Sabtu, 04 Mei 2024

"Penularan Bunuh Diri Melalui Media"_Prasetya Ari W_22310410009_SJ

 "Penularan Bunuh Diri Melalui Media"

Tugas Individu Psikologi Abnormalitas

Dosen Pengampu: FX. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA.

 

(Sumber : antaranews.com)

Prasetya Ari Widodo

22310410009

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

 

Bunuh diri menjadi berita yang selalu hangat dibicarakan, tidak hanya karena pelakunya tetapi juga karena korban dan modus operandinya. Pada umumnya peristiwa bunuh diri biasanya didahului oleh depresi yang melanda pelakunya. Depresi yang didahului oleh frustasi, yakni situasi di mana seseorang tidak mampu mencapai tujuan yang diinginkannya. Sedangkan frustasi didahului oleh stress, yakni respon individu terhadap keadaan yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk menghadapinya.

Kasus penularan bunuh diri melalui media dapat dilihat sebagai salah satu bentuk kekerasan yang dialami oleh anak, baik langsung sebagai korban, sebagai yang menyaksikan, atau sebagai yang ditinggalkan dengan pertanyaan-pertanyaan di kepalanya. Faktor-faktor yang mempengaruhi orang melakukan bunuh diri, seperti kondisi psikologis, biologis, dan lingkungan, termasuk keluarga dan faktor luar keluarga, dapat mempengaruhi perilaku abnormal psikologi.

Ketika melihat kasus penularan bunuh diri melalui media dari perspektif psikologi abnormal, terdapat beberapa faktor yang dapat diidentifikasi sebagai pengaruh utama:

1) Modeling atau Imitasi, media memiliki kemampuan untuk menyajikan informasi secara dramatis, terutama ketika memberitakan kasus bunuh diri selebriti atau tokoh publik. Jika pemberitaan tersebut mendapatkan liputan yang luas dan detailnya disajikan dengan dramatis, hal ini bisa mempengaruhi individu yang rentan secara psikologis untuk meniru tindakan tersebut.

2) Desensitisasi, paparan berulang terhadap berita atau konten media yang menggambarkan bunuh diri bisa menyebabkan desensitisasi terhadap topik tersebut. Hal ini dapat membuat individu lebih rentan terhadap gagasan bunuh diri, karena mereka mungkin kehilangan sensitivitas terhadap konsekuensi tragis dari tindakan tersebut.

3) Stigma dan Persepsi Negatif tentang Kesehatan Mental, media sering kali memperkuat stigma dan persepsi negatif terhadap gangguan mental dan bunuh diri. Jika media menggambarkan bunuh diri sebagai tindakan yang "pantas" atau "heroik" dalam konteks tertentu, hal ini dapat memperkuat persepsi yang salah bahwa bunuh diri adalah solusi yang valid untuk masalah psikologis atau emosional.

4) Teori Pembelajaran Sosial, teori ini menyatakan bahwa individu belajar dari pengalaman sosial dan lingkungan mereka. Melalui media, individu dapat belajar tentang kasus bunuh diri dan mungkin meniru perilaku tersebut, terutama jika mereka mengidentifikasi diri dengan individu yang melakukan bunuh diri atau jika mereka mengalami kesulitan serupa.

5) Krisis Identitas dan Pengaruh Kelompok, media sosial juga dapat menjadi platform di mana individu merasakan tekanan dari kelompok atau komunitas online mereka. Jika ada tren atau tekanan untuk meniru tindakan bunuh diri yang didorong oleh konten media sosial, individu yang rentan secara psikologis mungkin merasa terdorong untuk mengikuti.

Dari perspektif psikologi abnormal, penting untuk menyadari bahwa media dapat memiliki dampak yang signifikan pada perilaku dan persepsi individu terkait bunuh diri. Pencegahan bunuh diri dapat dilakukan dengan melakukan prevensi dan proteksi berbasis sekolah, melibatkan pihak-pihak yang berkompeten di bidangnya, serta menjalin jejaring untuk merujuk siswa yang mengalami permasalahan tertentu agar tidak sampai pada melakukan tindakan bunuh diri.

 

Sumber :

https://www.kompasiana.com/dianfakhrunnisak/54f945a4a33311ac048b4b36/penularan-bunuh-diri-melalui-media 

https://www.slideshare.net/slideshow/perilaku-abnormal-pada-anak-dan-remaja/56526481  



(Prasetya Ari Widodo/22310410009)

0 komentar:

Posting Komentar