Selasa, 29 Juni 2021

Jadi Pemimpin? Ini Cara Mengatasi Karyawan Pasif-agresif

 Tulisan ini untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial I

(Semester Genap 2020/2021)

Nur Alfiyah (20310410062)

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Dalam suatu organisasi pastinya memiliki seorang pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin maka organisasi tidak akan dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya sebab tidak ada yang memimpin dan mengarahkan organisasi tersebut. Menurut (Suherman, 2019) pemimpin merupakan seorang yang positif dan penuh percaya diri yang memiliki visi, misi, dan nilai etika yang tinggi, dengan kemampuan menyampaikan gagasan dan mampu dalam rangka mendorong dan berhubungan baik dengan orang lain. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin pastinya akan menghadapi berbagai masalah dalam organisasi, salah satunya yaitu perilaku pasif-agresif pada karyawan.

Perilaku pasif-agresif dikategorikan sebagai perilaku menyimpang karena dapat merugikan organisasi yaitu sabotase, rendahnya semangat kerja karyawan, menunda jadwal produksi, meningkatkan ketidakhadiran karyawan (Dranitsari, Whitson dalam Shinta et al., 2016). Sedangkan agresi sendiri, psikologi sosial mendefinisikan sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk merugikan individu lain yang tidak ingin dirugikan ( Baron & Richardson dalam Siby, 2020). Kemudian Dietz et al. (dalam Harsanti, 2009) menyimpulkan bahwa agresi kerja merupakan perilaku yang berhubungan dengan karyawan dengan tujuan untuk menyakiti orang yang bekerja bersamanya ataupun orang yang mempekerjakannya.

Penyebab perilaku pasif-agresif pada karyawan terkadang karena pemimpin memperlakukannya secara tidak adil, sehingga itu menjadi ajang membalas sikap pemimpinnya. Pasif-agresif dalam hal ini merupakan semacam mekanisme pertahanan diri, terutama ketika individu harus menghadapi sosok atasannya yaitu pemimpinnya, pasangannya, atau rekan kerjanya (Shinta et al., 2016). Pada awalnya mereka pasif (selalu setuju untuk menyelesaikan tugas), tetapi mereka menolak secara agresif untuk melaksanakan tugas saat pemimpin pergi (Gaines dalam Shinta et al., 2016). Ini semacam sabotase terhadap organisasi, mereka agresif karena harus melepaskan amarahnya. Mereka berniat membalas dendam kepada pemimpin dengan mengabaikan tugas-tugas organisasi. Tampaknya kebingungan pemimpin karena tugas yang diabaikan adalah kepuasan mereka (Shinta et al., 2016).

Masalah yang relevan yaitu bahwa pemimpin cenderung marah ketika menghadapi karyawan pasif-agresif. Karena pada dasarnya orang lebih senang dengan rangsangan positif dan menghindari rangsangan negatif (Matlin & Stang dalam Atmawati, 2011). Sebagai pemimpin yang menjadi panutan bagi bawahannya, hendaknya memiliki strategi untuk menghadapi karyawan pasif-agresif.  Berikut beberapa strategi yang dapat pemimpin susun untuk membebaskan organisasi dari perilaku pasif-agresif di antara karyawan:

1. Pemimpin harus sadar dan tidak terjebak oleh kekuasaan karyawan yang manja ini. Hal ini merupakan semacam perebutan kekuasaan antara pemimpin dan karyawan. Karyawan berperilaku pasif-agresif karena ingin membalas dendam dan mengendalikan situasi tempat kerja (Lambrecht dalam Shinta et al., 2016).

2. Pemimpin harus mendokumentasikan kegagalan karyawan dalam menyelesaikan tugas secara akurat. Dokumen-dokumen ini juga berguna bagi pemimpin untuk memberikan umpan balik yang konstruktif bahwa perilaku pasif-agresif benar-benar merusak organisasi. Selain itu, pimpinan juga dapat menetapkan perlakuan yang tepat bagi pegawai tersebut, apakah ia harus dirotasi ke divisi lain atau harus berstatus percobaan (Shinta et al., 2016).  

3. Pemimpin harus menyediakan waktu yang cukup untuk berdiskusi dengan karyawan secara langsung. Ini adalah strategi untuk menghindari orang yang dipermalukan di depan orang lain. Ini penting karena pasif-agresif biasanya ekstrovert dan memiliki banyak pendukung. Dalam diskusi ini, pemimpin harus mendapatkan komitmen karyawan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, dan komitmen untuk tidak menyabot organisasi (Shinta et al., 2016).


DAFTAR PUSTAKA

Atmawati, D. (2011). Prinsip pollyanna dalam wacana dakwah (Kajian pragmatik). Kajian Lingusitik dan Sastra. 23(1), Juni, 57

Harsanti, Intaglia. (2009). Faktor-faktor organisasional sebagai pencetus kecenderungan agresi di tempat kerja: studi Metaanalisis. Jurnal Psikologi. 36(2), Desember, 196

https://mpsi.umm.ac.id/files/file/647-651%20Arundati%20Shinta,%20Eny%20Rohyati,%20Wahyu%20Widiantoro,%20Dewi%20Handayani.pdf

Shinta, A., Rohyati, E., Handayani, D. & Widiantoro, W. (2016). Maximizing the passive-aggressive employees’ performance. ASEAN Seminar, Psychology Faculty, Muhammadiyah University in Malang, February. Retrieved on June 27, 2021 from:

Siby, P.S. (2020). Perilaku agresif. Manado Post. 4 Nov. Retrieved on June 27, 2021 from: https://manadopost.jawapos.com/opini/04/11/2020/perilaku-agresif/

Suherman, Usep D. (2019). Pentingnya kepemimpinan dalam organisasi. Jurnal Ilmu Akuntansi dan Bisnis Syariah. 1(2), 273

Sumber Gambar:

https://panalogi.com/?p=3179

 



0 komentar:

Posting Komentar