Tindak Kekerasan Perundungan Berdasarkan Perspektif Perbedaan Jenis Kelamin
Essay 3 Psikologi Sosial
Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, MA.
Naufal Adhitya Rahman
22310410005
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Topik | Tindak Kekerasan Perundungan Berdasarkan Perspektif Perbedaan Jenis Kelamin
|
Sumber | Ihsana, S.B .,Kusdiyanti Kulisworo.,Wahyudi Hedi; Keyakinan Yang Mendukung Tindak Kekerasan Perundungan 10.7454/jps.2023.10 |
Permasalahan | Frekuensi terjadinya kasus perundungan di Indonesia tergolong cukup tinggi. Sepanjang tahun 2011 hingga 2019, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 2,473 laporan kasus perundungan dan KPAI meyakini bahwa kasusnya terus meningkat setiap tahun. |
Tujuan Penelitian | Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kontribusi keyakinan yang mendukung tindak kekerasan terhadap tindakan perundungan pada siswa laki- laki dan siswa perempuan SD dan SMP. Penelitian ini diharapkan dapat mengisi kesenjangan informasi mengenai kontribusi keyakinan yang mendukung tindak kekerasan terhadap tindakan perundungan melalui perspektif perbedaan jenis kelamin, sehingga diharapkan dapat memberikan masukan berharga bagi orang tua dan guru dalam upaya prevensi tindakan perundungan di sekolah. |
Isi | • Sebanyak 27.1% siswa melaporkan pernah menjadi korban perundungan fisik minimal dua kali selama satu bulan terakhir, 36.7% menjadi korban perundungan verbal, dan 26.5% menjadi korban perundungan psikologis. Data Children’s Worlds menunjukkan bahwa 22.8% siswa berusia 8-12 tahun di Kota Bandung melaporkan pernah mengalami perundungan fisik dipukul setidaknya 2 kali atau lebih oleh anak lain di sekolah, 36.8% dipanggil dengan nama buruk setidaknya 2 kali atau lebih oleh anak lain di sekolah, dan 23.7% dikucilkan setidaknya 2 kali atau lebih oleh anak lain di kelas. • Siswa yang memiliki keyakinan yang mendukung tindak kekerasan menggunakan kekerasan fisik ketika mereka diganggu oleh siswa lain dan meyakini bahwa hanya dengan menggunakan kekerasanlah siswa dapat menghentikan gangguan yang mereka terima. Siswa juga meyakini bahwa akan dianggap sebagai pengecut jika menghindar dari perkelahian. Perbedaan jenis kelamin juga dikaitkan dengan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan. Tindakan agresif yang dilakukan oleh laki-laki dianggap lebih bisa diterima dibandingkan tindakan agresif yang dilakukan oleh perempuan. •Perbedaan jenis kelamin juga masih menjadi perdebatan dalam kaitannya dengan perundungan, baik dalam konteks sebagai korban maupun pelaku. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin menjadi penentu perbedaan perilaku individu terkait perundungan dan tindakan agresif. Perilaku agresif cenderung mengalami peningkatan di saat individu mengalami transisi dari masa anak ke masa remaj. Hal ini ditandai dengan tingginya angka kejadian perundungan pada masa transisi ini, dan mengalami penurunan angka kejadian di saat individu telah memasuki masa remaja. Di konteks Indonesia, transisi ini terjadi saat siswa berada di antara kelas 4, 5, 6 Sekolah Dasar hingga masa akhir studi di Sekolah Menengah Pertama yang ditandai dengan tingginya angka kejadian perundungan pada kelompok usia tersebut. |
Metode | •Ini penelitian kuantitatif karena penelitian ini bisa menghasilkan presentase tindakan perundungan baik secara fisik maupun psikis. •Subjek penelitian adalah siswa SD dan SMP di Kota Bandung. Siswa SD kelas 4, 5, dan 6, serta siswa SMP kelas 7, 8, dan 9. Total sampel dalam penelitian ini adalah N = 1,539. Artinya peneliti sudah memilih anak pada usia tertentu sesuai dengan permasalahan. • Teknik Analisis. Presentase disajikan secara rinci dan pengujian jenis kelamin dilakukan secara terpilih sehingga informasi yang disajikan sangat lengkap dan jelas. Analisis data menggunakan regresi linier dengan PROCESS