UAS: Karakteristik Seorang Entrepreneur dan Tantangan Lingkungan Kerja Dinamis
Dosen Pengampu : Dr., Dra. ARUNDATI SHINTA, MA.
Irmawati
22310410031
Psikologi SP
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Karakteristik paling menonjol dari seorang entrepreneur adalah semangat untuk berprestasi, atau dikenal dengan istilah need for achievement (nAch). Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Gregor McDouglas dari Harvard University, yang menyatakan bahwa individu dengan nAch tinggi cenderung terdorong untuk mencapai tujuan yang menantang kemampuan mereka. Tujuan ini sengaja dipilih agar individu merasa tertantang dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik. Jika tujuan terlalu mudah atau tidak memanfaatkan potensi sepenuhnya, semangat untuk mencapainya akan menurun. Oleh karena itu, tantangan yang sesuai dengan tingkat kemampuan sangat penting untuk memicu inovasi dan kreativitas.
Namun, dalam realitas modern, motivasi utama banyak individu sering kali terfokus pada uang, bukan pada pencapaian kualitas atau inovasi. Pola pikir ini menjadi tantangan bagi mereka yang ingin menanamkan nAch sebagai prinsip dasar dalam menjalankan bisnis. Dalam banyak kasus, orientasi pada keuntungan jangka pendek sering kali mengalahkan dorongan untuk menciptakan nilai tambah yang berarti. Kondisi ini, meski pragmatis, dapat membatasi potensi individu untuk mencapai sesuatu yang lebih besar dan lebih bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi masyarakat.
Tantangan lainnya yang semakin nyata di era ini adalah lingkungan kerja yang dinamis namun tidak mendukung. Sistem kerja di beberapa tempat sering kali terjebak dalam tradisi yang buruk, termasuk budaya kerja yang kanibalistik. Budaya ini tercermin dalam persaingan internal yang tidak sehat, saling menjatuhkan, dan kurangnya dukungan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam lingkungan seperti ini, individu yang berusaha menumbuhkan nAch sering kali menghadapi kesulitan, karena fokusnya dialihkan dari inovasi ke sekadar bertahan hidup dalam sistem yang tidak kondusif.
Lingkungan kerja yang buruk ini juga menghambat produktivitas dan kreativitas, dua elemen penting bagi seorang entrepreneur. Alih-alih berfokus pada pencapaian target yang menantang, individu cenderung terjebak dalam konflik internal, politik kantor, atau tekanan yang tidak relevan. Selain itu, budaya kanibalistik ini sering kali mendorong praktik-praktik seperti sabotase, manipulasi, atau kurangnya apresiasi terhadap prestasi orang lain, yang pada akhirnya merusak motivasi untuk berprestasi.
Meski demikian, prinsip-prinsip nAch tetap relevan untuk membantu individu menghadapi tantangan tersebut. Untuk mengembangkan semangat berprestasi, McDouglas merekomendasikan beberapa strategi, seperti membiasakan diri menulis hal-hal positif, membangun kompetisi sehat, dan bergaul dengan individu yang berkualitas tinggi. Contoh nyata penerapan prinsip ini dapat dilihat dalam cerita Ruben pada kasus The Crocodile River (Harper, 1984). Ruben berhasil mengesampingkan persoalan sepele yang tidak relevan dengan tujuan perusahaan dan memilih untuk fokus pada pertumbuhan bisnisnya. Sikap seperti ini mencerminkan kekuatan nAch dalam menghadapi distraksi dan prioritas yang kurang signifikan.
Dalam konteks dunia usaha modern, entrepreneur juga harus belajar mengelola dinamika lingkungan kerja yang tidak mendukung. Mereka perlu membangun sistem kerja yang sehat, di mana kolaborasi dan inovasi didorong, bukan dihalangi. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan budaya kerja yang berorientasi pada solusi, di mana setiap individu merasa dihargai atas kontribusinya. Budaya seperti ini tidak hanya memperkuat nAch, tetapi juga meningkatkan loyalitas dan kepuasan kerja.
Mahasiswa yang ingin menjadi entrepreneur sukses dapat mengambil pelajaran dari tantangan ini. Mereka perlu membangun karakter yang tangguh, tidak hanya untuk menghadapi dinamika internal yang kompleks, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik. Dengan menanamkan semangat berprestasi dalam diri dan lingkungannya, mereka dapat mengatasi hambatan yang ada dan mencapai tujuan yang lebih besar.
Pada akhirnya, semangat untuk berprestasi bukan hanya soal memenuhi ambisi pribadi, tetapi juga soal memberikan dampak yang positif bagi orang lain. Entrepreneur yang berhasil adalah mereka yang tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga memiliki komitmen terhadap inovasi, kualitas, dan budaya kerja yang mendukung. Dalam dunia yang semakin kompetitif dan dinamis ini, pendekatan seperti itu tidak hanya menciptakan nilai ekonomi, tetapi juga membangun kepercayaan dan keberlanjutan. Dengan mengadopsi prinsip nAch dan mengelola dinamika kerja dengan bijak, entrepreneur dapat menjadi katalis perubahan dalam lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif.
DAFTAR PUSTAKA
Suryana, Y. (2018). "Pengaruh Need for Achievement terhadap Motivasi Berwirausaha Mahasiswa." Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 33(2), 123-135. [Studi ini membahas hubungan antara nAff dan keberhasilan mahasiswa dalam merintis usaha.]
Kusuma, A., & Wijaya, H. (2020). "Budaya Organisasi dan Lingkungan Kerja sebagai Pendukung Kinerja Karyawan." Jurnal Manajemen dan Bisnis Indonesia, 37(1), 45-58.Mengulas bagaimana budaya kerja yang sehat memengaruhi produktivitas dan inovasi dalam organisasi.
Alma, B. (2018). Kewirausahaan: Untuk Mahasiswa dan Umum. Bandung: Alfabeta. Buku ini membahas secara mendalam konsep kewirausahaan, termasuk semangat berprestasi dan inovasi.
Suryana. (2016). Kewirausahaan: Teori dan Praktik. Jakarta: Salemba Empat.Menyajikan teori-teori kewirausahaan serta aplikasinya dalam berbagai situasi bisnis di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar