Rabu, 01 Mei 2024

Siti Syarifatussa'adah : "Trauma tindakan Ekstrim : Menggali Fenomena Bunuh Diri Dengan Perspektif Psikologi Abnormalitas"

 

“ TRAUMA DAN TINDAKAN EKSTRIM: MENGGALI  FENOMENA BUNUH DIRI DENGAN PERSPEKTIF PSIKOLOGI ABNORMALITAS ”

 

Nama                          : Siti Syarifatussa’adah
NIM                            : 21310410156
Mata Kuliah                : Psikologi Abnormalitas
Dosen Pengampu        : FX. Wahyu Widiantoro S.Psi., MA

            Beberapa waktu ini dunia sedang di guncang oleh berita tentang kasus bunuh diri.  Apalagi kasus bunuh diri ini telah menjadi sorotan yang sangat mengkhawatirkan pada lapisan masyarakat. Diantaranya kasus bunuh diri  di kalangan mahasiswa atau kehidupan masyarakat umumnya, dengan angka kejadian yang terus meningkat dari tahun  ke tahun, tindakan ekstrim ini meninggalkan luka yang mendalam pada instansi maupun lingkungan sosial lainnya. Dari beberapa  berita yang beredar baru-baru ini, kasus bunuh diri yang terjadi mulai dari kasus gantung diri, minum racun, lompat dari tower, lompat dari gedung, serta melukai diri sendiri dengan benda tajam.  Meskipun seringkali kehidupan dari pelaku tindakan bunuh diri itu terlihat menyenangkan dan serba berkecukupan, ironisnya sangat mengejutkan. Tanpa kita ketahui dibalik itu terkadang realitasnya tersembunyi tekanan-tekanan yang bervarian dan stress yang konstan.

            Fenomena bunuh diri yang terjadi ini menjadi hal yang sangat krusial yang dimana adanya ketidakseimbangan yang serius dalam kesejahteraan psikologis di lapisan masyarakat.  Dalam artikel ini, akan mencoba menggali lebih jauh tentang kasus bunuh diri  dengan perspektif psikologi abnormalitas serta faktor apa saja yang mendorong individu untuk melangkah dengan ekstrim ini, serta upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi  kasus ini.

            Bunuh diri adalah suatu tindakan dengan cara menghilangkan nyawa diri sendiri dengan menggunakan berbagai macam cara, baik secara langsung maupun perlahan. Bunuh diri juga dapat diartikan sebagai tindakan mengakhiri penderitaan diri sendiri karena ketidaksanggupan menghadapi atau persoalan yang tidak bisa ditangani. Adapun cara dilakukan bervariasi, seperti meminum racun, melukai diri dengan benda tajam, gantung diri, dan terjun bebas dari sebuah ketinggian.
            Terkadang kita sebagai masyarakat yang seringkali melihat berita-berita tentang kasus bunuh diri yang tersebar di berita televisi, surat kabar, ataupun  sosial media tidak habis pikir dengan tindakan yang mereka lakukan. Nah, banyak diantaranya ada kaitannya dengan gangguan abnormalitas.
Salah satunya PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).

Post Traumatic Stress Disorder adalah suatu kondisi mental dimana seseorang mengalami serangan panik yang dipicu dari pengalaman masalalu. Mengalami kejadian traumatis merupakan suatu hal yang cukup berat bagi siapapun. Beberapa orang yang yang mengindap gangguan PTSD pernah mengalami peristiwa menyedihkan, diantaranya kecelakaan, pelecehan seksual, penindasan, kekerasan, bencana alam, serta insiden lainnya yang mengancam nyawa dan membuat individu terus memikirkannya yang dampaknya akan mempengaruhi pola pikir sehingga dapat menghambat aktivitasnya. Selain itu individu yang tidak terpenuhi dari segi emosi akan membuat emosinya  tidak terkendali. Adapun reaksi-reaksi tidak normal yang dialami individu, seperti: mudah marah, tertutup, dendam, tidak terpenuhi kebutuhan emosinya, kurangnya kebutuhan spiritual, serta pikiran-pikiran kacau yang berujung pada tindakan bunuh diri.

            Untuk menghindari kejadian itu perlunya penanganan yang tepat.  Adapun penanganan yang dapat dilakukan, yaitu terapi realitas. Terapi Realitas (Reality Therapy) adalah metode psikoterapi konseling dan psikoterapi perilaku-kognitif yang fokus dan interaktif. Selain terapi realitas adapun terapi spiritual yang dapat mengarahkan individu agar mampu meningkatkan moral dan kepercayaan diri kearah lebih baik.  Setiap individu yang mengalami gangguan PTSD kemungkinan responnya berbeda dalam pengobatannya. Untuk itu penting sekali untuk mengkonsultasikan kepada ahli kesehatan mental untuk pengobatan yang sesuai serta dukungan sosial dari keluarga maupun orang terdekat lainnya sangat diperlukan untuk memberikan semangat dan kepercayaan diri dari individu untuk kesembuhannya.

 

Daftar Pustaka:
Maharani, S. D. (2007). Fenomena Bunuh Diri Tinjauan Filsafat Dunia (Studi Kasus  Terhadap Fenomena Bunuh Diri Ibu dan Anak. Jurnal Filsafat, 17 (1).

Simanjuntak, E. D., Sunandar, H., & Hondro, R. K. (2020). Implementasi Metode Hybrid Case-Based Reasoning untuk Mendiagnosa Penyakit Post-Traumatik Stress Disorder (PTSD). JURIKOM (Jurnal Riset Komputer. 7 (2), hal 256-263

Ashofa, N. H. (2019). Terapi Realitas untuk Menangani Trauma (Post-Traumatik Stress Disorder) pada Korban Bullying di Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Wanita. Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam, 16 (1).

 

 

 

Related Posts:

0 komentar:

Posting Komentar