PENTINGNYA QUALITY TIME PADA SINGLE PARENT DENGAN ANAK
Ujian
Tengah Semester Psikologi Sosial
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta,
MA.
AUSTANIVA
22310410060
Fakultas
Psikologi
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
2023
Link Photo Challenge : https://www.instagram.com/p/CsN0VbVLlGW/
PENDAHULUAN
Beberapa orang memiliki stigma yang berbeda dalam
mengartikan kebersamaan dalam keluarga. Keluarga yang tidak nampak utuh atau
akur akan menjadi bahan perbincangan masyarakat yang ada di lingkungan sekitar.
Ada beberapa orang yang hanya berfikir saat pulang kerja melihat anggota
keluarg ayang lengkap berada di rumah itu sudah cukup memberikan kebahagiaan.
Ada pula keluarga yang berfikir bahwa memiliki quality tme bersama keluarga itu
sangat penting untuk mendekatkan hubungan dalam satu keluarga, walau hanya sekedar makan bersama, olah raga
bersama atau jalan-jalan bersama. Kebersamaan dalam suatu keluarga memberikan
efek kebahagiaan tersendiri bagi seorang anak. Namun apa yang terjadi jika oang
tua tidak tinggal bersama? Bagi seorang anak kehidupannya akan terasa pincang.
Pengasuhan anak oleh single parent (orang tua tunggal ayah atau ibu) adalah
suatu fenomena sosial yang saat ini banyak terjadi di masyarakat. Orang tua yang
menjadi single parent sedikit demi sedikit harus dapat membimbing dan
memotivasi anak, terutama dalam mendukung anak untuk bersosialisasi di
lingkungan sekitarnya. Menjadi single parent harus peka terhadap kadar tekanan
yang dialami oleh anak. Mengingat banyak terjadi anak dari hasil pola asuh
single parent yang sangat minim sekali mendapatkan perharian dari orangtuanya
menjadikan stigma masyarakat bahwa anak single parent cenderung berperilaku dan
bersifat negatif. Namun ada pula anak single parent yang pada akhirnya berhasil
melewati setiap tekanan dan memiliki kualitas yang unggul. Pola asuh yang tepat
dan lebih memperhatikan anak dapat menjadi salah satu faktor keberhasilan
single parent dalam mendidika anaknya, namun tentu hal itu tidak mudah dan
membutuhkan perjuangan yang ekstra.
PERMASALAHAN
Dalam hal membangun quality time seorang single parent
dengan anaknya tentu memiliki lebih banyak hambatan dan permasalahan ibandingkan
dengan orang tua yang utuh. Hambatan dan permasalahan yang sering timbul adalah
:
- Single parent harus bekerja lebih keras karena sudah tidak memiliki pasangan sebagai penopang hidup.
- Single parent yang mengalami trauma karena perpisahan dengan pasangan, baik itu karena kematian maupun perceraian dituntut untuk tetap kuat bertahan agar dapat kembali hidup normal bersama anak.
- Single parent dituntut untuk menjadi 2 sosok sekaligus untuk anak agar anak dapat tumbuh secara normal dan tidak kekurangan kasih sayang.
- Single parent yang sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan financial keluarga menyebabkan waktu untuk anak menjadi kurang dan terkadang single parent tidak paham bagaimana keadaan anak yang sebenarnya.
- Single parent yang memiliki pendidikan rendah cenderung tidak dapat menguasai keadaan dan membiarkan anak tumbuh tanpa diarahkan dengan benar.
PEMBAHASAN
Katono (dalam Prajipto, 2007) mengungkapkan bahwa
keluarga sendiri merupakan lembaga paling utama serta paling bertanggungjawab
di tengah masyarakat dalam menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian
biologis anak manusia karena di tengah keluargalah anak manusia dilahirkan
serta di didik sampai menjadi dewasa. Orang tua berkewajiban mempersiapkan
tubuh, jiwa dan mental anak untuk menghadapi segala bentuk pergaulan yang ada
di masyarakat, sehingga seorang anak dapat tumbuh dan berkembang baik dari segi
psikologis maupun sosialnya. Memang, memberikan pendidikan, kasih sayang dan
perhatian yang sempurna untuk anak adalah tugas yang tidak mudah, terutama bagi
single parent yang kesehariannya juga dituntut untuk memenuhi kebutuhan financial.
Single parent yang benar-benar telah siap dengan
konsekuensi akibat dampak perpisahan/kematian pasangan cenderung akan mendidik
anak lebih tegas dan memiliki keinginan yang kuat dalam membentuk karakter positif
anak. Anak yang di didik oleh single parent yang menerapkan aturan yang tidak
merugikan salah satu pihak dan konsekuen cenderung menjadi anak yang tidak
memiliki masalah dalam interaksi sosial dan akademiknya. Berbeda dengan anak
yang di didik oleh orang tua yang tidak
siap menjadi single parent, pola asuh single parent yang tidak siap dengan
status, tuntutan dan tanggung jawabnya akan menimbulkan dampak yang negatif
terhadap perkembangan anak, seperti anak cenderung tidak suka/minder dalam
bersosialisasi, tingkat prestasi anak kurang bagus, anak ketagihan gadget/game
dan anak akan menjadi sosok pemberontak.
PENYELESAIAN
Quality time single parent dengan anak dapat dijadikan
salah satu solusi untuk mendekatkan hubungan orang tua dengan anak. Single
parent yang meluangkan waktu setidaknya untuk makan bersama anak, mengajari
anak belajar, mengajak anak ke taman bermain saat akhir minggu dan mengajak
anak beraktifitas bersama seperti memasak, olah raga atau liburan dapat
meningkatkan kualitas hubungan. Single parent dengan anak akan merasa terhubung
dan tidak ada sekat yang membatasi hubungan mereka. Hal lain yang perlu
diterapkan oleh single parent adalah menerapkan aturan yang pasti dalam keluarga,
single parent dan anak bisa membuat kesepakatan bersama seperti kapan waktu
untuk boleh bermain gadgetgame, jam berapa maksimal single parent harus sudah
di rumah, menentukan 1 hari khusus dalam 1 minggu untuk kegiatan bersama.
REFERENSI
Prajipto, Veronika. 2007. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pola pengasuhan single parent mother. Skripsi. Universias Katholik
Soegijapranata, Semarang
Shofi Nur Amalia. 2023. Resiliensi sosial pada anak
single parent usia dasar. Volume 05, No. 02, Januari-Februari 2023
0 komentar:
Posting Komentar