Kamis, 04 Mei 2023

Essay 3 Meringkas Jurnal : PERBEDAAN REGULASI EMOSI PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI PERGURUAN TINGGI

 

PERBEDAAN REGULASI EMOSI PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI PERGURUAN TINGGI

Alfiyan Hidayat

22310410030

Dosen : Dr., Dra. Arundati Shinta MA

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

 

Topik

Perbedaan regulasi emosi perempuan dan laki-laki di perguruan tinggi

Sumber

Shinantya Ratnasari & Julia Suleeman . (2017). Perbedaan regulasi emosi perempuan dan laki-laki di perguruan tinggi. Jurnal psikologi sosial 2017, Vol. 15, No. 01, 35-46.

Permasalahan

  1. Perbedaan aspek emosional antara laki – laki dengan perempuan pada tulisan ini menjelaskan aspek-aspek yang melatar belakangi terjadinya perbedaan pengelolaan emosional antara laki – laki dan perempuan di kalangan mahasiswa
  2. Perbedaan emosional antara laki-laki dan perempuan ditinjau dari aspek pengasuhan dan budaya .
  3. Perbedaan pengelolaan emosional antara laki- laki dengan perempuan ditinjau dari sosialiasi ditemukan sebagai salah satu faktor yang berperan dalam menghasilkan perbedaan emosi antara perempuan dan laki-laki (di antaranya Brody & Hall, 1993; Jansz, 2000; Shields, 2002). Beberapa peneliti tentang emosi (di antaranya Alexander & Wood, 2000; Brody & Hall, 1993; Eagly, 1987; Eagly & Wood, 1991; Grossman & Wood, 1993) menganggap bahwa sosialisasi yang umum dijalani individu untuk berperan sebagai laki-laki atau perempuan di masyarakatnya menyertakan juga pembiasaan dalam menampilkan emosi.
  4. Dalam tulisan ini juga membahas aspek pola pendidikan yang didapat seseorang dapat mempengaruhi emosionalnya Pendidikan sebagai bagian dari proses sosialisasi dan pematangan individu sebagai pribadi bertujuan untuk menjadikan individu sebagai pribadi yang mandiri dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Kemandirian dan kemampuan adaptasi terkait erat dengan kemampuan mengendalikan dan mengelola emosi, dengan kata lain terkait erat dengan kemampuan regulasi emosi.



Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan dalam regulasi emosi antara perempuan dan laki-laki yang menjalani pendidikan di perguruan tinggi..

Dengan landasan teori dari Gross (1998, 1999, 2002) dipahami bahwa regulasi emosi memiliki dua dimensi, yaitu cognitive reappraissal dan expresive suppression.

Isi

Latar Belakang:Pada  penelitian ini merujuk pada studi-studi yang telah dibahas pada berbagai literatur terdahulu bahwa indikasi perbedaan cara mengelola emosi antara laki-laki dengan perempuan.

 

 

Pembahasan: Penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan dalam regulasi emosi antara perempuan dan laki-laki yang menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Dengan landasan teori dari Gross (1998, 1999, 2002) dipahami bahwa regulasi emosi memiliki dua dimensi, yaitu cognitive reappraissal dan expresive suppression. Cognitive reappraisal adalah bentuk perubahan kognitif yang melibatkan situasi inti emosi yang potensial sehingga mengubah pengaruh emosional. Sedangkan expresive suppression adalah bentuk pengungkapan respon yang memperlambat perilaku mengekspresikan emosi yang sedang dialami. Dalam penelitian ini diajukan hipotesis (1) ada perbedaan dalam regulasi emosi secara umum antara perempuan dan laki-laki; (2) tidak ada perbedaan dalam cognitive reappraissal antara perempuan dan laki-laki; dan (3) ada perbedaan expressive suppression antara perempuan dan laki-laki. Metode survey dengan kuesioner digunakan untuk mengetahui perbedaan regulasi emosi antara perempuan dan laki-laki. Kuesioner regulasi emosi adaptasi dari kuesioner yang dikonstruksi oleh Gross dan John (2003) digunakan di sini. Partisipan adalah 81 mahasiswa Fakultas Psikologi UI, terdiri dari 48 perempuan dan 33 laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam dimensi cognitive reappraissal antara perempuan dan laki-laki, sedangkan dalam dimensi expressive suppression ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki sehingga dalam regulasi emosi secara umum pun ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian.

