QUALITY TIME BERSAMA SAUADARA YANG DI RANTAU SAAT BULAN SUCI RAMADHAN
Zainal
derwotubun
22310410061
Fakutltas
psikologi
Universitas Proklamasi 45
yogyakarta
Pendahuluan
Buka puasa bersama , teman, sodara di pantai
widodaner.
Melakukan kegiatan buka puasa Bersama di pantai widodaren sanggatlah
menyenankan
Saya sanggatlah terhibur karna tidak lagi
sedih memikirkan keluarga saya di kampung.
Sisih lain kami bisa membanggun rasa
solidaritas antara teman, sodara.
Tidak hanya itu saja ini juga menjadi ikatan
secara batin atau emosional, agar menghindari permasalahan
Internal Bersama suadara di tanah rantau.
Permasalahan
Kegiatan di luar sanggatlah tidak
menyenangkan. Apa lagi pas bulan puasa saya jauh dari
Keluarga di kampung.
Penyelesaian dan pembahasan
Berpuasa adalah kewajiban bagi seorang muslim yang beriman. Hanya
orang-orang yang terpilih yang bisa menjalani dan meraih berkah pada bulan
ramadhan. Belum tentu semua muslim mampu menjalankan puasa, hanya orang-orang
yang beriman dan yakin yang bisa melaksanakannya. Berpuasa dan menjalankan
ibadah ramdhan akan terasa nikmat jika bersama dengan keluarga, namun apa
rasanya jika harus menjalani ramadhan di tanah orang?
Menjalani ramadhan di tanah rantau mungkin akan menemukan berbagai
kendala, apalagi untuk anak kuliahan yang berasal dari daerah dan merantau ke
kota metropolitan sebesar Jakarta. Mulai dari kecocokan makanan sampai tradisi
ramadhan yang mungkin berbeda dengan kebiasaan kita di rumah.
Sebagai anak rantau, tentunya kita akan sangat senang dan bahagia jika
bisa menjalani ramadhan dengan keluarga, namun apa daya ketika saat itu baru
mengetahui jika dalam ramadhan tetap berkuliah dengan kata lain, harus
beraktifitas sebagai mahasiswa seperti biasa yang berkutat dengan penatnya
tugas kuliah, namun yang namanya kewajiban harus tetap dilaksanakan. Menjalani
puasa sambil berkuliah sebuah pengalaman yang terbilang tidak mudah dan butuh
perjuangan. Homesick kadang kala datang menyerang namun harus tetap berjuang.
Walaupun hanya bersapa-ria via telpon
namun terasa bahwa kita juga hadir di tengah keluarga untuk menikmati sajian
buka puasa.
Berpuasa
untuk pertama kalinya di negeri orang memang susah, ketika harus melakukan
sahur tanpa ada yang membangunkan, dan harus menyiapkan segala sesuatunya
sendirian. Masih teringat jelas suatu ketika saat pulang kuliah, harus
berebut takjeel dan makanan lainnya demi memenuhi
buka puasa karena pada saat itu kuliah selesainya menjelang magrib jadi
otomatis makanan takjeel menjadi rebutan para
mahasiswa perantau lainnya. Begitu banyak suka-dukanya, masih ingat ketika
suatu waktu berbuka puasa hanya dengan sepotong gorengan karena badan sudah
lelah untuk mencari makanan. Momen yang membuat air mata menetes tatkala
melakukan shalat tarawih ditemani teman sekostan , kemudian beli makan bareng
buat persiapan sahur, bahkan mie instan sudah wajib tertata rapi di kamar
sebagai persediaan makanan yang wajib dimiliki.
Masih
teringat hari-hari sebagai mahasiswa yang setelah badan dan jiwanya terkuras di
kelas masih berlanjut berjuang mendapatkan makanan berbuka puasa, menjelang
lebaran pun nampaknya kesibukan ini hampir tidak pernah berakhir. Semuanya
adalah pertama kali, dan begitu terasa asing di negeri orang. Sampai suatu
malam sepertinya hati ini sudah tidak mampu menahan rindu tatkala mendengar
takbir dikumandangkan di mesjid-mesjid, rasa-rasanya hari itu ingin langsung
saja pulang ke rumah.
Kompromi juga sepertinya tidak terlalu berlaku di kampus ini,
saya maklum beberapa kampus swasta di Jakarta memang masih melaksanakan
perkuliahan hingga menjelang lebaran. Dan karena negara ini negara demokrasi
dan warga negaranya bukan hanya muslim saja jadi wajarlah jika aktifitas puasa
tidak dijadikan penghalang untuk tetap beraktifitas. Sempat iri juga dengan
teman-teman lain, yang bisa melaksanakan ramadhan dengan keluarga sendiri di
rumah. Kegembiraan datang tatkala jadwal untuk final keluar , namun harus
kecewa lagi ketika jadwal itu sangat mempet adanya, kami libur H-5 lebaran,
tetap bersyukur setidaknya bisa menikmati puasa untuk beberapa hari ke depan.
Tidak ada alasan untuk tidak menunaikan
puasa selagi bisa, karena perjuangan sebenarnya adalah mampu konsisten di
segala sesuatu tanpa terganggu dengan segala macam situasi.
Ketika
hari libur menjelang tiba, rasa-rasanya kegembiraan untuk bisa mudik itu tidak
terbendung lagi, masih teringat jelas mata ini bahkan hampir tidak bisa
terpejam tatkala membayangkan esok hari kita sudah berada di rumah bersama
keluarga. Membayangkannya saja sudah terasa menyenangkan sudah tidak perlu lagi
berebut makanan, pas sahur ada ibu yang selalu membangunkan, benar-benar momen
yang sangat ditunggu mahasiswa perantau.
Walaupun
terasa sulit namun disitulah seninya merantau, harus menikmati rindu dan juga
harus siap kehilangan momen berharga, salah satunya adalah momen berpuasa di
bulan ramadhan bersama keluarga.
0 komentar:
Posting Komentar