Rabu, 20 September 2023

Psikologi Lingkungan: Essay pengganti pertemuan ke-2 (Septi Iing Hijjriyah_22310410132/SP)


Polusi Udara dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Makhluk Hidup: Indonesia Santai, Udara Memburuk bukan Lagi Menjadi Momok

Essay Pengganti Pertemuan ke-2

Psikologi Lingkungan

Septi Iing Hijjriyah

22310410132

Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 


Jika berbicara terkait udara bersih demi terciptanya sebuah ketenangan dan kehidupan yang lebih baik sudah nyaris tidak mungkin rasa-rasanya. Udara dan polusi agaknya sudah menjadi satu-kesatuan, utamanya di negeri tercinta ini, Indonesia. Istilah polusi udara juga sudah tidak tergolong sebagai istilah yang baru. Sekarang sudah bukan waktunya membahas apa itu polusi udara dan bagaimana pola pergerakannya, karena sejak dulu kala, polusi sudah bertebaran di mana-mana. Perbedaannya hanya ada diintensitasnya saja. Kendati demikian, dulu dan sekarang tentu masih ada perbedaan yang sangat signifikan, di mana dulunya polusi hanya kerap dirasakan oleh para penduduk perkotaan yang padat penduduk, disesaki oleh hiruk pikuk kendaraan bermotor, kini pedesaan pun tak kalah dijajah oleh seramnya polusi udara karena mulai banyak dibangun beberapa pabrik atau bangunan industri yang tentu dengan setia mulai menghiasi langit desa dengan kepulan asap legam yang mengudara dari tiap-tiap cerobong raksasanya.

Dewasa ini tentu tidak kalah menjadi bulan-bulanan pada masa kini, media sosial akhir-akhir ini juga tengah dipenuhi oleh berita-berita yang menyuarakan bahwa ibukota mulai digencat oleh polusi udara yang semakin memburuk. Akibat meratanya polusi udara yang terjadi ini lah, perkara ini sudah tidak lagi menjadi momok yang harusnya menyeramkan karena bepeluang manggadaikan kesehatan para generasi di masa yang akan datang, namun justru pada kenyataannya hanya bisa dirasakan, ditelan, lalu memilih untuk berkata biarkan saja, harus bagaimana lagi?

Sekarang kita berbicara data yang ada. Per tanggal 20 September 2023, berdasarkan survei World Air Quality Ranking yang tertera pada website iqair.com menyatakan bahwa Indonesia, khususnya Derah Khusus Ibukota Jakarta berada pada peringkat ke-4 sebagai kota yang paling berpolusi di dunia. Dari data tersebut, tentu hal ini bukan lagi perkara main-main yang harusnya tidak disepelekan, mengingat tingkat polusi udara di beberapa titik di Jakarta berstatus Tidak Sehat Bagi Kelompok Sensitif dengan warna oranye dan status Tidak Sehat dengan warna merah muda. Gedung pencakar langit dan industri berlomba, dibanding berlomba untuk menanam pohon baru dan menjaga yang lama. Maka tak heran jika berseliweran di beberapa media online yang mengatakan bahwa dengan menghirup udara dengan kualitas di Jakarta sekarang, sama dengan menghisap 2,5 batang rokok dalam sehari. Belum lagi daftar senyawa polutan seperti Particulate Matter (PM), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO2), Polutan organik tersuspensi (Volatile Organic Compounds, VOCs) juga menjadi momok bagi langit dan udara bersih, utamanya di Indonesia.

Selama ini mungkin kita sebagai makhluk hidup yang seringnya merasa paling berkuasa di muka bumi ini kerap melupakan makhluk hidup lain yang tentu juga merasakan dampak buruk dari polusi udara yang tengah meresahkan di masa sekarang. Di mana hewan dan tumbuhan juga bisa saja sakit saat terkena hembusan udara yang tidak lagi bersih. Umumnya, paparan polusi udara secara terus-menerus pada manusia dapat mengakibatkan beberapa penyakit. Seperti kanker, stroke, penyakit jantung hingga penyakit paru-paru. Dan jika diasosiasikan dengan populasi udara tiap tahun akan terjadi 6,7 juta potensi kematian. Informasi tersebut tertera pada grafik @goodstats.id. Sekarang, mari berhenti untuk hanya fokus pada manusia saja, bahkan hewan dan tumbuhan pun juga tidak luput dari konsentrasi ini. Efek polusi udara terhadap tumbuhan berdampak pada kerusakan morfologis dan fisiologi tumbuhan, mengakibatkan perubahan fisik maupun kimia, selain itu juga dapat mengakibatkan stres fisiologi. Tentu, dampak buruk dewasa ini juga berpeluang menyerang keberlangsungan hidup hewan, salah satunya yaitu menurunkan kinerja pernapasan. Terhadap lingkungan juga tentu tidak kalah terganggu, di mana kesuburan tanah pun turut menurun dan memburuk.

Namun, terlepas segala problematika di atas, kita di sini berusaha untuk berbicara tentang kasus dan pemecahannya. Dengan memburuknya kualitas udara disebabkan oleh beberapa polutan yang sudah kita bahas di atas seharusnya hal ini sudah menjadi konsentrasi prioritas dari pemerintah dan seluruh penduduk negeri ini. Ibarat sirine harusnya sudah mulai dinyalakan sebagai bentuk penanggulangan lebih dini. Hilangkan kebiasaan buruk yang kerap mengakar di tengah-tengah rakyat kita di mana selalu berpola pikir pantang menyadari sebelum benar-benar parah. Sadari bahwa mencegah lebih baik dari pada mengobati. Ada beberapa kiat yang bisa dijadikan opsi untuk meminimalisir perkara serius ini, di antaranya kelompok sensitif sebaiknya memakai masker saat berada di luar, tutup jendela sebagai upaya menghindari udara luar yang kotor, nyalakan penyaring udara atau sederhananya bisa mulai meletakkan beberapa tanaman hias indoor di beberapa titik ruang dalam rumah yang fungsinya menyerap udara yang sifatnya kotor dan beracun, seperti lidah mertua, lili, dan ada beberapa tanaman lainnya yang punya manfaat luar biasa, kurangi aktivitas outdoor, dan mulai untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor milik pribadi.

Segera lah membaik langit Indonesia, segera lah jernih kembali udaranya.

 



Sumber:

1.     https://www.iqair.com/id/indonesia/jakarta

2.     Jurnal Pencemaran Lingkungan, www. ipb.co.id

3.     https://pusatkrisis.kemkes.go.id/dampak-penceraman-lingkungan-terhadap-kehidupan

4.     https://tulungagung.jatimtimes.com

0 komentar:

Posting Komentar