Metode

Hipotesis dan Variabel Penelitian : Perbedaan antara skor regulasi emosi pada perempuan dan skor regulasi emosi secara umum pada laki-laki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah regulasi emosi dan jenis kelamin.Regulasi emosi memiliki dua dimensi,yaitu (1) cogntive reappraisal dan (2) expressive suppression. Variasi dari regulasi emosi ditentukan oleh tinggirendahnya skor yang diperoleh melalui kuesioner regulasi emosi yang dikonstruksi oleh Gross dan John (2003). Variasi juga dilihat dari tinggi-rendahnya skor pada setiap dimensi. Jenis kelamin variasinya terdiri dari perempuan dan laki-laki.Variabel jenis kelamin di sini selain merupakan kategori biologis-fisiologis, dianggap juga mewakili peran jenis kelamin yang dikonstruksi oleh budaya, termasuk pendidikan.

Desain Penelitian: Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan disain noneksperimental. Peneliti menggunakan metode kuantitatif karena ingin mendapat data dalam bentuk frekuensi dan penelitian yang dilakukan spesifik untuk mengukur tingkat regulasi emosi dari sejumlah partisipan. Penelitian ini menggunakan teknik survey, yaitu menanyakan beberapa pertanyaan kepada sejumlah orang dengan menggunakan kuesioner.

Partisipan Penelitian : Partisipan penelitian ini adalah adalah mahasiswa yang meliputi program studi sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Partisipan terbagi dua berdasarkan jenis kelaminnya, perempuan dan laki-laki. Partisipan tidak dibatasi oleh suku, agama maupun status sosial. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling, yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan ketersediaan orang sesuai dengan kriteria partisipan yang bersedia dan mau memberikan respon pada penelitian. Jumlah partisipan yang akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah 81 orang, 48 perempuan dan 31 laki-laki.

Instrumen Penelitian : Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner. Menurut Kumar (1996), kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis untuk kemudian dijawab oleh responden. Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah hasil adaptasi kuesioner ERQ (Emotion Regulation Questionaire) dari Gross dan John (2003). Kuesioner ini terdiri dari 10 item dengan 6 item mengukur cognitive reappraisal dan 4 item mengukur expressive suppression. Kuesioner ini menggunakan skala 1-7, dengan 1 berarti “sangat tidak setuju” dan 7 berarti “sangat setuju”. contoh item yang dari Kuesioner Regulasi Emosi untuk dimensi cognitive reappraisal: ‘Ketika saya ingin merasakan lebih banyak emosi positif, saya mengubah cara saya berpikir tentang situasi”. “Ketika saya ingin merasakan lebih sedikit emosi negatif (seperti sedih atau marah), saya mengubah apa yang sedang saya pikirkan”. Contoh item untuk dimensi expressive suppression: “Saya menjaga emosi saya agar hanya saya sendiri yang tahu”.”Ketika saya merasakan emosi positif, saya berhatihati agar tidak menampilkannya”.

Pengolahan dan Analisis Data: Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 13.0. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t (t-test) untuk sampel independen guna menguji signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok yang saling independen. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang menimbulkan emosi positif dan emosi negatif yang dialami partisipan serta bagaimana mereka melakukan perubahan emosi.

 

Hasil

Hasil penelitian :

Gambaran Regulasi Emosi. Dilihat dari mean skor regulasi emosi secara keseluruhan, rata-rata partisipan mengindikasikan kemampuan regulasi emosi yang cukup tinggi. Mean skor 45.75 lebih besar dari 35 yang merupakan nilai tengah dari rentang skor dari 7 sampai 70.







Mean skor 29,85 untuk cognitive reappraisal pun mengindikasikan kemampuan yang cukup tinggi dilihat dari rentang skor 6-42. Mean skor cognitive reappraisal ini lebih tinggi dari 21 yang merupakan nilai tengah rentang skor dimensi ini. Mean skor expressive suppression yaitu 15,90 sedikit lebih besar dari nilai tengah rentang skor 4-28 dari dimensi ini. Hasil perhitungan skor regulasi emosi partisipan perempuan dan laki-laki secara terpisah juga menunjukkan kecenderungan yang serupa dengan hasil perhitungan skor regulasi emosi secara keseluruhan. Perbedaan Regulasi Emosi Pada Perempuan dan Laki-laki Secara Keseluruhan. Perhitungan uji perbedaan antara mean skor regulasi emosi secara keluruhan pada perempuan dan laki-laki menghasilkan nilai t = -2,720, signifikan pada los 0.008. Nilai ini mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara mean skor regulasi emosi secara keluruhan pada perempuan dan laki-laki. Dari hasil t-test tersebut diketahui ada perbedaan antara regulasi emosi secara keseluruhan perempuan dan regulasi emosi secara keseluruhan lakilaki. Artinya, hipotesis nol (Ho) no. 1 yang menyatakan “Tidak ada perbedaan antara skor regulasi emosi secara keseluruhan pada perempuan dan skor regulasi emosi secara umum pada laki-laki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” ditolak Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) no. 1 yang menyatakan “Ada perbedaan antara skor regulasi emosi secara keseluruhan pada perempuan dan skor regulasi emosi secara umum pada laki-laki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” diterima. Perbedaan Cognitive Reappraisal. Perhitungan uji perbedaan antara mean skor Cognitive Reappraisal pada perempuan dan laki-laki menghasilkan nilai t = 7,15 , signifikan pada los 0.477. Nilai ini mengindikasikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara mean skor Cognitive Reappraisal pada perempuan dan laki-laki. Dari hasil t-test tersebut dapat diketahui tidak ada perbedaan antara cognitive reappraisal perempuan dan cognitive reappraisal laki-laki. Artinya

