PERBEDAAN REGULASI EMOSI PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DI
PERGURUAN TINGGI
Alfiyan Hidayat
22310410030
Dosen : Dr., Dra. Arundati Shinta
MA
Fakultas Psikologi Universitas
Proklamasi 45
Yogyakarta
|
Topik |
Perbedaan regulasi emosi perempuan dan laki-laki di perguruan tinggi |
|
Sumber |
Shinantya Ratnasari
& Julia Suleeman . (2017). Perbedaan
regulasi emosi perempuan dan laki-laki di perguruan tinggi. Jurnal psikologi
sosial 2017, Vol. 15, No. 01, 35-46. |
|
Permasalahan |
|
|
Tujuan Penelitian |
Penelitian ini
bertujuan mengetahui perbedaan dalam regulasi emosi antara perempuan dan
laki-laki yang menjalani pendidikan di perguruan tinggi.. Dengan landasan teori
dari Gross (1998, 1999, 2002) dipahami bahwa regulasi emosi memiliki dua
dimensi, yaitu cognitive reappraissal dan expresive suppression. |
|
Isi |
Latar Belakang:Pada penelitian ini merujuk pada studi-studi yang
telah dibahas pada berbagai literatur terdahulu bahwa indikasi perbedaan cara
mengelola emosi antara laki-laki dengan perempuan. Pembahasan: Penelitian
ini bertujuan mengetahui perbedaan dalam regulasi emosi antara perempuan dan
laki-laki yang menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Dengan landasan
teori dari Gross (1998, 1999, 2002) dipahami bahwa regulasi emosi memiliki
dua dimensi, yaitu cognitive reappraissal dan expresive suppression.
Cognitive reappraisal adalah bentuk perubahan kognitif yang melibatkan
situasi inti emosi yang potensial sehingga mengubah pengaruh emosional.
Sedangkan expresive suppression adalah bentuk pengungkapan respon yang
memperlambat perilaku mengekspresikan emosi yang sedang dialami. Dalam
penelitian ini diajukan hipotesis (1) ada perbedaan dalam regulasi emosi
secara umum antara perempuan dan laki-laki; (2) tidak ada perbedaan dalam
cognitive reappraissal antara perempuan dan laki-laki; dan (3) ada perbedaan
expressive suppression antara perempuan dan laki-laki. Metode survey dengan
kuesioner digunakan untuk mengetahui perbedaan regulasi emosi antara
perempuan dan laki-laki. Kuesioner regulasi emosi adaptasi dari kuesioner
yang dikonstruksi oleh Gross dan John (2003) digunakan di sini. Partisipan
adalah 81 mahasiswa Fakultas Psikologi UI, terdiri dari 48 perempuan dan 33
laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam dimensi
cognitive reappraissal antara perempuan dan laki-laki, sedangkan dalam
dimensi expressive suppression ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki
sehingga dalam regulasi emosi secara umum pun ada perbedaan antara perempuan
dan laki-laki. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. |
|
Metode |
Hipotesis dan Variabel Penelitian : Perbedaan antara skor regulasi
emosi pada perempuan dan skor regulasi emosi secara umum pada laki-laki yang
sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi. Variabel-variabel dalam
penelitian ini adalah regulasi emosi dan jenis kelamin.Regulasi emosi
memiliki dua dimensi,yaitu (1) cogntive reappraisal dan (2) expressive
suppression. Variasi dari regulasi emosi ditentukan oleh tinggirendahnya skor
yang diperoleh melalui kuesioner regulasi emosi yang dikonstruksi oleh Gross
dan John (2003). Variasi juga dilihat dari tinggi-rendahnya skor pada setiap
dimensi. Jenis kelamin variasinya terdiri dari perempuan dan
laki-laki.Variabel jenis kelamin di sini selain merupakan kategori
biologis-fisiologis, dianggap juga mewakili peran jenis kelamin yang
dikonstruksi oleh budaya, termasuk pendidikan. Desain Penelitian: Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif dengan disain
noneksperimental. Peneliti menggunakan metode kuantitatif karena ingin
mendapat data dalam bentuk frekuensi dan penelitian yang dilakukan spesifik
