Perilaku Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq pada sidak ke Yogyakarta, yang melibatkan kemarahan besar terkait kondisi pengelolaan sampah, dapat dianalisis menggunakan skema persepsi dari Paul A. Bell. Skema ini menjelaskan bahwa persepsi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen utama: input, proses persepsi, dan output. Persepsi inilah yang kemudian menjadi dasar bagi pembentukan perilaku yang terlihat.
1. Input: Informasi yang Diterima oleh Menteri
Input adalah semua informasi yang diterima individu melalui panca indera. Dalam konteks ini, Menteri menerima sejumlah informasi mengenai buruknya pengelolaan sampah di Yogyakarta, khususnya di TPA Piyungan. Informasi ini mencerminkan kurangnya efektivitas Pemda DIY dalam menangani sampah yang terus menumpuk. Selain itu, Menteri juga menyadari bahwa perilaku masyarakat yang tidak bertanggung jawab terhadap sampah, seperti tidak memilah antara sampah organik dan anorganik, turut memperparah situasi. Namun, perhatian Menteri tampaknya lebih terfokus pada kelemahan pemerintah daerah, bukan pada perilaku masyarakat. Input ini juga kemungkinan diperkuat oleh laporan media sosial dan keluhan masyarakat yang menyoroti ketidakberesan pengelolaan sampah di wilayah tersebut.
2. Proses Persepsi: Interpretasi Informasi oleh Menteri
Proses persepsi mencakup bagaimana individu mengolah informasi yang diterimanya. Dalam hal ini:
• Atensi Selektif: Menteri tampak memberikan perhatian utama pada kegagalan pemerintah daerah dalam menjalankan tugasnya, sementara aspek tanggung jawab masyarakat dalam mengelola sampah mendapat perhatian yang jauh lebih rendah.
• Interpretasi: Menteri cenderung memandang buruknya pengelolaan sampah sebagai bukti lemahnya koordinasi dan implementasi kebijakan di tingkat daerah. Hal ini membentuk persepsi bahwa pemerintah daerah sepenuhnya bertanggung jawab atas masalah ini.
• Motivasi: Keinginan untuk segera memperbaiki situasi ini mendorong Menteri merespons secara emosional. Namun, pendekatan ini kurang mengarah pada kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat dalam mencari solusi bersama.
3. Output: Perilaku yang Ditunjukkan Menteri
Output persepsi adalah perilaku yang tampak dari seorang individu. Dalam kasus ini, Menteri menunjukkan perilaku yang mencerminkan kemarahan besar saat melakukan sidak ke Yogyakarta. Hal ini terlihat dari komentar-komentarnya yang menegaskan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah daerah.
Menteri secara langsung menyalahkan pemerintah daerah atas buruknya kondisi sampah di TPA Piyungan, tanpa menyentuh aspek edukasi atau perubahan perilaku masyarakat. Padahal, sesuai dengan UU RI No. 18/2008, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk memilah dan mengelola sampah rumah tangga secara berwawasan lingkungan. Perilaku ini mencerminkan respons emosional yang didasarkan pada persepsi bahwa pemerintah daerah adalah pihak utama yang bertanggung jawab, sementara masyarakat hanya sebagai penerima layanan pengelolaan sampah.
Analisis Psikologis Berdasarkan Persepsi
Perilaku Menteri yang cenderung menyalahkan pemerintah daerah dapat dijelaskan oleh beberapa faktor psikologis berikut:
• Efek Halo: Menteri tampaknya memiliki bias persepsi yang terlalu fokus pada satu aspek, yaitu kelemahan pemerintah daerah, sehingga mengabaikan aspek lain, seperti pentingnya edukasi masyarakat tentang pengelolaan sampah.
• Pengaruh Emosi: Kemarahan Menteri kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan psikologis atau frustrasi terhadap kondisi pengelolaan sampah yang jauh dari harapan. Emosi ini mendorong reaksi yang lebih reaktif daripada solutif.
• Latar Belakang Sosial-Budaya: Persepsi Menteri mungkin turut dipengaruhi oleh pandangan bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab pemerintah, bukan masyarakat. Hal ini sejalan dengan persepsi umum di masyarakat bahwa sampah hanya perlu “dibuang” tanpa perlu memilah atau mengelolanya terlebih dahulu.
Kesimpulan
Perilaku Menteri Hanif Faisol Nurofiq mencerminkan sudut pandang yang terbentuk dari informasi yang diterimanya, yang kemudian diinterpretasikan dengan penekanan utama pada kelemahan pemerintah daerah. Namun, sudut pandang ini kurang memperhatikan aspek-aspek penting lainnya, seperti tanggung jawab masyarakat dalam menangani sampah.
Sebagai mahasiswa Psikologi Lingkungan, sangat penting untuk memahami bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Edukasi masyarakat mengenai pentingnya pemilahan sampah dan kolaborasi antarlembaga perlu ditekankan untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih efektif, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, P. A., Greene, T. C., Fisher, J. D., & Baum, A. (2001). Environmental Psychology. Harcourt College Publishers.
Kompas.com. (2024). Menteri LH Murka Besar di Yogyakarta, Kritik Kinerja Pemda DIY dalam Pengelolaan Sampah. Diakses pada Desember 2024.
0 komentar:
Posting Komentar