hipotesis nol (Ho) no. 2 yang menyatakan “Ada perbedaan antara skor cognitive reappraisal pada perempuan dan skor cognitive reappraisal pada laki-laki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” ditolak. Sebaliknya, hipotesis alternatif (Ha) no. 2 yang menyatakan “Tidak ada perbedaan antara skor cognitive reappraisal pada perempuan dan skor cognitive reappraisal pada lakilaki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” diterima. Perbedaan Expressive Suppression. Perhitungan uji perbedaan antara mean skor expressive suppression pada perempuan dan laki-laki menghasilkan nilai t = -3,234, signifikan pada los 0,002. Nilai ini mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara mean skor expressive suppression pada perempuan dan lakilaki. Dari hasil t-test tersebut diketahui ada perbedaan antara expressive suppression perempuan dan expressive suppression laki-laki. Artinya hipotesis nol (Ho) no. 3 yang menyatakan “Tidak ada perbedaan antara skor expressive suppresion pada perempuan dan skor expressive suppresion laki-laki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” ditolak. Sebaliknya, hipotesis alternatif yang menyatakan “Ada perbedaan antara skor expressive suppresion pada perempuan dan skor expressive suppresion laki-laki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” diterima.

Hal-hal yang Menyebabkan Emosi Positif dan Emosi Negatif serta Cara Mengubah Emosi. Hasil tambahan yang dipaparkan dalam tabel ini mengindikasikan bahwa hubungan interpersonal merupakan sumber dari pengalaman emosi positif baik bagi perempuan maupun laki-laki. Mendapat pujian (f perempuan = 31) dan bersama dengan pacar, teman dan atau keluarga (f perempuan = 28; f laki-laki = 15) merupakan peristiwa yang terjadi dalam konteks hubungan interpersonal. Selain hubungan interpesonal, peristiwa-peristiwa yang terkait pencapaian prestasi yaitu mendapat nilai bagus (f perempuan = 17; f laki-laki = 12). Pada perempuan, melakukan hobi (f = 10) termasuk peristiwa yang menghasilkan emosi positif. Dari tabel dapat diperoleh indikasi bahwa peristiwa yang paling sering menghasilkan pengalaman emosi negatif bagi partisipan perempuan adalah peristiwa dalam konteks hubungan interpersonal. Konflik orang lain (f = 16) paling banyak dipersepsi sebagai kejadian yang menghasilkan emosi negatif. 

 





 


 

Pada partisipan laki-laki pun hubungan interpersonal menjadi konteks dari peristiwa yang menghasilkan pengalaman emosi negatif. Peristiwa diabaikan oleh orang terdekat (f = 12) dianggap sebagai kejadian yang menghasilkan emosi negatif. Beberapa peristiwa lain, seperti kehilangan orang dekat, tidak dibutuhkan orang lain, patah hati, dan dibohongi pun dapat dikategorikan sebagai peristiwa dalam hubungan interpersonal. Setelah hubungan interpersonal, ada indikasi bahwa peristiwa-peristiwa terkait perkuliahan dan pencapaian prestasi menjadi peristiwa yang cukup menghasilkan pengalaman emosi negatif. Hal ini diindikasikan oleh jawaban bahwa mendapat nilai jelek dan tidak berhasil mencapai target sebagai peristiwa yang paling banyak dianggap sebagai kejadian yang menghasilkan emosi negatif. Dari hasil tambahan mengenai cara mengubah emosi diperoleh indikasi adanya kecenderungan partisipan meregulasi emosi dengan menggunakan strategi cognitive reappraisal seperti mengerjakan hal lain yang menyenangkan (f perempuan = 23; f laki-laki = 16), menyelesaikan masalah secara bertahap (f perempuan = 5; f laki-laki = 11), bercerita pada orang lain (f perempuan = 18), bersikap optimis (f perempuan = 12; f laki-laki = 21), mengharap akan ada hikmah dari peristiwa yang dialami (f perempuan = 7; f laki-laki = 13), dan bersyukur (f perempuan = 12; f laki-laki = 3).