untuk mengukur tingkat regulasi emosi dari sejumlah partisipan. Penelitian
ini menggunakan teknik survey, yaitu menanyakan beberapa pertanyaan kepada
sejumlah orang dengan menggunakan kuesioner. Partisipan Penelitian
: Partisipan penelitian ini adalah adalah mahasiswa yang meliputi program
studi sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Partisipan terbagi
dua berdasarkan jenis kelaminnya, perempuan dan laki-laki. Partisipan tidak
dibatasi oleh suku, agama maupun status sosial. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah accidental sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
berdasarkan ketersediaan orang sesuai dengan kriteria partisipan yang
bersedia dan mau memberikan respon pada penelitian. Jumlah partisipan yang
akan dilibatkan dalam penelitian ini adalah 81 orang, 48 perempuan dan 31
laki-laki. Instrumen Penelitian
: Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner. Menurut
Kumar (1996), kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis untuk kemudian
dijawab oleh responden. Dalam penelitian ini kuesioner yang digunakan adalah
hasil adaptasi kuesioner ERQ (Emotion Regulation Questionaire) dari Gross dan
John (2003). Kuesioner ini terdiri dari 10 item dengan 6 item mengukur
cognitive reappraisal dan 4 item mengukur expressive suppression. Kuesioner
ini menggunakan skala 1-7, dengan 1 berarti “sangat tidak setuju” dan 7
berarti “sangat setuju”. contoh item yang dari Kuesioner Regulasi Emosi untuk
dimensi cognitive reappraisal: ‘Ketika saya ingin merasakan lebih banyak
emosi positif, saya mengubah cara saya berpikir tentang situasi”. “Ketika
saya ingin merasakan lebih sedikit emosi negatif (seperti sedih atau marah),
saya mengubah apa yang sedang saya pikirkan”. Contoh item untuk dimensi
expressive suppression: “Saya menjaga emosi saya agar hanya saya sendiri yang
tahu”.”Ketika saya merasakan emosi positif, saya berhatihati agar tidak
menampilkannya”. Pengolahan dan Analisis
Data: Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 13.0.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji t (t-test) untuk sampel
independen guna menguji signifikansi perbedaan mean antara dua kelompok yang
saling independen. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui hal-hal apa
saja yang menimbulkan emosi positif dan emosi negatif yang dialami partisipan
serta bagaimana mereka melakukan perubahan emosi. |
|
Hasil |
Hasil penelitian : Gambaran Regulasi
Emosi. Dilihat dari mean skor regulasi emosi secara keseluruhan, rata-rata
partisipan mengindikasikan kemampuan regulasi emosi yang cukup tinggi. Mean
skor 45.75 lebih besar dari 35 yang merupakan nilai tengah dari rentang skor
dari 7 sampai 70. Mean skor 29,85 untuk
cognitive reappraisal pun mengindikasikan kemampuan yang cukup tinggi dilihat
dari rentang skor 6-42. Mean skor cognitive reappraisal ini lebih tinggi dari
21 yang merupakan nilai tengah rentang skor dimensi ini. Mean skor expressive
suppression yaitu 15,90 sedikit lebih besar dari nilai tengah rentang skor
4-28 dari dimensi ini. Hasil perhitungan skor regulasi emosi partisipan
perempuan dan laki-laki secara terpisah juga menunjukkan kecenderungan yang
serupa dengan hasil perhitungan skor regulasi emosi secara keseluruhan.
Perbedaan Regulasi Emosi Pada Perempuan dan Laki-laki Secara Keseluruhan.
Perhitungan uji perbedaan antara mean skor regulasi emosi secara keluruhan
pada perempuan dan laki-laki menghasilkan nilai t = -2,720, signifikan pada
los 0.008. Nilai ini mengindikasikan adanya perbedaan yang signifikan antara
mean skor regulasi emosi secara keluruhan pada perempuan dan laki-laki. Dari
hasil t-test tersebut diketahui ada perbedaan antara regulasi emosi secara
keseluruhan perempuan dan regulasi emosi secara keseluruhan lakilaki.
