Kamis, 04 Mei 2023

Essay 1. MERINGKAS ARTIKEL KORAN. ERINA AGUSTIN

 Essay 1

REVIEW TOPIK DARI SURAT KABAR CETAK DAN HUBUNGANYA DENGAN PSIKOLOGI  SOSIAL

ERINA AGUSTIN

22310410098

Psikologi SJ

Dosen Pengampu Dr.Dra Arundanti Shinta, MA

Fakultas Psikologi Univeritas Proklamasi 45 Yogyakarta


Topic

Predikat Yogyakarta sebagai pusat Budaya Jawa Gagal Mencegah  Fenomena “Klitih”

Sumber

Sarworo Soeprapto : Budaya Jawa Gagal Mencegah  Klitih. Kedaulatan Rakyat 13 April 3023, Hal 11

Ringkasan

Hadirnya bebagai kasus criminal dan fenomena social yang berlangsung, membuktikan bahwa jogja saat ini semakin kurang berbudaya.sampai saat ini rentetan kasus criminal jalanan yang dilakukan oleh remaja yang sering disebut klitih masih terus terjadi. Juga premanisme terselubung , yang membuat otoritas letertiban dan keamana tak mampu berkutik. Pelaku klitih di jogja adlah remaja jogja, bukan remaja dari luar yogja. Yang bpastinya berasal dari keluaraga jawa. Secara teoritis keluarga jawa masih mengamalkaan nilai tata budaya dan social jawa dan etika. Namun tidak ada jaminan bahwa merka mengimplementasikan nilai-nilai budaya dan social budaya jawa.perubahan sisal yang terjadi saat ini di tengah-tengah masyarakat menimbuklan dampak yang begitu dahsyat. Perubahan ini dipicu revolusi teknologi informasi komunikasi dan pertumbuhan ekonomi kapitalistik yang pesat. Keluarga-keluarag diligkungan urban yang oaling terkena dampaknya.posisi budaya jawa dalam konteks internalisis nilai-nilai etika, moral dan social di tengah keluarga yogya, tak beda jauh dengan agama. Pelajaran agama yang sudah diintensivkan di pendidikan prasekolah maupun sekolah juga di lingkungan kampong-kampung. Akan tetapi mengapa fenomena klitih dan tindakan criminal semakin marak? Agaknya perlu dicariakn pola penanganan yang extra-ordinary untuk mengatasi klitih dan sejenisnya.

Permasalahan

Klitih dikategorikan sebagai perilaku agresi karena termasuk perilaku menyakiti orang lain dengan menggunakan senjata tajam yang bertujuan ingin membuktikan eksistensi dan kekuatan fisik dari seseorang. Fenomena klitih memang sedikit berbeda dengan fenomena begal. Jika pelaku begal memang bertujuan untuk merampas barang-barang korbannya, pelaku klitih hanya ingin menunjukkan bahwa dia bisa “melukai orang” dan hal tersebut diibaratkan sebagai sebuah “pencapaian” bagi para pelaku. Mengapa bisa demikian? Karena pelaku klitih didominasi atau bahkan bisa dikatakan seluruhnya dilakukan oleh remaja. Hal ini  dipengaruhi oleh Perubahan social di masyarakat merupakan permasalahan yang paling utama dan paling berdampak akan fenomena ini. Revolusi informasi dan komunikasi yang sangat cepat benar-benar berpengaruh dalam pola kehidupan masyarakat. Perilaku ini bisa didasari karena dengan kemapuan ekonomi yang pas-pasan dan lingkungn social kurang sehat, sementara gaya hidupnya ingin meniru kelompok social menengah atas, mayoritas orang tua keluarga urban menengah kebawah cenderung kurang memperhatikan cara mendidik putra putrinya diera ini. Perkembangan kejiwaan, intelektual dan pola pergaulan anak-anak remaja kurang diperhatikan akibat orang tua berburu materi untuk penghidupan keluarga. Dengan itulah menbuat anak-anak remaja tidak peduli dengan etika dan bahkan sudah lepas dari sopan santun akibat kurangnya eduksi tentang budaya dan cara bersosial.

Opini

·       Peristiwa klitih yang dilakukan oleh remaja sangatlah disayangkan apalagi rata-rata anak-anak yogya yang terkenal berbudaya dan beretika malah melakukan hal-hak kriminalitas yang seperti tidak mempunyai etika, dengan embel-emebl untuk menunjukan eksistensinya di dalam pegaulan antar remaja di jogja.

·       Dari fenomena ini dapat dilihat bahwa motivasi pelaku melakukan klitih untuk menyesuaikan diri mereka ke lingkunganya. Dalam psikologi social klitih ini termasuk kedalam teori agresi, yang mana suatu perilaku menyakiti, mengancam, atau membahayakan individu-individu atau objek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik secara fisk maupun verbal.

·       Fenomena klitih ini menyadarkan bahwa perlunya wadah untuk anak remaja untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki kedalam kegiatan-kegiatan seperti ekstrakulikuler sehingga memiliki identitas yang positif. Selain itu orang tua dan keluarga harus sangat mengajarkan budaya, norma serta nilai-nilai yang baik dan benar agar anak dapat bijak memilih perilaku yang perlu dan tidak perlu diikuti.

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar