Memahami dan Mengukur Toleransi dari Perspektif Psikologi Sosial
Tugas 3
Psikologi Sosial
Septi Iing Hijjriyah
22310410132
Dosen Pengampu: Dr., Dra. Arundati Shinta, MA
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
|
Topik |
Memahami dan
Mengukur Skala Toleransi di Indonesia dari Perspektif Psikologi Sosial di
Ambil dari Pendapat para Ahli. |
|
Sumber |
Supriyanto. (2017).
Memahami dan Mengukur Toleransi dari Persepektif Psikologi Sosial. Research
Party: Let’s Capture The World with Peace, Inspiration & Creativity.
1, September 2017, 23-28. |
|
Permasalahan |
Kasus yang
bertentangan dengan semangat toleransi kembali dan kerap terjadi di berbagai
belahan dunia, lebih fokus lagi yang terjadi di Indonesia. Mulai dari
pelecehan, kekerasan, hingga pembunuhan. Padahal seharusnya, konsep toleransi
dapat terpupuk agar tumbuh keharmonisan di tengah perbedaan di negeri ini. |
|
Tujuan
Penelitian |
Penelitian
ini dilakukan dengan tujuan sebagai langkah awal untuk mengembangkan skala toleransi
agar menjadi salah satu asbab terciptanya pola hidup bersama secara harmonis
di tengah lautan perbedaan. |
|
Isi |
· Sama halnya
dengan fenomena yang terjadi
di Amerika, Inggris , dan Australia,
kasus-kasus intoleransi
juga banyak ditemui
di Indonesia. Laporan dari
Komnas HAM menunjukkan
bahwa dari tahun ke
tahun kasus intoleransi
di Indonesia cenderung mengalami
peningkatan. Pada tahun 2014, Komnas HAM mencatat 74 kasus
intoleransi yang dilaporkan ke pos pengaduan Desk KBB. Di tahun 2015, jumlah
pengaduan meningkat menjadi 87
kasus. Sedangkan pada
tahun 2016, kasus intoleransi yang
dilaporkan lebih besar dibandingkan tahun
sebelumnya, yaitu hampir mencapai 100
kasus. · Bentuk intoleran yang terjadi di
Indonesia ada berbagai macam bentuk, antara lain melarang aktivitas keagamaan,
merusak rumah ibadah, diskriminasi atas
dasar keyakinan atau agama,
tindakan intimidasi , dan pemaksaan keyakinan. · Konsep toleransi
telah muncul sejak
beberapa abad yang lalu. Menurut Walzer (dalam Verkuyten dan Yogesswaran, 2017),
secara historis konsep toleransi merupakan usaha untuk
mengatasi dampak bahaya dan kekerasan
dari konflik agama. · Pada masa sekarang,
term toleransi tidak
lagi dimaknai sebagai toleransi
dalam konteks agama saja, namun meluas
yang meliputi orientasi
politik, keragaman etnis dan
ras, isu gender,
LGBT, euthanasia serta aborsi. · Secara garis besar, Vogt (dalam
Doorn, 2012) menggolongkan toleransi
dalam tiga tipe, yaitu: 1) toleransi politik
(political tolerance), yang berarti
toleransi terhadap aksi-aksi/tindakan di ruang
publik seperti memberikan
pidato, demonstrasi,
menyebarkan brosur/leaflet,
mengorganisasikan pertemuan dan
rapat, dan lain sebagainya. Toleransi
tipe ini concern
dengan dukungan terhadap kebebasan
masyarakat sipil, terutama dukungan
kepada kelompok-kelompok
yang tidak disukai
atau tidak popular;
2) toleransi moral (moral
tolerance), yaitu toleransi
terhadap tindakan-tindakan/aksi
yang dilakukan di
ruang privat, yang biasanya tipe ini bersifat kontorversial, seperti seksualitas, pornografi,
homoseksual dan aborsi; dan
3) toleransi sosial
(social tolerance),
merujuk pada penerimaan
terhadap karakteristik-
karakteristik orang yang
diperoleh sejak lahir atau
diperoleh sejak awal
proses sosialisasi. Contoh toleransi tipe ini yaitu warna
kulit, bahasa, dll. |
|
Metode |
· Merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. · Subjek penelitian dipilih dengan menggunakan
teknik purposif sampling (menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan
tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian)
dengan karakater; jenis kelamin laki-laki dan perempuan, latar belakang pendididikan
mulai dari SMP dan berusia dari 17 tahun. · Validitas dan reliabilitas
informasi yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner di area Jakarta,
Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Jumlah responden yang
terlibat dalam penelitian ini sejumlah 99 orang. Uji realibilitas pada skala
toleransi ini menggunakan koefisien Alpha Cronbach. |
|
Hasil |
· Hasil penelitian menunjukkan bahwa
koefisien reliabilitas skala toleransi ini tergolong kurang baik dan terdapat
8 buah item yang tidak valid. Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan indeks
reliabilitas dan item pada skala ini kurang baik. · Jumlah subyek penelitian yang
kurang dan tidak merepresentasikan populasi. Seperti terlihat di tabel 2,
jumlah subyek penelitian sebanyak 99 responden. Dari total responden
tersebut, subyek penelitian mayoritas berdomisili di Tangerang Selatan (53,5
%) dan berusia antara 16-20 tahun (52,5%). · Terdapat item kuesioner yang
ambigu dan kurang bisa dipahami oleh subyek seperti item nomor 8 (Saya
menjadi jengkel bila ada gangguan dan kekacauan), nomor 11 (Budaya dan
tradisi suku saya tidak lebih baik dari pada budaya dan suku tradisi yang
lain), nomor 19 (Di media massa, semua pendapat dan opini bisa dimuat dan
ditayangkan). |
|
Diskusi |
· Ternyata indeks reliabilitas skala
masih bisa dikatakan kurang baik dan ada 8 item yang kurang valid untuk
mengukur kunstruk toleransi. · Perlu dilakukan beberapa upaya perbaikan
dan penyesuaian agar skala tadi dapat digunakan dengan lebih maksimal untuk
memahami dan mengukur toleransi di Indonesia dengan berbagai cara seperti
berikut, memperbanyak jumlah subjek, memilih karakteristik subjek yang sesuai
dan proporsional, merevisi item yang
kurang baik, melakukan wawancara elisitasi
mengenai konsep toleransi
kepada beberapa responden, dan
bila perlu mengelaborasi teori-teori
tentang toleransi yang sesuai
dengan konteks sosial-budaya masyarakat Indonesia. · Toleransi hadir tidak hanya
berharap sebagai sebatas ambang antara ada dan tidak. Toleransi harus
berwujud, muncul ke permukaan dengan sebaik-baik menghargai perbedaan. Jadi tak
hanya sebatas teori, namun juga implementasi tanpa memprovokasi pihak dan
kepentingan golongan manapun. |






0 komentar:
Posting Komentar