Senin, 28 Juni 2021

Kendalikan Perilaku Pasif-Agresif, Mari Berorganisasi dengan Damai

 

Kendalikan Perilaku Pasif-Agresif, Mari Berorganisasi dengan Damai

UJIAN AKHIR SEMESTER PSIKOLOGI SOSIAL I

(Semester Genap 2020/2021)

 

Rifa Rufianti (20310410053)

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu : Dr. Arundati Shinta, M.A



Gambar 1. Ilustrasi Pemimpin

(Sumber : https://images.app.goo.gl/zLVMkeABzaNjRtxJ6 )


Menurut Crainer ada lebih dari 400 definisi tentang leadership, dari sekian banyaknya definisi tentang kepemimpinan, ada yang menyebutkan kepemimpinan merupakan suatu kegiatan untuk memengaruhi orang lain. Kepemimpinan merupakan suatu proses untuk memengaruhi aktivitas kelompok (Yudiatmaja, 2013). Pada era sekarang ini bermunculan dai yang berusaha melaksanakan syiar Islam. Ada dai yang populer dan ada yang tidak. Hal tersebut dapat dipahami karena memang ada hal-hal yang menyebabkan dakwahnya digemari, antara lain aspek kebahasaannya (Atmawati, 2011). Dai juga merupakan pemimpin yang memberi arahan kepada siapapun yang dipimpin. Pola kebahasaan dalam memimpin merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Namun, dibalik salah satu faktor keberhasilan dalam kepemimpinan, adapula faktor penyebab terjadinya kesenjangan dalam sebuah organisasi, yaitu pasif-agresif.

Pasif-agresif adalah semacam mekanisme pertahanan diri, terutama ketika individu harus menghadapi sosok atasannya yaitu pemimpinnya, pasangannya, atau rekan kerjanya. Di angkatan kerja, angka tersebut dianggap negatif dan bermusuhan oleh karyawan pasif-agresif. Namun, mereka tidak tegas di depan pemimpin. Pada awalnya mereka pasif (selalu setuju untuk menyelesaikan tugas), tetapi mereka menolak secara agresif untuk melaksanakan tugas ketika pemimpin pergi. Ini semacam sabotase terhadap organisasi. Mereka agresif karena harus melepaskan amarahnya. Mereka berniat membalas dendam kepada pemimpin dengan mengabaikan tugas-tugas organisasi. Tampaknya pemimpin kebingungan karena tugas yang diabaikan adalah kepuasan mereka. Untuk menutupi kebiasaan menunda-nunda dan mengabaikan mereka, mereka mengajukan alasan logis. Pemimpin tidak memiliki alasan yang kuat untuk memecat mereka karena mereka selalu setuju untuk menyelesaikan tugas di depan pemimpin (Shinta, A., dkk, 2016).

Karyawan yang pasif-agresif, tentu saja membawa dampak yang tidak baik. Menurut Baron dan Richardson psikolog sosial mendefinisikan agresi sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk merugikan individu lain yang tidak ingin dirugikan (Siby, P.S., 2020). Padahal dalam organisasi setiap pemimpin maupun yang dipimpin menginginkan situasi yang kondusif, damai, dan saling toleransi. Adapun strategi untuk membebaskan organisasi dari perilaku pasif-agresif di antara karyawan yaitu sebagai berikut:

1. Pemimpin harus sadar dan tidak terjebak oleh kekuasaan karyawan yang manja ini. Sungguh ini adalah semacam perebutan kekuasaan antara pemimpin dan karyawan. Karyawan berperilaku pasif-agresif karena ingin membalas dendam dan mengendalikan situasi tempat kerja (Lambrecht, 2010).

2. Pemimpin harus mendokumentasikan kegagalan karyawan dalam menyelesaikan tugas secara akurat. Dokumentasi sangat penting untuk menindaklanjuti karyawan dengan tegas. Oleh karena itu karyawan tidak akan dapat menghindar atau berusaha mencari alasan untuk menutupi kemalasan atau penundaan (Unterberg, 2003).

3. Pemimpin harus menyediakan waktu yang cukup untuk berdiskusi dengan karyawan secara langsung. Ini adalah strategi untuk menghindari orang yang dipermalukan di depan orang lain.

Lingkungan sosial dalam organisasi yang damai merupakan situasi yang kondusif. Namun, memang tidak bisa dipungkiri bahwa situasi dalam organisasi yang mencerminkan perilaku pasif-agresif tidak bisa dihilangkan, tetapi setidaknya bisa diminimalisir dengan strategi membebaskan organisasi dari perilaku pasif-agresif di antara karyawan. Dengan demikian, diharapkan dengan upaya mengendalikan perilaku agresivitas dalam organisasi dapat meminimalisir terjadinya kesenjangan sosial.

 

Daftar Pustaka


Atmawati, D. (2011). Prinsip pollyanna dalam wacana dakwah (Kajian pragmatik). Kajian Lingusitik dan Sastra. 23(1), Juni, 55-65.

Lambrecht, JS (2010). Mengelola individu dengan gangguan kepribadian: Mengenali dan menanggapi responding penyimpangan tempat kerja. Esai dipresentasikan di The Chair Academy, Maret.

Shinta, A., Rohyati, E., Handayani, D. & Widiantoro, W. (2016). Maximizing the passive-aggressive employees’ performance. ASEAN Seminar, Psychology Faculty, Muhammadiyah University in Malang, February. Retrieved on June 27, 2021 from:

https://mpsi.umm.ac.id/files/file/647-651%20Arundati%20Shinta,%20Eny%20Rohyati,%20Wahyu%20Widiantoro,%20Dewi%20Handayani.pdf

Siby, P.S. (2020). Perilaku agresif. Manado Post. 4 Nov. Retrieved on June 27, 2021 from: https://manadopost.jawapos.com/opini/04/11/2020/perilaku-agresif/

Unterberg, MP (2003). Gangguan kepribadian di tempat kerja.Arsip Bisnis dan Kesehatan. 1 Juli 1-23.

Yudiatmaja, F. (2013). Kepemimpinan: Konsep, Teori Dan Karakternya. Media Komunikasi FIS. ISSN: 1412-8683, Vol. 12, No. 2

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/%20MKFIS/article/viewFile/1681/1469 (diakses pada 29 Juni 2021 pukul 08.36  WIB)

 

 

 


0 komentar:

Posting Komentar