Sabtu, 04 Mei 2024

KAJIAN KASUS: MENGIDENTIFIKASI PERILAKU ABNORMAL DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


KAJIAN KASUS: MENGIDENTIFIKASI PERILAKU ABNORMAL DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI

Artikel Tugas Psikologi Abnormalitas

Dosen Pengampu : FX. WAHYU WIDIANTORO S.Psi., MA  



Oleh :

Mico Alan Sebastian

22310410013

 

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS PROKLAMASI 45
YOGYAKARTA
202
4


Trauma berarti sakit atau syok yang seringkali berhubungan dengan fisik ataupun juga berhubungan dengan mental dalam bentuk syok emosi yang menghasilkan gangguan lebih kurang tentang ketahanan fungsi-fungsi mental.

Trauma psikologis merupakan pengalaman individu atau kondisi yang sedang dialami, dimana individu tersebut merasa kewalahan secara emosi, kognitif, dan fisik sehingga kemampuan untuk mengatasi kondisinya terganggu, bahkan dia sulit untuk mengatasi fikiranya sendiri.

Seorang pria muda bernama Satya telah mengalami trauma emosional yang mendalam setelah kehilangan orangtua karena sakit. Sejak kejadian tersebut, Satya mulai menunjukkan perubahan yang signifikan dalam perilakunya. Dia sering kali mengalami mimpi buruk, cemas berlebihan, dan reaksi yang tidak proporsional terhadap stimulus yang mengingatkannya pada kejadian traumatis tersebut.

Kasus Satya mencerminkan dampak psikologis dari pengalaman trauma yang mendalam. Perubahan perilaku yang ditunjukkan Satya, seperti gangguan tidur, kecemasan yang berlebihan, dan reaksi yang tidak proporsional terhadap stimulus tertentu, dapat dikaitkan dengan konsep gangguan post traumatic stress disorder (PTSD). Ayuningtyas (2017) menjelaskan bahwa peristiwa traumatis dapat terjadi pada saat bencana terjadi hingga bencana telah berlalu, dalam kondisi terakhir ini yang disebut post traumatic stress disorder (PTSD). Keadaan gagal pulih dari kejadian traumatik.

PTSD didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau beberapa peristiwa traumatis yang dialami atau disaksikan secara langsung oleh seseorang berupa kematian atau ancaman kematian, cedera serius, atau ancaman terhadap tubuh. Integritas seseorang. Insiden itu menyebabkan ketakutan, kepanikan, dan ketidakberdayaan yang ekstrem (Sadock & Sadock, 2010).

Banyak faktor, dan faktor risiko membuat orang lebih rentan terhadap PTSD. Faktor lain, yang disebut faktor ketahanan, dapat membantu mengurangi risiko penyakit. Ada beberapa faktor yang meningkatkan risiko PTSD, diantaranya mengalami peristiwa dan trauma berbahaya, cedera, melihat orang lain terluka atau melihat mayat, trauma masa kecil, merasa takut dan tidak berdaya, dan memiliki sedikit atau tidak ada dukungan sosial setelah peristiwa mengerikan. tekanan tambahan.

Gejala PTSD dapat dideteksi dari kategori utama, yaitu mengalami kembali peristiwa traumatis (reliving), penghindaran (avoidance) dan gejala ketegangan (hiperaktivitas). Menurut Levers (2012) menyatakan bahwa Pasien yang terus mengembangkan PTSD (gangguan stres pasca trauma) setelah terpapar stres dan peristiwa traumatik menunjukkan tanda-tanda khas dari gangguan tersebut, yang meliputi reexperiencing (gejala mengalami kembali peristiwa yang menyebabkan trauma), menghindar dari lingkungan, dan hyperarousal (teragitasi). Selanjutnya, gejala ini diungkapkan dalam hubungannya dengan perasaan takut dan tidak berdaya.

Dengan pengenalan yang tepat terhadap gejala dan konsekuensi perilaku abnormal setelah trauma, profesional kesehatan mental dapat memberikan perawatan yang sesuai dan membantu individu seperti Michael dalam memulihkan diri. Pemahaman akan kompleksitas dampak trauma juga penting dalam mendorong kesadaran masyarakat dan dukungan terhadap individu yang mengalami pengalaman serupa.

 

Widodo, W., Chotimah, C., & Rohman, A. (2023). Trauma Trauma Healing Pada Anak Pasca Pandemi. JAMAS: Jurnal Abdi Masyarakat1(1), 14-18.

Rusyda, H. A., Lasmi, A. D., Khairunnisa, S., & Wiguna, V. V. (2021). Posttraumatic Stress Disorder pada Anak. Jurnal Syntax Fusion1(10), 578-587.

Ayuningtyas, I. P. I. (2018, October). Penerapan strategi penanggulangan penanganan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) pada anak-anak dan remaja. In 1st ASEAN School Counselor Conference on Innovation and Creativity in Counseling. Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah.


0 komentar:

Posting Komentar