Jumat, 03 Mei 2024

Kasus Kekerasan Pada Anak di Bawah Umur Jakarta Internasional School (JIS)

Kasus Kekerasan Pada Anak di Bawah Umur Jakarta Internasional School (JIS)

Tugas Individu Psikologi Abnormalitas

Dosen Pengampu: FX. Wahyu Widiatoro, S.Psi., MA

Dhika Putra Utama

22310420043

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta

 

Kasus Jakarta International School (JIS) menyita banyak perhatian pada pertengahan tahun 2014. Kasus ini merupakan salah satu dari sekian banyak kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di Indonesia. Kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan sekolah, sebuah institusi yang seharusnya dipercaya oleh orang tua sebagai tempat belajar anak namun seolah menjadi neraka bagi anak.

Peristiwa JIS terjadi di salah satu fasilitas pendidikan kelas dunia, cukup membuat banyak orang bertanya-tanya mengapa peristiwa kekerasan seksual bisa terjadi di sekolah tersebut. Dan sangat disayangkan kasus kekerasan seksual ini baru terungkap kini. Faktanya, kekerasan seksual terhadap anak mempunyai dampak psikologis yang cukup parah dan kemudian akan mempengaruhi perilaku, kepribadian bahkan preferensi seksual korban kekerasan seksual. 

Kasus pencabulan JIS awalnya terungkap dari orang tua siswa yang melaporkan bahwa anaknya  menjadi korban pencabulan. Belakangan terungkap, pelaku peristiwa kekerasan seksual JIS melibatkan 12 orang guru JIS dan petugas kebersihan. Informasi yang ada menunjukkan, selain melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anak, pelaku juga merupakan seorang homoseksual yang mempunyai hubungan istimewa dengan salah satu pelaku lain yang juga melakukan tindak kekerasan seksual terhadap anak di JIS.

Dari hasil pemeriksaan, pelaku pernah menjalin hubungan asmara dengan pria yang juga pelaku kekerasan seksual di JIS dan kerap menjalin hubungan intim berupa sodomi dengan orang tersebut. Selain itu, pelaku diketahui juga merupakan  korban pelecehan seksual saat masih anak-anak.

Analisis kasus diatas adalah, pedofilia dalam diagnosis multiaksial termasuk dalam Axis II yang termasuk dalam gangguan kepribadian dan perilaku pada masa dewasa. Dalam kasus Jakarta International School (JIS), pelaku kekerasan seksual terhadap anak dapat digolongkan sebagai pedofil dan sebagian pelaku juga merupakan kaum gay.

 Dilihat dari pemaparan latar belakang salah satu pelaku kekerasan seksual JIS, maka akan terlihat pola perilaku menyimpang yang dilakukan pelaku. Pelaku yang sebenarnya mengalami pelecehan seksual saat masih anak-anak cenderung melakukan hal yang sama seperti orang dewasa.

 Berdasarkan panduan diagnosis, pelaku memiliki ketertarikan seksual terhadap anak-anak, mulai dari usia praremaja hingga pubertas dini. Hal tersebut kerap dilakukan pelaku secara berulang-ulang dan terus-menerus, karena selain korban anak-anak, pelaku juga memiliki preferensi terhadap pasangan yang sudah dewasa, khususnya rekan kerja yang bekerja di JIS.

 Jika pelaku tergolong pedofil homoseksual karena memiliki riwayat homoseksualitas dan memiliki preferensi seksual terhadap anak laki-laki. Pelaku mungkin pernah mengalami pengalaman  seksual traumatis yang tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak, seperti dalam teori psikodinamik yang menekankan bagaimana pengalaman masa kanak-kanak dapat mempengaruhi perilaku orang di masa dewasa melalui pola-pola yang tidak disadari.

 Pengalaman seksual yang tidak menyenangkan atau traumatis yang terjadi pada masa kanak-kanak ditekan ke dalam pola yang tidak disadari. Adanya peristiwa yang tidak menyenangkan seperti pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa pada masa kanak-kanak seorang pedofil menimbulkan persepsi yang salah bahwa berhubungan seks dengan orang yang seumuran atau dengan orang yang lebih dewasa adalah hal yang menakutkan.

 Oleh karena itu, para pedofil menularkan pengalaman seksualnya kepada anak-anak. pengarang. Pelaku yang sebenarnya mengalami pelecehan seksual saat masih anak-anak cenderung melakukan hal yang sama seperti orang dewasa. Berdasarkan panduan diagnosis, pelaku memiliki ketertarikan seksual terhadap anak-anak, mulai dari usia praremaja hingga pubertas dini.

 Hal tersebut kerap dilakukan pelaku secara berulang-ulang dan terus-menerus, karena selain korban anak-anak, pelaku juga memiliki preferensi terhadap pasangan yang sudah dewasa, khususnya rekan kerja yang bekerja di JIS.

 Jika pelaku tergolong pedofil homoseksual karena memiliki riwayat homoseksualitas dan memiliki preferensi seksual terhadap anak laki-laki. Pelaku mungkin pernah mengalami pengalaman  seksual traumatis yang tidak menyenangkan pada masa kanak-kanak, seperti dalam teori psikodinamik yang menekankan bagaimana pengalaman masa kanak-kanak dapat mempengaruhi perilaku orang di masa dewasa melalui pola-pola yang tidak disadari.

 Pengalaman seksual yang tidak menyenangkan atau traumatis yang terjadi pada masa kanak-kanak ditekan ke dalam pola yang tidak disadari. Adanya peristiwa yang tidak menyenangkan, seperti pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa pada masa kecil seorang pedofil, menimbulkan persepsi yang salah bahwa berhubungan seks dengan orang yang seumuran atau dengan orang yang lebih tua adalah hal yang menakutkan.

 Oleh karena itu, para pedofil menularkan pengalaman seksualnya kepada anak-anak. Dalam kasus JIS, pelaku terlihat pernah mengalami pelecehan seksual saat masih anak-anak yang merupakan stimulus yang tidak menyenangkan, namun seiring pola respon orang tersebut beradaptasi dengan situasi, pelaku berusaha 'menerima stimulus yang ada dan kesadarannya'. sebagai stimulus  netral.

 Pada akhirnya, hal inilah yang membentuk semacam pemahaman bahwa perilaku seksual yang pantas menurut pelaku adalah perilaku seksual dengan sesama jenis dan paling baik dilakukan pada anak-anak.

Selain itu, hal ini juga dapat dijelaskan oleh dampak peristiwa yang tidak menyenangkan seperti pelecehan seksual pada masa kecil sang pedofil, sehingga membuatnya menganggap aktivitas seksual itu menyenangkan untuk dilakukan dengan anak kecil. Selain itu, harga diri yang rendah menyebabkan para pedofil mencari karakter yang lebih lemah, khususnya anak-anak pra-puber.

  

0 komentar:

Posting Komentar