Kamis, 20 Juli 2023

 

Tradisi Nyumbang Menjadi Beban Finansial Bagi Sebagian Masyarakat

 

“Ujian Akhir Psikologi Sosial”

 

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA

 

 

 

Disusun oleh :

Austaniva

22310410060

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 

 

1.      Saat ini budaya nyumbang tidak lagi berangkat dari spirit gotong royong, keikhlasan dan tanpa pamrih melainkan balas jasa yang sifatnya menjadi suatu keharusan. Lebih parahnya lagi, saat ini budaya nyumbang menjadi suatu projek nitip harta. Mengapa demikian? Hal itu tak lain karena sesuatu yang kita sumbangkan ke orang lain akan dicatat dan penerima sumbangan memiliki kewajiban untuk mengembalikan dengan nilai/nominal yang sama. Hal itu tentu akan membebani masyarakat yang kebetulan memiliki ekonomi menengah ke bawah, mereka dituntut mengikuti tradisi yang sebenarnya memberatkan bagi ekomoni mereka. Bahkan mereka tidak ragu untuk berhutang demi mengikuti tradisi nyumbang. Lalu apa yang terjadi jika mereka tidak mengikuti tradisi? Umumnya, mereka akan dikucilkan oleh masyarakat sekitar.

2.      Yang akan saya lakukan pertama kali adalah memahami kebiasaan masyarakat tempat tinggal saya yang baru dan melakukan perhitungan budget, jika budget saya cukup maka saya akan melakukan syukuran atas kepindahan saya tanpa menerima sumbangan dari masyarakat karena saya tidak mau berhutang budi. Namun jika budget saya tidak cukup, maka saya hanya akan mengenalkan diri ke tetangga sekitar tanpa membuat syukuran.

3.      Tradisi nyumbang berkembang dari masyarakat lampau yang masih sangat kental dan tinggi solidaritasnya. Entittas-entitas berupa paguyuban dan kelompok masih banyak sehingga tradisi nyumbang tumbuh begitu subur. Nilai-nilai yang tersemat dalam tradisi ini adalah nilai gotong-royong dan guyup rukun. Namun, ternyata tradisi nyumbang ini masih bertahan dan berkembang di masrarakat modern yang sudah kental dengan budaya individualis. Sifat masyarakat modern yang organis ternyata tak serta merta menghilangkan tradisi nyumbang. Hanya saja, banyak nilai-nilai yang kemudian bergeser dan bukan atas dasar gotong-royong lagi, melainkan ketakutan jika dikucilkan oleh masyarakat.

4.      Iya, saya akan mengajarkan anak saya tentang konformitas terhadap tradisi nyumbang. Tradisi nyumbang yang berkembang saat ini tidak melulu hanya karena gengsi atau sebatas takut dikucilkan, saya akan mengajarkan anak saya bahwa tradisi nyumbang adalah bentuk solidaritas, gotong royong yang mengarah pada kebaikan. Saya juga akan menjelaskan bahwa tradisi hajatan merupakan bentuk rasa syukur, penghormatan kepada masyarakat dan merupakan salah satu cara bersosialisasi dengan masyarakat.

5.      Perilaku nyumbang dapat dihubungkan dengan teori Niccolò Machiavelli. Menurut Machiavelli, kekuasaan haruslah diperoleh, digunakan dan dipertahankan semata-mata demi kekuasaan itu sendiri dimana segala kebijakan, agama, moralitas justru harus dijadikan alat untuk memperoleh dan memperbesar kekuasaan. Dalam konteks Pilkada, calon kepala daerah bisa mengadopsi pandangan Machiavelli dengan cara menyumbang atau memberikan bantuan kepada kelompok atau individu yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat demi mendapat dukungan.

 

Daftar Pustaka

Setiawan, E. (2022). Potret Resiprositas Tradisi Nyumbang Pada Perempuan Perdesaan Di Desa Kalipait Banyuwangi. Jurnal Equalita, Volume (4), Issue (1) ), Juni 2022.

Surya, A. & Hendrastomo, G. Pemaknaan Tradisi Nyumbang Dalam Pernikahan Di Masyarakat Desa Kalikebo, trucuk, Klaten. Jurnal Pendidikan Sosiologi.

Atthahara, H. (2020). Prespektif  Ideologi Dan Kekuasaan Dalam Pemikiran Machiavelli : Studi Kasus Pemilihan Umum Presiden 2019. Jurnal JISIPOL, Vol. 4, No. 1, April 2020 (85-100) (P-ISSN 2087-4742)

 

0 komentar:

Posting Komentar