Topik | Memahami dan Mengukur Toleransi dari Perspektif Psikologi Sosial |
Sumber | https://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/psiko/article/view/6659/7053 |
Permasalahan | Akhir-akhir ini, kasus yang bertentangan dengan semangat toleransi kembali terjadi di berbagai belahan dunia. Akhir-akhir ini, kasus yang bertentangan dengan semangat toleransi kembali terjadi di berbagai belahan dunia. |
Tujuan penelitian | Untuk mengkaji toleransi dari sudut pandang Psikologi Sosial mulai dari sejarah, pengertian dan konsep tentang toleransi; kondisi dan karakteristik toleransi; serta dimensi-dimensi dari toleransi. Dan juga ditujukan untuk melakukan studi awal dalam rangka mengembangkan skala yang mengukur konstruk toleransi. |
Isi | Toleransi dibutuhkan agar dapat hidup bersama secara harmonis. Peningkatan keragaman secara global baik dalam aspek budaya dan agama menuntut adanya toleransi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda untuk mencapai keharmonisan antar kelompok. Toleransi dapat dimaknai dalam berbagai cara, seperti menghargai dan merayakan perbedaan, sikap positif umum (general positive attitude) terhadap kelompok lain, tidak adanya prasangka, serta menerima sesuatu yang tidak disetujui atau yang diprasangkakan Terdapat prasyarat dan kondisi dimana toleransi dapat eksis/ada. Pertama, harus ada kondisi ketidaksetujuan, ketidaksukaan. Toleransi mensyaratkan adanya oposisi, ketidaksetujuan dan keberatan dari satu pihak ke pihak yang lain. Kedua, toleransi mengacu pada ketidaksetujuan, ketidaksukaan yang sifatnya penting bagi orang. Bila seseorang tidak menganggap penting suatu perbedaan, maka mereka tidak peduli dengan perbedaan tersebut Tingkat intoransi sedang mencerminkan kombinasi trait yang toleran dan intoleran dalam diri individu, tergantung pada situasi yang dihadapi (orang dengan toleransi sedang menunjukkan toleran di situasi tertentu, namun tidak toleran di situasi yang lain. Tingkat toleransi tinggi menunjukkan trait toleransi dan tindakan diekspresikan secara jelas jelas, toleran terhadap orang lain yang berbeda dan memilki beliefs yang berbeda, empati serta simpati.
|
Metode | Penelitian dilakukan melalui pendekatan kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Subjek penelitian dipilih dengan menggunakan teknik purposif sampling dengan karakater: jenis kelamin laki-laki dan perempuan, latar belakang pendididikan mulai dari SMP dan berusia dari 17 tahun Alat ukur disusun dalam bentuk skala Likert yang menyediakan enam alternatif jawaban. Kuesioner toleransi ini dibuat berdasarkan kuesioner the Index of Tolerance yang dibuat oleh Soldatova Data penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner di area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini sejumlah 99 orang.
|
Hasil | Jumlah subyek penelitian yang kurang dan tidak merepresentasikan populasi. Seperti terlihat di tabel 2, jumlah subyek penelitian sebanyak 99 responden. Dari total responden tersebut, subyek penelitian mayoritas berdomisili di Tangerang Selatan (53,5 %) dan berusia antara 16-20 tahun (52,5%). Terdapat item kuesioner yang ambigu dan kurang bisa dipahami oleh subyek seperti item nomor 8 (Saya menjadi jengkel bila ada gangguan dan kekacauan), nomor 11 (Budaya dan tradisi suku saya tidak lebih baik dari pada budaya dan suku tradisi yang lain), nomor 19 (Di media massa, semua pendapat dan opini bisa dimuat dan ditayangkan) Pengembangan item untuk mengukur toleransi perlu diselaraskan sesuai dengan sudut pandang dan konteks masyarakat Indonesia. Skala asli dari the Index of Tolerance ini dibuat oleh Soldatova dalam bahasa Rusia. Adanya kesenjangan konteks budaya dan bahasa ini diduga berkontribusi terhadap item-item yang tidak valid dan indeks reliabilitas yang kurang baik. Menurut Doorn (2012), konteks sosial-budaya harus dipertimbangkan dalam mengoperasionalkan konstruk toleransi. Selain itu, riset mengenai toleransi sebaiknya juga tidak hanya fokus pada level individual saja, namun juga melibatkan aspekaspek yang bersifat meso dan makro
|
Diskusi | Toleransi dibutuhkan dalam suatu masyarakat yang komposisinya beragam, mulai dari keberagaman etnis, suku, budaya, bahasa dan agama. Akhir-akhir ini, kasus yang bertentangan dengan semangat toleransi kembali terjadi di berbagai belahan dunia. Pada pertengahan bulan Agustus 2017, di kota Charlottesville, Negara Bagian Virginia, Amerika Serikat pecah kerusuhan antar dua kelompok yang mengakibatkan tiga orang meninggal dunia dan puluhan lainnya luka-luka Sama halnya dengan fenomena yang terjadi di Amerika, Inggris dan Australia, kasus-kasus intoleransi juga banyak ditemui di Indonesia. Laporan dari Komnas HAM menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun kasus intoleransi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2014, Komnas HAM mencatat 74 kasus intoleransi yang dilaporkan ke pos pengaduan Desk KBB. Di tahun 2015, jumlah pengaduan meningkat menjadi 87 kasus. Sedangkan pada tahun 2016, kasus intoleransi yang dilaporkan lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu hampir mencapai 100 kasus Perilaku toleran dan sikap menghargai perbedaan juga dibutuhkan ketika kita menjalin relasi dengan bangsa-bangsa lain serta sudah memutuskan untuk terlibat dalam tatanan global. Toleransi merupakan penerimaan atas hal-hal yang tidak disetujui atau tidak disukai agar kita dapat berhubungan dan berinteraksi lebih baik dengan orang lain.
|
0 komentar:
Posting Komentar