Kamis, 20 Juli 2023

UAS : Psikologi Sosial “ Tradisi Nyumbang” M. Ekky Wahyu Mumpuni _ 22310420017_ Psikologi Sp

 UJIAN AKHIR SEMESTER 

PSIKOLOGI SOSIAL 


M. Ekky Wahyu Mumpuni

22310420017

Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA


Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi ‘45 Yogyakarta 


1) Permasalahan dari kasus di atas adalah bahwa kebiasaan menyumbang kotak makanan dalam jumlah besar (untuk 120 keluarga) dalam berbagai situasi seperti melahirkan anak, upacara kematian, dan syukuran dikhitan dapat menjadi beban finansial dan logistik yang cukup besar bagi penduduk desa tersebut. Hal ini menyimpang dari keadaan ideal di mana kegiatan syukuran dan penghormatan bisa tetap dilakukan tanpa harus memberikan jumlah makanan yang sangat besar secara terus-menerus.


2) Jika saya tinggal di daerah tersebut dan mengalami permasalahan tersebut, saya akan mencoba mencari cara untuk berdiskusi dengan masyarakat dan pemimpin desa agar dapat mengajukan ide atau usulan untuk merubah tradisi tersebut menjadi lebih terjangkau dan lebih efisien. Saya akan mengusulkan untuk tetap menjalankan tradisi syukuran dan penghormatan, tetapi dengan jumlah makanan yang lebih wajar dan disesuaikan dengan kemampuan finansial masing-masing keluarga. Dengan membuka dialog dan memberikan contoh dampak finansialnya, diharapkan akan ada kesadaran dan kemauan bersama untuk mengubah tradisi agar lebih berkelanjutan dan lebih mampu diikuti oleh seluruh masyarakat.


3) Situasi tersebut menunjukkan perilaku bergotong royong. Meskipun tradisi tersebut dapat menyebabkan beban finansial bagi setiap keluarga, namun penduduk desa tetap melakukannya karena dianggap sebagai tanda syukur dan penghormatan terhadap sesama tetangga dan kerabat. Mereka melakukan ini sebagai bentuk solidaritas dan rasa kebersamaan dalam menghadapi berbagai momen penting dalam kehidupan.


4) Berdasarkan teori Albert Bandura tentang pembelajaran sosial, kemungkinan besar saya akan mengajarkan anak saya untuk memiliki pemahaman tentang pentingnya berkontribusi dan berbagi dengan sesama dalam masyarakat. Namun, saya juga akan mengajarkan mereka tentang proporsi yang wajar dalam memberikan sumbangan agar tidak memberatkan diri sendiri dan keluarga. Saya akan mendorong anak-anak saya untuk berpartisipasi dalam bentuk sumbangan atau bantuan sosial, tetapi juga mengajarkan mereka tentang pertimbangan rasional dan keseimbangan dalam berbagi.


5) Secara makro, perilaku menyumbang ini tidak sepenuhnya sesuai dengan kebiasaan seseorang yang ingin menang di Pilkada (pemilihan kepala daerah) menurut teori Niccolo Machiavelli. Machiavelli menekankan pada pandangan politik yang pragmatis dan realistis, di mana tujuan politik harus diutamakan di atas moralitas atau idealisme. Perilaku menyumbang dalam jumlah besar dalam berbagai acara bisa dilihat sebagai tindakan idealis dan moralis, namun tidak selalu sejalan dengan taktik Machiavelli yang lebih pragmatis dan mungkin cenderung berorientasi pada tujuan politik dan kekuasaan. Machiavelli lebih menekankan pada strategi politik, diplomasi, dan kekuatan untuk mencapai tujuan politik, bukan pada tradisi sosial yang cenderung berada di bawah moralitas.

GOTONG-ROYONG DAN KEBERSAMAAN: MAKNA NYUMBANG DI MASYARAKAT JAWA


Oleh : M. Ekky Wahyu Mumpuni (22310420017)


Ujian Akhir Psikologi Sosial

Dosen pengampu : Arundati Shinta


Nyumbang adalah kegiatan gotong-royong dalam masyarakat Jawa di mana seseorang memberikan bantuan berupa barang atau uang ke tuan rumah yang menggelar acara hajatan, seperti pernikahan. Dalam proses penyelenggaraan hajatan, tuan rumah mengundang banyak orang dari berbagai lapisan masyarakat, dan dengan mengundang banyak orang, pengeluaran untuk acara tersebut akan semakin besar, namun sumbangan yang diperoleh juga akan semakin besar.


Nyumbang merupakan bentuk kegiatan gotong-royong yang melibatkan tolong-menolong dan memiliki unsur resiprositas. Masyarakat percaya bahwa apa pun yang diberikan akan kembali suatu saat nanti. Resiprositas ini adalah hubungan timbal balik dan pertukaran antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Nyumbang dianggap sebagai suatu pola resiprositas di mana masyarakat mengembalikan bantuan yang telah diberikan oleh orang lain. Selain itu, nyumbang juga diartikan sebagai sarana untuk mempererat kerukunan sosial dan tali silaturahmi antarwarga.


