Kamis, 26 Desember 2024

Psikologi Inovasi_Esai 5_Lakukan Perubahan Diri_Arundati Shinta_Desember 2024_Juliani Mariati Larosa _22310410072

Berenang Melawan Dissonance: Bagaimana Pengorbanan Memicu Motivasi dan Perubahan 

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta 

Juliani Mariati Larosa

 22310420072


"Bagaimana cara menyadarkan orang yang toxic?" Pertanyaan ini pernah terlontar dari bibir saya kepada seorang dosen psikologi. Jawabannya, yang kala itu terasa seperti pukulan telak, membuka mata saya: "Bukan tugas kita menyadarkan orang lain, itu hak mereka. Kita hanya memiliki hak diri kita sendiri." Kalimat itu menjadi titik balik dalam persepsi saya tentang perubahan. Jika lingkungan atau orang lain tak bisa diubah, maka yang harus diubah adalah diri sendiri. Sejak saat itu, saya terus mencari cara untuk menerapkan prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari. Peluang itu datang ketika saya mendapat tugas kuliah untuk melakukan perubahan berupa olahraga rutin. Tak ingin sekadar mencentang daftar tugas, saya memutuskan untuk menantang diri dengan sesuatu yang sama sekali belum saya kuasai: berenang. Keinginan untuk berenang sudah lama terpendam, namun waktu dan kondisi tak pernah mendukung. Kesempatan ini menjadi momentum untuk mengembangkan potensi baru, sekaligus menguji apakah perubahan diri dari nol dapat berhasil hanya dengan modal konsistensi.
 
Teori Dissonance Kognitif menjadi titik terang dalam perjalanan perubahan ini. Sebelum terjun ke kolam, saya merencanakan strategi agar tak mudah menyerah di tengah jalan. Salah satu caranya adalah dengan mengorbankan materi sebagai pemancing motivasi. Saya membeli baju dan perlengkapan renang, bukan hanya untuk membantu berenang, tapi juga sebagai pengingat bahwa saya telah menginvestasikan sesuatu yang berharga. Uang yang telah dikeluarkan menjadi pendorong untuk tetap konsisten berlatih. Dissonance kognitif terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian antara pikiran, perasaan, dan perilaku. Dalam kasus ini, saya telah mengeluarkan uang untuk membeli perlengkapan renang, namun belum tentu dapat menguasai renang. Untuk mengurangi ketidaknyamanan ini, saya berusaha meyakinkan diri sendiri bahwa pengorbanan yang saya lakukan sepadan dan akan membuahkan hasil. Berikut tabel dan grafik prestasi pengubahan diri melalui kegiatan renang.

Data dalam Tabel 1 dan Grafik 1 menunjukkan peningkatan kemampuan berenang selama 14 minggu. Dimana secara bertahap saya mampu berenang lebih jauh, dari 0,3 km pada minggu pertama hingga 1,1 km pada minggu ke-14. Waktu dan jarak dalam tabel adalah rata-rata yang saya gunakan dalam mingguan, karena dalam seminggu saya lebih sering melakukan kegiatan renang lebih dari satu kali. Meskipun terdapat beberapa pasang surut dalam proses belajar, seperti kelelahan atau cedera ringan, namun peningkatan secara keseluruhan menunjukkan bahwa latihan renang yang konsisten membentuk kebiasaan baru. Seperti yang dijelaskan oleh Arifin (2017), pengulangan latihan renang secara bertahap membuat tubuh lebih terbiasa dengan gerakan renang, sehingga meningkatkan efisiensi dan stamina.

Perjalanan ini ternyata tak selalu mulus. Tantangan datang dari berbagai arah, seperti faktor eksternal yang tak bisa saya kontrol: 
  • Cuaca, dimana beberapa kali saya harus berpindah ke kolam renang indoor karena hujan, padahal sudah membayar. Namun, rasa sayang terhadap uang yang telah terbuang mendorong saya untuk tetap berenang. Teori Dissonance Kognitif kembali berperan dalam hal ini. Saya berusaha untuk mengurangi dissonance dengan meyakinkan diri sendiri bahwa uang yang telah dikeluarkan tidak sia-sia. Motivasi ini, dikombinasikan dengan dukungan pasangan dan teman-teman, membuat saya tetap berlatih.
  • Saya juga menghadapi masalah dengan kadar kaporit air kolam yang tinggi. Mata saya perih, dan awalnya sangat mengganggu. Saya mengatasi ini dengan menyewa kacamata renang. Menariknya, setelah beberapa kali berenang, saya justru terbiasa dengan kadar kaporit tersebut!
  • Masalah lain muncul dalam bentuk kram kaki. Rasa sakit yang tiba-tiba membuat saya kesulitan menggerakkan kaki dan hampir menyerah. Namun, saya menemukan solusi inovatif: beristirahat sejenak sambil mengamati perenang lain. Saya memperhatikan teknik pernapasan dan gerakan kaki dan tangan mereka, dan mencoba menirunya. Observasi ini membantu saya memperbaiki teknik dan mengurangi risiko kram.
  • Keramaian kolam renang juga menjadi tantangan. Suasana ramai terkadang menurunkan mood saya. Namun, dukungan dari pacar dan teman-teman, ditambah dengan rasa sayang terhadap waktu dan uang yang telah saya korbankan, mendorong saya untuk tetap berlatih. Yang mengejutkan, keramaian justru membawa berkah tersendiri: saya bertemu teman-teman baru dari luar kampus, dan kami kini sering membuat janji untuk berenang bersama. Ini menjadi motivasi tambahan untuk terus berlatih.
 
Hasilnya? Luar biasa. Dari yang sama sekali tak bisa berenang, kini saya telah menguasai berbagai teknik, mulai dari pernapasan hingga gerakan renang. Yang lebih membanggakan, renang kini telah menjadi hobi saya. Rasa segar dan rileks setelah berenang, serta manfaatnya bagi kesehatan, membuat saya terlena dalam kesenangan berenang.
 
Perubahan memang tak selalu mudah, namun dengan tekad yang kuat dan strategi yang tepat, perubahan bisa menjadi perjalanan yang penuh makna. Seperti pengalaman saya, perubahan dari diri sendiri tak hanya membawa manfaat bagi diri sendiri, tapi juga membuka peluang untuk menemukan hobi baru dan meraih kebahagiaan. Pengalaman ini juga menjadi bukti bahwa Teori Dissonance Kognitif dapat menjadi alat yang ampuh untuk mendorong perubahan dan motivasi, terutama ketika terdapat pengorbanan yang terlibat. Lebih dari itu, kemampuan beradaptasi dan mencari solusi inovatif untuk mengatasi berbagai tantangan merupakan kunci keberhasilan dalam proses perubahan ini.

Daftar Pustaka 

Annu, & Dhanda, B. (2020). Cognitive dissonance, attitude change and ways to reduce cognitive dissonance: A review study. Journal of education, society and behavioral science, 33(6), 48-54. https://doi.org/10.9734/jesbs/2020/v33i630236

Arifin, H. Z. (2017). Perubahan Perkembangan Perilaku Manusia Karena Belajar. Sabilarrasyad, 2(1), 53-79.


0 komentar:

Posting Komentar