Sabtu, 28 Desember 2024

UAS_PSIKOLOGI INOVASI_MENGEMBANGKAN NEED FOR ACHIEVEMENT SEBAGAI KUNCI SUKSES ENTREPRENEUR_AISYAH ZULAINA_22310410067

 

UJIAN AKHIR SEMESTER

PSIKOLOGI INOVASI

“NEED  FOR ACHIEVEMENT SEBAGAI KUNCI SUKSES ENTREPRENEUR”

Dosen Pengampu: Dr,. Dra. ARUNDATI SHINTA,  MA.


AISYAH ZULAINA

22310410067

PSIKOLOGI SJ

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PROKLAMASI 45 YOGYAKARTA

DESEMBER 2024


Salah satu karakteristik utama seorang entrepreneur adalah semangat untuk berprestasi, yang dikenal sebagai need for achievement (nAff). Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh David McClelland dari Harvard University dalam penelitiannya, nAff menggambarkan dorongan untuk mencapai tujuan yang menantang dan melampaui batas kemampuan. Individu dengan nAff tinggi cenderung menetapkan tujuan yang memotivasi mereka untuk bekerja keras dan mencapai hasil maksimal. Jika tujuan terlalu mudah, mereka kehilangan gairah karena merasa tidak tertantang. McClelland juga menjelaskan bahwa nAff dapat dilatih melalui kebiasaan berpikir positif, menetapkan tujuan yang kompetitif, dan berinteraksi dengan individu yang berkualitas.

Dalam konteks kasus The Crocodile River (Harper, 1984), tokoh Ruben menunjukkan karakteristik nAff yang tinggi. Ruben memilih untuk fokus pada perkembangan perusahaannya daripada mengurusi permasalahan sepele, seperti membantu Lorena yang tersakiti oleh Atong, seorang pengusaha persewaan perahu. Ruben memprioritaskan tujuan utamanya dan mengabaikan masalah yang menurutnya tidak relevan dengan kemajuan bisnisnya. Sikap ini mencerminkan bagaimana fokus pada hal-hal penting dapat membantu seorang entrepreneur mencapai kesuksesan.

Pada teori McClelland(1961, dalam Bezzina, 2010) tentang kebutuhan untuk mencapai prestasi mengusulkan bahwa individu yang memiliki kebutuhan untuk mencapai prestasi berusaha untuk unggul, dan mencapai kemajuan. Biasanya orang seperti itu menetapkan target tinggi tetapi memungkinkan untuk diperoleh dan berusaha untuk mencapainya melalui usaha sendiri.

Namun, menurut pandangan saya, perilaku Ruben menunjukkan sisi nyata yang mungkin relevan untuk mencapai tujuan, tetapi kurang mempertimbangkan aspek empati dan hubungan sosial jangka panjang. Dalam kehidupan nyata, masalah yang tampak sepele sering kali memiliki dampak yang lebih luas, terutama dalam membangun kepercayaan dan reputasi. Membantu Lorena, bisa menjadi bentuk kepedulian yang menciptakan nilai tambah bagi Ruben sebagai individu dan pemimpin. Dalam hal ini, Ruben dapat mengambil sikap yang lebih seimbang antara fokus pada tujuan dan empati terhadap sesama.

Ketidakseimbangan seperti ini juga dapat dikaitkan dengan jurnaling refleksi yang saya kembangkan dalam program SMART Refleksi di sekolah penugasan. Jurnaling tersebut bertujuan untuk membantu siswa mengelola emosi, mengembangkan kesadaran diri, dan meningkatkan tanggung jawab. Dalam refleksi ini, siswa diajak untuk menilai prioritas mereka, tetapi juga mempertimbangkan dampak tindakan mereka terhadap orang lain. Pendekatan ini menekankan  bahwa kesuksesan tidak hanya bergantung pada pencapaian tujuan, tetapi juga pada kemampuan membangun hubungan yang bermakna dengan orang-orang di sekitar.

Dalam dunia bisnis, banyak entrepreneur sukses yang menunjukkan keseimbangan antara fokus pada tujuan dan empati. Mereka tidak hanya berorientasi pada keuntungan tetapi juga peduli terhadap dampak sosial. Sebagai contoh, banyak pengusaha sosial saat ini yang berhasil menciptakan inovasi sambil memperhatikan kebutuhan komunitas mereka. Ini menunjukkan bahwa nilai kemanusiaan tidak perlu dikorbankan demi tujuan profesional.

Saya percaya bahwa kebiasaan refleksi dan pengelolaan emosi dapat membantu individu membangun kesadaran diri yang lebih baik. Kesadaran diri ini akan menjadi dasar yang kokoh untuk menetapkan prioritas dengan tetap memperhatikan dampak terhadap orang lain. Jika sikap seperti ini diterapkan, entrepreneur tidak hanya akan mencapai kesuksesan material tetapi juga memberikan dampak positif yang lebih luas kepada masyarakat.

Melalui kombinasi fokus, empati, dan refleksi, seorang entrepreneur tidak hanya akan mencapai keberhasilan dalam bisnis, tetapi juga menjadi individu yang dihormati dan dipercaya. Ruben adalah contoh penting bagaimana nAff dapat mencorong seseorang untuk tetap konsisten terhadap prioritas, tetapi perlu dilengkapi dengan kemampuan memahami dampak sosial dari setiap keputusan. Kesuksesan yang tercapai ketika seseorang mampu menyeimbangkan antara pencapian pribadi dan kontribusi terhadap lingkungan sosialnya. Pada akhirnya, keberhasilan sejati seorang entrepreneur adalah ketika ia mampu memberikan manfaat yang luas, bukan hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi orang-orang di sekitarnya.

Referensi:

Al-Karim, A. Y. S., & Handoyo, S. (2013). Kepribadian entrepreneur pada mahasiswa universitas airlangga. Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi2(1), 33-42.

Bezzina, F. (2010). Characteristics of the Maltese Entrepreneur. International Journal of Arts and Sciences, 3(7), 292-312.

Budianto, E. (1999). Moral industri: Laporan dan renungan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Harper, M. (1984). Entrepreneur for the poor. London: Intermediate Technology Publications in association with GTZ (German Agency for Technical Co-operation).

0 komentar:

Posting Komentar