Masyarakat jawa adalah salah satu contoh masyarakat yang masih melaksanakan tradisi nyumbang dalam pernikahan. Nyumbang dianggap sebagai kegiatan penting yang menunjukkan status sosial dan eksistensi seseorang dalam masyarakat. Para tamu yang datang ke hajatan pernikahan akan memberikan sumbangan baik dalam bentuk barang atau uang. Masyarakat jawa mempercayai bahwa dengan nyumbang, mereka menanam modal sosial untuk masa depan, dan suatu saat sumbangan tersebut akan kembali ke mereka.


Selain itu, masyarakat jawa juga memiliki perbedaan dalam cara nyumbang. Tetangga dekat, saudara, dan kerabat dekat memberikan sumbangan berupa barang atau sembako, sementara tetangga yang lebih jauh memberikan sumbangan dalam bentuk uang. Nyumbang dalam bentuk barang menunjukkan hubungan yang lebih dekat dengan sang pemilik hajatan karena mereka juga turut membantu persiapan hajatan dengan cara membantu memasak dan menyiapkan hidangan.


Pemaknaan tradisi nyumbang dalam pernikahan di masyarakat jawa adalah sebagai bentuk resiprositas, kerukunan, dan solidaritas sosial. Nyumbang dianggap sebagai sarana untuk memperkuat hubungan sosial dan saling membantu antarwarga. Masyarakat meyakini bahwa nyumbang adalah tindakan yang akan mengembalikan bantuan yang telah diberikan dan meningkatkan rasa memiliki dan gotong-royong dalam masyarakat.

Tradisi nyumbang adalah warisan budaya yang masih hidup di perdesaan Jawa, meskipun sering dikaitkan dengan kemiskinan. Tradisi ini berupa memberikan sumbangan berupa barang atau uang kepada kerabat atau tetangga yang mengadakan hajatan. Tujuannya adalah untuk membantu meringankan beban finansial dalam acara tersebut. Tradisi nyumbang mencerminkan solidaritas sosial dan ikatan masyarakat desa. Perempuan memiliki peran dominan dalam mengatur sumbangan dan membantu aktivitas dapur. Meskipun tak tertulis, masyarakat berusaha nyumbang dengan jumlah pantas agar tak merugikan. Tradisi ini mencerminkan tolong-menolong dan harmonisasi sosial, meskipun mengalami perubahan makna dan fungsi.


Potret resiprositas dalam tradisi nyumbang di pedesaan menggambarkan peran penting perempuan dalam membangun ikatan sosial dan solidaritas masyarakat. Tradisi nyumbang ini didominasi oleh perempuan sebagai aktor utama, baik sebagai penyumbang, penerima, maupun pengatur bingkisan balasan. Konsep pemberian Mauss, yang mencakup memberi, menerima, dan membalas, menjadi pondasi utama dalam sistem ini.


Dalam upaya mempertahankan integritas masyarakat dan sistem ekonomi subsisten, perempuan desa tetap menggunakan bahan pangan sebagai alat tukar menukar sumbangan utama. Keberadaan "megari" sebagai alat kontrol sosial memastikan distribusi yang adil dari sumbangan bahan pangan (beras dan lawuh wedang) yang dipertukarkan melalui tradisi nyumbang.


Namun, dampak globalisasi dan pergeseran pekerjaan perempuan dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian menyebabkan produksi pangan lokal menurun. Banyak perempuan desa beralih ke pilihan bahan pangan pragmatis seperti mie instan karena mobilitas kerja yang tinggi.


Perbedaan gender dalam nyumbang menyoroti peran kuat perempuan dalam menciptakan ikatan sosial masyarakat desa. Namun, monetisasi desa tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, diperlukan upaya revitalisasi dan penciptaan ruang sosial baru bagi perempuan melalui pemberdayaan kelompok. Kegiatan sumbangan bisa dilakukan melalui organisasi-organisasi sosial, seperti dasa wisma atau majelis taklim.


Program-program pemberdayaan perempuan dan pengentasan kemiskinan harus memperhatikan pranata sosial nyumbang ini agar tetap relevan dan berhasil. Revitalisasi pangan lokal dalam tradisi nyumbang juga harus menjadi fokus dalam upaya menjaga identitas dan keberlanjutan masyarakat pedesaan. Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi, perempuan desa dapat terus memainkan peran kunci dalam membangun solidaritas sosial dan memelihara warisan budaya yang berharga.













DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, E. (2022). Potret resiprositas tradisi nyumbang pada perempuan perdesaan di desa Kalipait Banyuwangi. Equalita: Jurnal Studi Gender dan Anak4(1), 1-12.

Suryana, A. (2017). Pemaknaan Tradisi Nyumbang Dalam Pernikahan Di Masyarakat Desa Kalikebo, Trucuk, Klaten. E-Societas6(8).

Lestari, S., Sumarti, T., Pandjaitan, N. K., & Tjondronegoro, S. M. P. (2012). Potret Resiprositas dalam Tradisi Nyumbang di Pedesaan Jawa di Tengah Monetisasi Desa. Masyarakat Kebdayaan dan Politik.



0 komentar:

Posting Komentar