasi kebebasan individu dan keputusan
mereka tentang uang dan penggunaan sumber daya.
Oleh karena itu,
meskipun adat dan tradisi ini unik dan memiliki nilai-nilai sosial yang kuat,
harus dipikirkan bagaimana mereka berdampak pada masyarakat desa secara
keseluruhan. Untuk mengatasi beberapa masalah yang muncul, tradisi mungkin
perlu diubah atau disesuaikan.
Jika saya tinggal
di desa dengan kebiasaan dan adat yang dijelaskan dan saya menghadapi masalah
terkait persyaratan sumbangan 120 kotak makanan untuk berbagai acara, saya akan
mencoba mencari solusi untuk membantu mengatasi beban tersebut. Meski pindah ke
tempat tinggal baru merupakan pilihan yang sulit karena membutuhkan banyak
biaya, namun itu bukan satu-satunya pilihan. Ada beberapa langkah yang mungkin
saya pertimbangkan seperti berkomunikasi dengan tetangga dan masyarakat desa.
Saya mencoba untuk terbuka dengan
tetangga saya dan anggota masyarakat desa lainnya tentang masalah yang saya
hadapi dengan persyaratan donasi 120 kotak makanan. Mungkin ada orang lain
yang merasa terbebani dan mau mencari
solusi bersama. Selanjutnya kebijaksanaan dalam mengurangi jumlah kotak
makanan, Saya mencoba merekomendasikan
kepada tokoh adat atau tokoh masyarakat untuk mempertimbangkan pengurangan
jumlah kotak makanan yang disumbangkan
pada acara-acara tertentu. Tujuan dari upaya ini adalah untuk meringankan beban
masing-masing keluarga dan memfasilitasi
peluang keuangan masing-masing keluarga. Saya memahami pentingnya adat dan
tradisi. Bahkan ketika masalah muncul,
saya berusaha menghormati dan memahami pentingnya adat dan tradisi di desa.
Namun perubahan yang signifikan juga dapat dilakukan untuk melestarikan
nilai-nilai budaya dan kearifan lokal tanpa membebani seluruh masyarakat. Penting untuk dicatat bahwa menyelesaikan
masalah seperti itu membutuhkan kesabaran, diplomasi, dan kerja sama seluruh
masyarakat desa. Solusi yang dibuat harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat
tanpa membahayakan kelestarian tradisi dan kearifan lokal.
Situasi ini
menunjukkan perilaku gotong royong warga desa. Dalam gotong royong, mereka
saling membantu dan berpartisipasi sebagai bentuk solidaritas dan kebersamaan
dalam berbagai bidang kehidupan. Kewajiban untuk menyumbangkan 120 kotak
makanan untuk berbagai acara seperti kelahiran, kematian dan peristiwa penting
lainnya menunjukkan semangat gotong
royong dan rasa kebersamaan yang kuat di antara warga desa. Alasan kerjasama
ini untuk saling membantu setiap keluarga di desa harus menyumbangkan 120 kotak
makanan kepada tetangga mereka di berbagai acara. Ini menunjukkan komitmen
untuk membantu dan berbagi, yang
merupakan karakteristik kunci dari perilaku gotong royong. Ikatan Sosial pada
tradisi ini mengikat seluruh warga desa menjadi satu ikatan sosial yang kuat.
Mereka berbagi suka dan duka satu sama
lain, menunjukkan solidaritas dan kasih sayang sosial yang erat. Kesetaraan
dalam partisipasi pad semua warga desa, tanpa kecuali, harus menyumbangkan 120
kotak makanan untuk berbagai acara. Perlakuan tidak berbeda berdasarkan status
sosial atau ekonomi, menyiratkan partisipasi dan kontribusi yang setara. Gotong
royong merupakan sikap dan aktivitas positif dalam kehidupan masyarakat, karena
memperkuat ikatan sosial dan membantu menghadapi berbagai tantangan yang kita
hadapi bersama. Meski persyaratan untuk menyumbangkan 120 kotak sembako bisa
memberatkan, namun juga menunjukkan rasa persatuan dan kepedulian warga desa.
Berdasarkan teori
pola perilaku Albert Bandura (Social
Learning Theory), saya mampu mengajarkan anak-anak saya perilaku memberi yang biasa dan adat di desa. Teori ini menyatakan bahwa orang
belajar dengan mengamati dan mencontoh perilaku orang lain di sekitarnya.