Artinya, hipotesis nol (Ho) no. 1 yang menyatakan “Tidak ada perbedaan antara
skor regulasi emosi secara keseluruhan pada perempuan dan skor regulasi emosi
secara umum pada laki-laki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan
tinggi” ditolak Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) no. 1 yang
menyatakan “Ada perbedaan antara skor regulasi emosi secara keseluruhan pada
perempuan dan skor regulasi emosi secara umum pada laki-laki yang sedang
menjalani pendidikan di perguruan tinggi” diterima. Perbedaan Cognitive
Reappraisal. Perhitungan uji perbedaan antara mean skor Cognitive Reappraisal
pada perempuan dan laki-laki menghasilkan nilai t = 7,15 , signifikan pada
los 0.477. Nilai ini mengindikasikan tidak adanya perbedaan yang signifikan
antara mean skor Cognitive Reappraisal pada perempuan dan laki-laki. Dari
hasil t-test tersebut dapat diketahui tidak ada perbedaan antara cognitive
reappraisal perempuan dan cognitive reappraisal laki-laki. Artinya hipotesis nol (Ho)
no. 2 yang menyatakan “Ada perbedaan antara skor cognitive reappraisal pada
perempuan dan skor cognitive reappraisal pada laki-laki yang sedang menjalani
pendidikan di perguruan tinggi” ditolak. Sebaliknya, hipotesis alternatif
(Ha) no. 2 yang menyatakan “Tidak ada perbedaan antara skor cognitive
reappraisal pada perempuan dan skor cognitive reappraisal pada lakilaki yang
sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” diterima. Perbedaan
Expressive Suppression. Perhitungan uji perbedaan antara mean skor expressive
suppression pada perempuan dan laki-laki menghasilkan nilai t = -3,234,
signifikan pada los 0,002. Nilai ini mengindikasikan adanya perbedaan yang
signifikan antara mean skor expressive suppression pada perempuan dan
lakilaki. Dari hasil t-test tersebut diketahui ada perbedaan antara
expressive suppression perempuan dan expressive suppression laki-laki.
Artinya hipotesis nol (Ho) no. 3 yang menyatakan “Tidak ada perbedaan antara
skor expressive suppresion pada perempuan dan skor expressive suppresion
laki-laki yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” ditolak.
Sebaliknya, hipotesis alternatif yang menyatakan “Ada perbedaan antara skor
expressive suppresion pada perempuan dan skor expressive suppresion laki-laki
yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi” diterima. Hal-hal yang Menyebabkan Emosi Positif dan Emosi Negatif serta Cara Mengubah Emosi. Hasil tambahan yang dipaparkan dalam tabel ini mengindikasikan bahwa hubungan interpersonal merupakan sumber dari pengalaman emosi positif baik bagi perempuan maupun laki-laki. Mendapat pujian (f perempuan = 31) dan bersama dengan pacar, teman dan atau keluarga (f perempuan = 28; f laki-laki = 15) merupakan peristiwa yang terjadi dalam konteks hubungan interpersonal. Selain hubungan interpesonal, peristiwa-peristiwa yang terkait pencapaian prestasi yaitu mendapat nilai bagus (f perempuan = 17; f laki-laki = 12). Pada perempuan, melakukan hobi (f = 10) termasuk peristiwa yang menghasilkan emosi positif. Dari tabel dapat diperoleh indikasi bahwa peristiwa yang paling sering menghasilkan pengalaman emosi negatif bagi partisipan perempuan adalah peristiwa dalam konteks hubungan interpersonal. Konflik orang lain (f = 16) paling banyak dipersepsi sebagai kejadian yang menghasilkan emosi negatif. Pada partisipan
laki-laki pun hubungan interpersonal menjadi konteks dari peristiwa yang
menghasilkan pengalaman emosi negatif. Peristiwa diabaikan oleh orang
terdekat (f = 12) dianggap sebagai kejadian yang menghasilkan emosi negatif.
Beberapa peristiwa lain, seperti kehilangan orang dekat, tidak dibutuhkan
orang lain, patah hati, dan dibohongi pun dapat dikategorikan sebagai
peristiwa dalam hubungan interpersonal. Setelah hubungan interpersonal, ada
indikasi bahwa peristiwa-peristiwa terkait perkuliahan dan pencapaian
prestasi menjadi peristiwa yang cukup menghasilkan pengalaman emosi negatif.
Hal ini diindikasikan oleh jawaban bahwa mendapat nilai jelek dan tidak
berhasil mencapai target sebagai peristiwa yang paling banyak dianggap
sebagai kejadian yang menghasilkan emosi negatif. Dari hasil tambahan
mengenai cara mengubah emosi diperoleh indikasi adanya kecenderungan
partisipan meregulasi emosi dengan menggunakan strategi cognitive reappraisal
seperti mengerjakan hal lain yang menyenangkan (f perempuan = 23; f laki-laki
= 16), menyelesaikan masalah secara bertahap (f perempuan = 5; f laki-laki =
11), bercerita pada orang lain (f perempuan = 18), bersikap optimis (f
perempuan = 12; f laki-laki = 21), mengharap akan ada hikmah dari peristiwa
yang dialami (f perempuan = 7; f laki-laki = 13), dan bersyukur (f perempuan
= 12; f laki-laki = 3). |
|
Diskusi |
|












0 komentar:
Posting Komentar