Selasa, 29 Juni 2021

Atasi Perilaku Pasif-Agresif Menuju Peningkatan Produktivitas Organisasi

Atasi Perilaku Pasif-Agresif Menuju Peningkatan Produktivitas Organisasi

Essay Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial I

(Semester Genap 2020/2021)

Dwi Ratri Octavianita (20310410002)

Fakultas Psikologi Universitas 45 Yogyakarta

Dosen Pengampu: Dr. Arundati Shinta, M.A

Ilustrasi. (doc. NYC Offices Suites)

    Pada hakikatnya kita semua adalah pemimpin bagi diri kita sendiri. Kepemimpinan merupakan proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam sebuah kelompok (Mulyono, 2018). Pada era sekarang ini banyak bermunculan dai yang berusaha melaksanakan syiar Islam (kita ketahui bahwa dai juga seorang pemimpin yang menjadi panutan). Ada dai yang populer dan ada yang tidak. Hal tersebut dapat dipahami karena memang terdapat hal-hal yang menyababkan dakwahnya digemari, antara lain aspek kebahasaannya (Atmawati, 2011). Selain da’i, seorang pemimpin dalam organisasi/perusahaan diharapkan dapat menjadi panutan oleh karyawannya. Namun, lagi-lagi masih ditemukan seorang pemimpin yang bersikap tidak adil kepada bawahannya, yang hal ini akan memicu munculnya sebuah perilaku pasif-agresif. 

    Terlebih dahulu kita pahami tentang perilaku agresif. Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (dalam Siby, 2020), perilaku agresif merupakan perasaan marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan atau kegagalan dalam mencapai pemuasan atau tujuan, yang dapat diarahkan kepada benda atau orang, perbuatan bermusuhan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda, sifat atau nafsu menyerang sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat. Selanjutnya, menurut Gaines (dalam Shinta; dkk, 2016) untuk pasif-agresif dimaknai sebagai semacam mekanisme pertahanan diri, terutama ketika individu harus menghadapi sosok yang lebih tinggi yaitu pemimpinnya, pasangannya, atau rekan kerjanya. Di angkatan kerja, angka tersebut dianggap negatif dan bermusuhan oleh karyawan pasif-agresif. Namun, mereka berperilaku tidak tegas di depan pemimpin. Pada awalnya mereka pasif (selalu setuju untuk menyelesaikan tugas), tetapi mereka menolak secara agresif untuk melaksanakan tugas ketika pemimpin pergi. 

    Permasalahan mendasar yang berkaitan dengan perilaku agresif adalah mengenai terdapatnya banyak karyawan dengan perilaku pasif-agresif yang tentunya memicu terhambatnya aktivitas dan juga produktivitas di sebuah organisasi. Bayangkan saja jika hal ini dibiarkan terus menerus, bukankah sebuah organisasi lama kelamaan akan runtuh? Hal ini penting untuk dibahas sekaligus menjadi PR bagi seorang pemimpin untuk menganalisis tentang apa yang menjadi penyebab para karyawannya berperilaku pasif-agresif dan kemudian mengatasinya.  

    Lalu pertanyaan yang harus terjawab dalam pembahasan kali ini adalah bagaimana cara pemimpin mengatasi perilaku pasif-agresif di antara karyawan untuk meningkatkan produktivitas organisasi? Hal ini penting agar sebuah organisasi dapat kembali menjalankan aktivitasnya dengan baik serta produktivitasnya meningkat. Berikut langkah-langkahnya:

1. Pemimpin harus mawas diri, karena bisa jadi pemimpin juga memiliki perilaku pasif-agresif. Pemimpin pasif-agresif sering ditemukan dalam organisasi pasif-agresif (Bolton & Grawitch, 2011; Hamilton, 2004). Oleh karena itu pemimpin harus didorong untuk menjadi model yang baik bagi karyawan secara keseluruhan.

2. Pemimpin juga harus memastikan bahwa setiap karyawan memahami deskripsi pekerjaannya. Oleh karena itu tidak akan ada saling melempar tanggung jawab antar karyawan. Karyawan lapangan dan manajer lini harus menerima informasi yang memadai untuk membuat keputusan yang cepat dan akurat. Penilaian kinerja karyawan juga harus membedakan prestasi kerja karyawan yang terbaik, sedang, dan rendah (Hamilton, 2004).

3. Pemimpin harus mendokumentasikan kegagalan karyawan dalam menyelesaikan tugas secara akurat. Dokumen-dokumen ini sangat penting untuk mewawancarai karyawan dengan tegas. Oleh karena itu karyawan tidak akan dapat menghindar atau berusaha mencari alasan untuk menutupi kemalasan/penundaan (Unterberg, 2003).


DAFTAR PUSTAKA

Atmawati, D. (2011). Prinsip pollyanna dalam wacana dakwah (Kajian pragmatik). Kajian Lingusitik dan Sastra. 23(1), Juni, 55-65.

Bolton, L.M. & Grawitch, M. J. (2011). When good employees go bad: How organizations may be facilitating workplace deviance. Organizational Health Initiative. Saint Louis University, MO.

 

Hamilton, Booz Allen (2004). The passive-aggressive organization: Converting consensus into action. Booz Allen Hamilton, Inc. Retrieved on Jan. 25, 2016 from www.boozallen.com

 

Mulyono, Hadi. (2018). Kepemimpinan (leadership) berbasis karakter dalam peningkatan kualitas pengelolaan perguruan tinggi. Jurnal Penelitian Pendidikan Sosial Humaniora, 3(1), 290-291. Diakses dari https://media.neliti.com/media/publications/288149-kepemimpinan-leadership-berbasis-karakte-4640d947.pdf  pada 28 Juni 2021 pukul 19.00 WIB.

 

Shinta, A., Rohyati, E., Handayani, D. & Widiantoro, W. (2016). Maximizing the passive-aggressive employees’ performance. ASEAN Seminar, Psychology Faculty, Muhammadiyah University in Malang, February. Retrieved on June 27, 2021 from: https://mpsi.umm.ac.id/files/file/647-651%20Arundati%20Shinta,%20Eny%20Rohyati,%20Wahyu%20Widiantoro,%20Dewi%20Handayani.pdf

Siby, P.S. (2020). Perilaku agresif. Manado Post. 4 Nov. Retrieved on June 27, 2021 from: https://manadopost.jawapos.com/opini/04/11/2020/perilaku-agresif/  

Unterberg, M. P. (2003). Personality disorders in the workplace. Business and Health Archive. July 1, 1-23.

 

 

 


 

0 komentar:

Posting Komentar