 

Diskusi

  1. Hasil penelitian ini dapat menjadi indikasi dari adanya pengaruh pendidikan terhadap regulasi emosi. Selain itu, dari hasil yang menyatakan tidak ada perbedaan strategi cognitive reappraisal dalam regulasi emosi antara perempuan dan laki-laki, dapat ditarik implikasi bahwa emosi dan regulasi emosi, juga jenis kelamin bukan faktor determinan dari emosi. Ada indikasi bahwa emosi dan regulasi emosi merupakan kecenderungan yang dibentuk oleh pola asuh, sosialisasi, dan pendidikan.
  2. Secara umum, partisipan penelitian, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki regulasi emosi yang tinggi. Namun lakilaki mempunyai nilai regulasi emosi yang lebih tinggi baik secara keseluruhan maupun dalam kedua strateginya, cognitive reappraissal dan expressive suppression. Meski kedua kelompok partisipan itu sama-sama menjalani pendidikan di perguruan tinggi yang dinilai terbaik di Indonesia, bisa jadi pengaruh pendidikan belum dapat mengubah sepenuhnya kecenderungan regulasi emosi hasil pola asuh dan sosialisasi yang cenderung menekankan bahwa perempuan lebih leluasa mengekspresikan dan larut dalam pengalaman emosi daripada laki-laki. Namun kemungkinan ini perlu diteliti secara khusus dalam penelitian-penelitian selanjutnya. Studi lebih lanjut tentang hal ini diperlukan untuk mempertajam pemahaman dan memperoleh hasil yang komprehensif.
  3. Hasil penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam dimensi expressive suppression bisa memiliki implikasi yang dapat diteliti lebih jauh, yaitu pengaruh ketidaksadaran dalam regulasi emosi yang mengarahkan laki-laki untuk lebih menekan dan melupakan pengalaman emosi daripada perempuan. Nilai skor laki-laki lebih tinggi daripada nilai skor perempuan. Nilai skor ini dapat dipengaruhi oleh budaya dan pola asuh yang biasa dilakukan di Indonesia. Perempuan lebih diberi keleluasaan dalam mengungkapkan emosinya. Sedangkan laki-laki dituntut untuk lebih memendam emosinya. Secara umum di Indonesia, perempuan yang larut dalam pengalaman emosi dan cenderung mengekspresikan emosinya lebih diterima dibandingkan dengan laki-laki.
  4. Perbedaan dalam regulasi emosi secara umum antara perempuan dan lakilaki merupakan konsekuensi dari perbedaan dalam expressive suppression. Jika salah satu dimensi mengalami perbedaan yang signifikan, maka pada hasil keseluruhannya akan terdapat perbedaan yang signifikan pula. Hal yang menarik untuk dicermati lebih jauh adalah baik pada perempuan maupun laki-laki, perbedaan antara dimensi cognitive reappraisal dan expressive suppression cukup jauh. Dari situ dapat disimpulkan bahwa penggunaan pikiran atau kognisi yang bersifat sadar lebih diutamakan daripada ketidaksadaran. Partisipan penelitian ini menunjukkan kecenderungan lebih besar untuk menjalani pengalaman emosi secara rasional.
  5. Isu perempuan dan pendidikan menjadi menarik dibahas terkait dengan hasil penelitian ini. Dari hasil penelitian ini ada indikasi bahwa perempuan dapat menggunakan strategi regulasi emosi yang tidak berbeda dengan laki-laki, khususnya strategi cognitive reappraisal jika mereka menjalani pendidikan di perguruan tinggi dan dibiasakan untuk melibatkan aspek kognitif dalam regulasi emosi. Di sisi lain, ada indikasi bahwa pengaruh pola asuh dan budaya masih cukup kuat tertanam pada laki-laki yang sudah menjalani pendidikan tinggi. Indikasi itu diperoleh dari skor dimensi expressive suppression partisipan lakilaki yang tergolong tinggi dan lebih tinggi dibandingkan skor dimensi expressive suppression pada partisipan perempuan.
  6. Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang perolehan datanya mengandalkan self-report berdasarkan ingatan dan penilaian partisipan. Data yang diperoleh dengan pengukuran ini baru merupakan indikasi dari regulasi emosi. Untuk memperoleh data yang mencerminkan langsung aktivitas regulasi emosi diperlukan pengukuran perilaku secara langsung pada saat gejala itu tampil. Untuk itu diperlukan metode penelitian, teknik pengukuran dan alat ukur tersendiri.

 

 


0 komentar:

Posting Komentar