Polusi Udara dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Makhluk Hidup: Indonesia
Santai, Udara Memburuk bukan Lagi Menjadi Momok
Essay Pengganti Pertemuan ke-2
Psikologi Lingkungan
Septi Iing Hijjriyah
22310410132
Dosen Pengampu: Dr. Dra. Arundati Shinta, M.A.
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Jika berbicara terkait udara bersih demi terciptanya sebuah ketenangan
dan kehidupan yang lebih baik sudah nyaris tidak mungkin rasa-rasanya. Udara
dan polusi agaknya sudah menjadi satu-kesatuan, utamanya di negeri
tercinta ini, Indonesia. Istilah polusi udara juga sudah tidak tergolong
sebagai istilah yang baru. Sekarang sudah bukan waktunya membahas apa itu
polusi udara dan bagaimana pola pergerakannya, karena sejak dulu kala, polusi
sudah bertebaran di mana-mana. Perbedaannya hanya ada diintensitasnya saja. Kendati
demikian, dulu dan sekarang tentu masih ada perbedaan yang sangat signifikan,
di mana dulunya polusi hanya kerap dirasakan oleh para penduduk perkotaan yang
padat penduduk, disesaki oleh hiruk pikuk kendaraan bermotor, kini pedesaan pun
tak kalah dijajah oleh seramnya polusi udara karena mulai banyak dibangun
beberapa pabrik atau bangunan industri yang tentu dengan setia mulai menghiasi
langit desa dengan kepulan asap legam yang mengudara dari tiap-tiap cerobong
raksasanya.
Dewasa ini tentu tidak kalah menjadi bulan-bulanan pada masa kini, media
sosial akhir-akhir ini juga tengah dipenuhi oleh berita-berita yang menyuarakan
bahwa ibukota mulai digencat oleh polusi udara yang semakin memburuk. Akibat
meratanya polusi udara yang terjadi ini lah, perkara ini sudah tidak lagi menjadi
momok yang harusnya menyeramkan karena bepeluang manggadaikan kesehatan para
generasi di masa yang akan datang, namun justru pada kenyataannya hanya bisa
dirasakan, ditelan, lalu memilih untuk berkata biarkan saja, harus bagaimana
lagi?
Sekarang kita berbicara data yang ada. Per tanggal 20 September
2023, berdasarkan survei World Air Quality Ranking yang tertera pada website iqair.com
menyatakan bahwa Indonesia, khususnya Derah Khusus Ibukota Jakarta berada pada
peringkat ke-4 sebagai kota yang paling berpolusi di dunia. Dari data tersebut,
tentu hal ini bukan lagi perkara main-main yang harusnya tidak disepelekan,
mengingat tingkat polusi udara di beberapa titik di Jakarta berstatus Tidak
Sehat Bagi Kelompok Sensitif dengan warna oranye dan status Tidak Sehat
dengan warna merah muda. Gedung pencakar langit dan industri berlomba,
dibanding berlomba untuk menanam pohon baru dan menjaga yang lama. Maka tak
heran jika berseliweran di beberapa media online yang mengatakan bahwa dengan
menghirup udara dengan kualitas di Jakarta sekarang, sama dengan menghisap 2,5
batang rokok dalam sehari. Belum lagi daftar senyawa polutan seperti Particulate
Matter (PM), Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO2), Polutan organik
tersuspensi (Volatile Organic Compounds, VOCs) juga menjadi momok bagi langit dan
udara bersih, utamanya di Indonesia.
Selama ini mungkin kita sebagai makhluk hidup yang seringnya merasa
paling berkuasa di muka bumi ini kerap melupakan makhluk hidup lain yang tentu
juga merasakan dampak buruk dari polusi udara yang tengah meresahkan di masa
sekarang. Di mana hewan dan tumbuhan juga bisa saja sakit saat terkena
hembusan udara yang tidak lagi bersih. Umumnya, paparan polusi udara secara
terus-menerus pada manusia dapat mengakibatkan beberapa penyakit. Seperti
kanker, stroke, penyakit jantung hingga penyakit paru-paru. Dan jika
diasosiasikan dengan populasi udara tiap tahun akan terjadi 6,7 juta potensi
kematian. Informasi tersebut tertera pada grafik @goodstats.id. Sekarang, mari
berhenti untuk hanya fokus pada manusia saja, bahkan hewan dan tumbuhan pun juga
tidak luput dari konsentrasi ini. Efek polusi udara terhadap tumbuhan berdampak
pada kerusakan morfologis dan fisiologi tumbuhan, mengakibatkan perubahan fisik
maupun kimia, selain itu juga dapat mengakibatkan stres fisiologi. Tentu,
dampak buruk dewasa ini juga berpeluang menyerang keberlangsungan hidup hewan,
salah satunya yaitu menurunkan kinerja pernapasan. Terhadap lingkungan juga
tentu tidak kalah terganggu, di mana kesuburan tanah pun turut menurun dan
memburuk.
Namun, terlepas segala problematika di atas, kita di sini berusaha
untuk berbicara tentang kasus dan pemecahannya. Dengan memburuknya kualitas
udara disebabkan oleh beberapa polutan yang sudah kita bahas di atas seharusnya
hal ini sudah menjadi konsentrasi prioritas dari pemerintah dan seluruh
penduduk negeri ini. Ibarat sirine harusnya sudah mulai dinyalakan sebagai
bentuk penanggulangan lebih dini. Hilangkan kebiasaan buruk yang kerap mengakar
di tengah-tengah rakyat kita di mana selalu berpola pikir pantang menyadari
sebelum benar-benar parah. Sadari bahwa mencegah lebih baik dari pada
mengobati. Ada beberapa kiat yang bisa dijadikan opsi untuk meminimalisir
perkara serius ini, di antaranya kelompok sensitif sebaiknya memakai masker saat
berada di luar, tutup jendela sebagai upaya menghindari udara luar yang kotor,
nyalakan penyaring udara atau sederhananya bisa mulai meletakkan beberapa
tanaman hias indoor di beberapa titik ruang dalam rumah yang fungsinya menyerap
udara yang sifatnya kotor dan beracun, seperti lidah mertua, lili, dan ada
beberapa tanaman lainnya yang punya manfaat luar biasa, kurangi aktivitas
outdoor, dan mulai untuk mengurangi penggunaan kendaraan bermotor milik
pribadi.
Segera lah membaik langit Indonesia, segera lah jernih kembali udaranya.
Sumber:
1.
https://www.iqair.com/id/indonesia/jakarta
2.
Jurnal
Pencemaran Lingkungan, www. ipb.co.id
3.
https://pusatkrisis.kemkes.go.id/dampak-penceraman-lingkungan-terhadap-kehidupan
4. https://tulungagung.jatimtimes.com
0 komentar:
Posting Komentar