Selasa, 29 Juni 2021

Penyebab Perilaku Agresif Pada Remaja

PENYEBAB PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA


Essay Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial I

(Semester Genap 2020/2021)

Elsa Kusumandari (20310410041) 

Fakultas Psikologi Universitas 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A




Remaja adalah generasi yang paling berpengaruh dalam mewujudkan cita-cita suatu bangsa dan generasi penerus yang diharapkan bisa merubah keadaan bangsanya menjadi bangsa yang lebih baik. Santrock (2007) mendefinisikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial- emosional.

Perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, intelegensi dan bahasa tubuh, sedangkan perubahan sosial- emosional meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, baik keluarga maupun lingkungan sekitar, dalam emosi, kepribadian dan konsep diri. Berdasarkan defenisi di atas, disimpulkan bahwa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa dimana terjadi perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional yang berupa perubahan psikososial atau kematangan mental yang akan membentuk sikap, nilai dan minat baru untuk mempersiapkan diri memasuki usia dewasa.

Data demografi menunjukkan bahwa penduduk di dunia jumlah populasi remaja merupakan populasi yang besar. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia dari remaja berumur 10 - 19 tahun. Sekitar Sembilan ratus juta berada di Negara sedang berkembang. Sementara di Indonesia sekitar 60 juta jiwa penduduk adalah remaja (BKKBN, 2011). Di kota Pekanbaru tercatat remaja yang berusia 10-14 tahun berjumlah 80.020 remaja yang terdiri dari 42.229 remaja laki-laki dan 39.821 remaja perempuan. Sedangkan remaja yang berusia 15-19 tahun berjumlah 90.355 remaja yang terdiri dari 44.168 remaja laki-laki dan 46.187 remaja perempuan (BPS, 2013). Data tersebut menunjukkan remaja merupakan kelompok umur yang memiliki populasi yang besar baik di dunia, Indonesia maupun di Kota Pekanbaru.

Keadaan remaja di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi remaja saat ini yang cenderung lebih bebas dan jarang memperhatikan nilai moral yang terkandung dalam setiap perbuatan yang mereka lakukan. Remaja mempunyai sifat yang cenderung lebih agresif, emosi tidak stabil, dan tidak bias menahan dorongan nafsu. Pada masa pubertas atau masa menjelang dewasa, remaja mengalami banyak pengaruh-pengaruh dari luar yang menyebabkan remaja terbawa pengaruh oleh lingkungan tersebut. Hal tersebut mengakibatkan remaja yang tidak bisa menyesuaikan atau beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah-ubah akan melakukan perilaku yang maladaptif, seperti contohnya perilaku agresif yang dapat merugikan orang lain dan juga diri sendiri (Santrock, 2007). Pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses adaptasi terhadap lingkungannya remaja dapat melakukan perilaku maladaptif seperti perilaku agresif.

Perilaku agresif merupakan suatu luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam pengrusakan terhadap manusia atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal) (Sudrajat, 2011). Contoh dari perilaku agresif remaja yang terlihat jelas adalah semakin banyaknya berita yang disajikan setiap hari di media masa baik cetak maupun elektronik tentang perilaku kekerasan remaja baik secara individual maupun secara berkelompok, seperti tawuran, penganiayaan, penyiksaan, bahkan sampai menghilangkan nyawa (Sarwono & Meinarno, 2009).

Faktor internal yang menyebabkan perilaku agresif ini pernah diteliti oleh Khamsita (2007), didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara faktor internal yaitu frustasi dengan perilaku agresif dengan nilai probabilitas 0,464 atau (p<0,05), dimana semakin tinggi frustasi remaja maka akan semakin tinggi perilaku agresifnya. Prastyani (2011) melakukan penelitian mengenai faktor eksternal yang berhubungan dengan perilaku agresif, berdasarkan penelitiannya didapatkan data bahwa terdapat hubungan antara teman sebaya dan media massa terhadap perilaku aregsif yang dilakukan remaja.

Pemicu yang umum dari perilaku agresif tersebut adalah ketika seseorang mengalami satu kondisi emosi tertentu, yang sering terlihat adalah emosi marah. Perasaan marah berlanjut pada keinginan untuk melampiaskannya dalam satu bentuk tertentu dan pada objek tertentu (Sarwono & Meinarno, 2009). Sedangkan faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku agresif pada remaja yaitu faktor internal (dari dalam) maupun factor eksternal (dari luar). Faktor internal tersebut meliputi: frustasi, gangguan pengamatan dan tanggapan remaja, gangguan berfikir dan intelegency remaja, serta gangguan perasaan/emosional remaja sedangkan faktor eksternal meliputi factor keluarga, factor sekolah dan faktor lingkungan (Kartono, 2011).