Alasan mengapa saya mungkin mengajarkan
adaptasi untuk memberi adalah Pentingnya melestarikan tradisi dan identitas
budaya. Perilaku memberi yang merupakan bagian dari praktik dan adat desa,
memiliki nilai sosial, budaya dan spiritual yang kuat. Mengajari anak-anak
untuk menyumbang membantu menjaga
tradisi ini tetap hidup dan menjadi
bagian dari identitas budaya mereka. Menciptakan rasa keterikatan sosial dengan
mengajar anak-anak untuk menyumbang, mereka menjadi sadar akan pentingnya berbagi komunitas dan saling
membantu. Hal ini dapat memperkuat rasa kohesi sosial antara mereka dan
tetangga mereka dan meningkatkan solidaritas warga desa. Mempelajari
nilai-nilai positif seperti mengajarkan nilai-nilai kepada anak-anak seperti peduli, kerja sama, dan menghormati
tradisi lokal dapat mengembangkan pribadi yang lebih peduli, sosial, dan
bertanggung jawab. Menumbuhkan Syukur dengan berlatih memberi, anak-anak dapat
belajar bersyukur atas berkat dan
menghargai momen-momen penting dalam hidup seperti upacara kelahiran dan
wisuda. Namun, ketika mengajar untuk mengikuti perilaku memberi, penting untuk
memberi anak pemahaman tentang arti dan
tujuan dari tindakan tersebut. Hal ini
membantu mereka memahami nilai-nilai
dalam tradisi bukan hanya mengikuti tanpa pemahaman yang mendalam.
Selain itu, sebagai orang tua, saya juga memberi contoh dan mengajarkan kepada
anak-anak saya untuk memahami keterbatasan kemampuan keuangan keluarga sehingga
mereka dapat berdonasi dengan tepat dan tidak membebani keuangan keluarga.
Secara makro,
perilaku donasi yang digambarkan dalam kasus desa, menurut teori Niccolo
Machiavelli, tidak sepenuhnya sesuai dengan kebiasaan seseorang yang ingin
menang dalam Pilkada (pemilihan kepala daerah). Dalam The Prince, Niccolo
Machiavelli berpendapat bahwa para pemimpin harus fokus mempertahankan kekuasaan dan keuntungan politik
mereka. Dalam pandangan Machiavelli, perilaku seseorang dalam politik harus
bertujuan untuk mencapai tujuan dan mencapai kepentingan pribadi, meskipun itu
berarti tindakan yang tidak etis atau
tidak populer. Pemberian 120 kotak makanan kepada tetangga sehubungan dengan
pemilihan bupati mungkin tidak selalu cocok dengan pendekatan Machiavellian.
Hal ini dikarenakan kegiatan tersebut dilandasi oleh tradisi dan nilai-nilai
gotong-royong, dimana masyarakat saling membantu dalam berbagai peristiwa
kehidupan. Pada saat yang sama, juga dapat
diasumsikan bahwa dalam situasi tertentu, seorang calon kepala daerah
dapat memperoleh keuntungan politik dari perilaku donasi tersebut. Misalnya,
jika seorang calon bupati berasal dari desa
dan telah mengikuti praktik dan adat
tersebut dengan baik, ia dapat menggunakannya sebagai bagian dari
kampanye politiknya. Ia mampu menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia adalah
anggota masyarakat yang berkomitmen dan integral serta bersedia mendukung dan
melindungi nilai-nilai tradisional daerahnya. Namun, harus diingat bahwa
pendekatan Machiavelli tidak selalu bersifat universal dan memiliki
keterbatasan etika. Perilaku menyumbang
dengan alasan politik semata, tanpa niat tulus untuk membantu
masyarakat, dapat merusak integritas dan kredibilitas seorang calon direktur
daerah. Dalam pemilihan kepala daerah,
pemilih biasanya mencari pemimpin
yang jujur, berdedikasi, dan berkomitmen melayani kepentingan rakyat. Jika
perilaku memberi itu tulus dan dilandasi oleh nilai-nilai sosial yang positif,
maka dapat menjadi faktor positif untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Namun, jika kegiatan ini dilihat sebagai manipulasi politik murni, dapat
berdampak negatif pada persepsi publik terhadap
calon kepala daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Affandy,
S.(2011).Makna Sosial Tradisi Nyumbang. Tersedia
di:http://news.detik.com/opini/16910 7makna-sosial-tradisi nyumbang.
Lestari,
S.dkk. (2012). Potret Resiprositas dalam Tradisi Nyumbang di Pedesaan Jawa di
Tengah Monetisasi Desa. Masyarakat,Kebudayaan, dan Politik.25(4):271-281.
Madoko, H.
(2009). Makna Sumbangan Pada Acara Pernikahan Masa Kini (Studi Kasus Di Desa
Jati, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen). Skripsi S1. Tidak
diterbitkan. Universitas Sebelas Maret.
0 komentar:
Posting Komentar