v4.1 untuk menguji jenis kelamin sebagai variabel moderator terhadap keyakinan yang mendukung tindak kekerasan dan tindakan perundungan. Analisis deskriptif juga dilakukan dengan menyajikan frekuensi tindakan perundungan serta nilai rerata (M) dan Standard Deviation (SD) untuk melihat signifikansi perbedaan kekuatan keyakinan yang mendukung tindak kekerasan pada kelompok siswa laki-laki dan siswa perempuan. •Prosedur. Peneliti mendapatkan izin dari Komisi Etik dengan nomor 002/2020/Etik/KPIN tertanggal 23 Januari 2020 untuk melaksanakan penelitian psikologi pada sampel anak dan remaja. |
Hasil | •Tabel 2 yang disajikan peniliti memperlihatkan bahwa lebih banyak siswa laki-laki yang melakukan tindakan perundungan dibandingkan siswa perempuan pada ketiga tipe perundungan (fisik, verbal, dan psikologis). Tindakan perundungan yang paling banyak terjadi adalah perundungan verbal (36.6%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Borualogo & Casas. dari perspektif korban perundungan. Perundungan verbal di sekolah merupakan perundungan yang paling sering terjadi, karena pada umumnya guru menilai bahwa mengejek sesama siswa adalah bentuk candaan, padahal siswa menilai ejekan ini sebagai bentuk perundungan karena dirasakan menyakiti hati mereka. •Tabel 3 yang disajikan peneliti memperlihatkan perbedaan signifikan nilai rerata pada siswa laki-laki dan perempuan di ketiga tipe perilaku perundungan. Siswa laki-laki secara signifikan memiliki nilai rerata yang lebih tinggi dibandingkan siswa perempuan pada ketiga tipe perilaku perundungan yang dipengaruhi oleh keyakinan yang mendukung tindak kekerasan. Artinya, siswa laki-laki lebih kuat memiliki keyakinan yang mendukung tindak kekerasan fisik, verbal, dan psikologis dibandingkan siswa perempuan.
|
Diskusi | •Aktivitas candaan secara verbal sering kali menjadi awal mula terjadinya perundungan verbal dengan saling ejek dan memberikan julukan buruk. Hal ini juga menjadi indikasi yang menguatkan temuan sebelumnya di Indonesia bahwa perundungan verbal adalah jenis perundungan yang paling sering terjadi dan tidak menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan terkait perundungan verbal ini. •Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keyakinan yang mendukung tindak kekerasan memberikan kontribusi signifikan bagi individu dalam melakukan tindakan perundungan (fisik, verbal, dan psikologis). Hal ini sejalan dengan temuan awal yang menjelaskan bahwa keyakinan yang mendukung tindak kekerasan merupakan salah satu prediktor perundungan pada siswa SD. •Siswa laki-laki lebih sering melakukan tindakan perundungan dibandingkan siswa perempuan. lebih banyak siswa perempuan yang menjadi korban perundungan dibandingkan siswa laki-laki. Nilai rerata tertinggi pada siswa laki-laki dan siswa perempuan adalah pada perilaku perundungan verbal, sedangkan nilai rerata terendah pada siswa laki-laki dan siswa perempuan adalah pada perilaku perundungan psikologis. • interaksi antara guru dengan siswa merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi relasi siswa dengan teman sebayanya dan mempengaruhi persepsi siswa mengenai lingkungan sekolah. Jika guru dapat menjalankan peran dalam membantu menangani konflik di antara siswa, siswa akan merasa aman untuk meminta bantuan dari guru ketika mereka menghadapi persoalan di sekolah. Guru tampaknya perlu mengubah cara berinteraksi dengan siswa-siswi di sekolah dengan memberikan perhatian serius terhadap laporan yang disampaikan siswa terkait perundungan verbal, dan tidak menganggapnya hanya sekedar candaan •Hasil analisis menunjukkan bahwa kontribusi keyakinan yang mendukung tindak kekerasan hanya berkisar antara 1.4% hingga 9.3%. Artinya, terdapat faktor-faktor lain yang memberikan kontribusi lebih besar bagi terjadinya tindakan perundungan di sekolah. |
Lampiran :
0 komentar:
Posting Komentar