Hasil penelitian Nisfiannoor (2005) diperoleh bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai ternyata lebih agresif bila dibandingkan dengan remaja dari keluarga utuh. Perceraian di antara orang tua ternyata membawa dampak yang negative bagi anak, terutama dalam berperilaku. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hetherington, et al (dalam Papalia, et al., 2001) bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai memiliki masalah dalam berperilaku, terutama dalam perilaku agresifnya. Dari segi dimensi agresivitas secara fisik dan verbal, diketahui bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai juga lebih agresif dibandingkan remaja yang berasal dari keluarga utuh. Demikian dapat dikatakan bahwa remaja yang berasal dari keluarga bercerai lebih agresif, baik secara fisik maupun verbal bila dibandingkan dengan remaja dari keluarga yang utuh.

Salah satu fenomena saat ini yang memprihatinkan yaitu banyak terjadinya tindak/ aksi kekerasan yang berkaitan dengan perilaku agresif di kalangan masyarakat, baik individu maupun massal. Tindakan tersebut dapat berupa kekerasan verbal maupun kekerasan fisik. Secara faktual perilaku tindak kekerasan tersebut menimbulkan banyak kerugian bagi orang lain. Banyak kasus kekerasan yang terjadi merupakan manifestasi dari perilaku agresif, baik kekerasan secara verbal maupun non verbal.

Psikolog sosial mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk merugikan individu lain yang tidak ingin dirugikan (Baron & Richardson, 1994). Karena melibatkan persepsi niat, apa yang tampak seperti agresi dari satu sudut pandang mungkin tidak terlihat seperti itu dari sudut pandang lain, dan perilaku berbahaya yang sama mungkin atau mungkin tidak dianggap agresif tergantung pada niatnya. Namun, kerugian yang disengaja dianggap lebih buruk daripada kerugian yang tidak disengaja, bahkan ketika kerugiannya sama (Ames & Fiske, 2013).

Dari sudut pandang psikologi, ada sejumlah teori besar yang mendasari pemikiran mengenai agresi, antara lain teori instinct oleh Sigmund Frued, teori survival oleh Charles Darwin dan teori social learning oleh Neil Miller dan John Dollard, yang kemudian dikembangkan lagi oleh Albert Bandura. Teori Freud memandang perilaku agresif sebagai hal yang intrinsik dan merupakan instinct yang melekat pada diri manusia. Selanjutnya Darwin dengan teori survival-nya memandang bahwa secara historis, perilaku agresif ini dianggap sebagai suatu tindakan manusia untuk kebutuhan survival agar tetap dapat menjaga dan mengembangkan kemanusiawiannya ataupun membangun dan mengembangkan komunitas.

Menurut Buss dan Perry (1992) mengelompokkan agresivitas kedalam 4 bentuk agresi, yaitu: (a) Agresi fisik, Merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang secara fisik. Contohnya terjadinya perkelahian antar pelajar yang mengakibatkan beberapa orang terluka parah, (b) Agresi verbal, merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain dengan menggunakan verbal atau perkataan. Misalnya seperti mencaci maki, berkata kasar, berdebat, menunjukkan ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, menyebarkan gosip, dan lain-lain. Contohnya, beberapa siswa yang saling mengejek satu sama lainnya dengan ejekan yang menyakitkan, (c) Agresi marah, merupakan emosi atau afektif, seperti munculnya kesiapan psikologis untuk bertindak agresif. Misalnya kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah. Contohnya, seseorang akan kesal kalau dituduh melakukan kejahatan yang tidak pernah dilakukannya, (d) Sikap permusuhan, meliputi komponen kognitif, seperti benci dan curiga pada orang lain, iri hati dan merasa tidak adil dalam kehidupan. Contohnya, seseorang sering merasa curiga terhadap orang lain, yang dikiranya menaruh dendam pada dirinya, padahal orang lain tersebut tidak dendam terhadapnya.


Daftar pustaka : 

Siby, P.S. (2020). Perilaku agresif. Manado Post. 4 Nov. Retrieved on June 27, 2021 from: https://manadopost.jawapos.com/opini/04/11/2020/perilaku-agresif/

Abidin, Z. (2005). Penghakiman massa. Jakarta: Erlangga.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta

Baron, A.R.& Byrne, D.(2005). Psikologi sosial jilid 2.edisi 10..Jakarta:Airlangga








0 komentar:

Posting Komentar