Essay 1
REVIEW TOPIK DARI
SURAT KABAR CETAK DAN HUBUNGANYA DENGAN PSIKOLOGI SOSIAL
ERINA AGUSTIN
22310410098
Psikologi SJ
Dosen Pengampu Dr.Dra Arundanti Shinta, MA
Fakultas Psikologi Univeritas Proklamasi 45 Yogyakarta
Topic |
Predikat Yogyakarta sebagai
pusat Budaya Jawa Gagal Mencegah
Fenomena “Klitih” |
Sumber |
Sarworo Soeprapto :
Budaya Jawa Gagal Mencegah Klitih.
Kedaulatan Rakyat 13 April 3023, Hal 11 |
Ringkasan |
Hadirnya bebagai kasus criminal dan fenomena social
yang berlangsung, membuktikan bahwa jogja saat ini semakin kurang
berbudaya.sampai saat ini rentetan kasus criminal jalanan yang dilakukan oleh
remaja yang sering disebut klitih masih terus terjadi. Juga premanisme
terselubung , yang membuat otoritas letertiban dan keamana tak mampu
berkutik. Pelaku klitih di jogja adlah remaja jogja, bukan remaja dari luar
yogja. Yang bpastinya berasal dari keluaraga jawa. Secara teoritis keluarga
jawa masih mengamalkaan nilai tata budaya dan social jawa dan etika. Namun
tidak ada jaminan bahwa merka mengimplementasikan nilai-nilai budaya dan
social budaya jawa.perubahan sisal yang terjadi saat ini di tengah-tengah
masyarakat menimbuklan dampak yang begitu dahsyat. Perubahan ini dipicu
revolusi teknologi informasi komunikasi dan pertumbuhan ekonomi kapitalistik
yang pesat. Keluarga-keluarag diligkungan urban yang oaling terkena
dampaknya.posisi budaya jawa dalam konteks internalisis nilai-nilai etika,
moral dan social di tengah keluarga yogya, tak beda jauh dengan agama.
Pelajaran agama yang sudah diintensivkan di pendidikan prasekolah maupun
sekolah juga di lingkungan kampong-kampung. Akan tetapi mengapa fenomena
klitih dan tindakan criminal semakin marak? Agaknya perlu dicariakn pola
penanganan yang extra-ordinary untuk mengatasi klitih dan sejenisnya. |
Permasalahan |
Klitih dikategorikan
sebagai perilaku agresi karena termasuk perilaku menyakiti orang lain dengan
menggunakan senjata tajam yang bertujuan ingin membuktikan eksistensi dan kekuatan
fisik dari seseorang. Fenomena klitih memang sedikit berbeda dengan fenomena
begal. Jika pelaku begal memang bertujuan untuk merampas barang-barang
korbannya, pelaku klitih hanya ingin menunjukkan bahwa dia bisa “melukai
orang” dan hal tersebut diibaratkan sebagai sebuah “pencapaian” bagi para
pelaku. Mengapa bisa demikian? Karena pelaku klitih didominasi atau bahkan
bisa dikatakan seluruhnya dilakukan oleh remaja. Hal ini dipengaruhi oleh Perubahan social di
masyarakat merupakan permasalahan yang paling utama dan paling berdampak akan
fenomena ini. Revolusi informasi dan komunikasi yang sangat cepat benar-benar
berpengaruh dalam pola kehidupan masyarakat. Perilaku ini bisa didasari
karena dengan kemapuan ekonomi yang pas-pasan dan lingkungn social kurang
sehat, sementara gaya hidupnya ingin meniru kelompok social menengah atas,
mayoritas orang tua keluarga urban menengah kebawah cenderung kurang
memperhatikan cara mendidik putra putrinya diera ini. Perkembangan kejiwaan,
intelektual dan pola pergaulan anak-anak remaja kurang diperhatikan akibat
orang tua berburu materi untuk penghidupan keluarga. Dengan itulah menbuat
anak-anak remaja tidak peduli dengan etika dan bahkan sudah lepas dari sopan
santun akibat kurangnya eduksi tentang budaya dan cara bersosial. |
Opini |
·
Peristiwa
klitih yang dilakukan oleh remaja sangatlah disayangkan apalagi rata-rata
anak-anak yogya yang terkenal berbudaya dan beretika malah melakukan hal-hak
kriminalitas yang seperti tidak mempunyai etika, dengan embel-emebl untuk
menunjukan eksistensinya di dalam pegaulan antar remaja di jogja. ·
Dari
fenomena ini dapat dilihat bahwa motivasi pelaku melakukan klitih untuk
menyesuaikan diri mereka ke lingkunganya. Dalam psikologi social klitih ini
termasuk kedalam teori agresi, yang mana suatu perilaku menyakiti, mengancam,
atau membahayakan individu-individu atau objek yang menjadi sasaran perilaku
tersebut baik secara fisk maupun verbal. ·
Fenomena
klitih ini menyadarkan bahwa perlunya wadah untuk anak remaja untuk
mengembangkan potensi yang mereka miliki kedalam kegiatan-kegiatan seperti
ekstrakulikuler sehingga memiliki identitas yang positif. Selain itu orang
tua dan keluarga harus sangat mengajarkan budaya, norma serta nilai-nilai
yang baik dan benar agar anak dapat bijak memilih perilaku yang perlu dan
tidak perlu diikuti. |
0 komentar:
Posting Komentar