Rabu, 30 Juni 2021

Faktor Kekerasan / Agresifitas Terhadap Pasangan

 Tulisan ini dibuat untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial I

Semester Genap 2020/2021

Muhammad Setiawan Hendianto NIM. 20310410031

Dosen Pengampu : Dr., Dra. Arundati Shinta, M.A

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta







Secara umum, kekerasan dapat didefinisikan sebagai perbuatan seseorang atau sekelompok orang yang menyebabkan cedera atau hilangnya nyawa seseorang atau dapat menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Secara sosiologis, kekerasan di lingkup sosial mungkin saja terjadi karena adanya pengabaiaan norma dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat tersebut oleh individu atau suatu kelompok. menurut psikologi sosial agresi merupakan sebuah bentuk dalam sebuah perilaku yang memiliki tujuan untuk menyakiti seseorang. Dalam hal ini menyakiti bisa secara psikis, namun bisa juga dengan cara fisik.

Menurut Buss dan Perry (1992) mengelompokkan agresivitas kedalam 4 bentuk agresi, yaitu:

1. Agresi fisik

Merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang secara fisik. Contohnya terjadinya perkelahian antar pelajar yang mengakibatkan beberapa orang terluka parah.

            2.  Agresi verbal

Merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain dengan menggunakan verbal atau perkataan. Misalnya seperti mencaci maki, berkata kasar, berdebat, menunjukkan ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, menyebarkan gosip, dan lain-lain. Contohnya, beberapa siswa yang saling mengejek satu sama lainnya dengan ejekan yang menyakitkan.

            3. Agresi marah

Merupakan emosi atau afektif, seperti munculnya kesiapan psikologis untuk bertindak agresif. Misalnya kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah. Contohnya, seseorang akan kesal kalau dituduh melakukan kejahatan yang tidak pernah dilakukannya.

         4. Sikap permusuhan, meliputi komponen kognitif, seperti benci dan curiga pada orang lain, iri hati dan merasa tidak adil dalam kehidupan. Contohnya, seseorang sering merasa curiga. terhadap orang lain, yang dikiranya menaruh dendam pada dirinya, padahal orang lain tersebut tidak dendam terhadapnya.


a. Faktor individu perempuan, jika dilihat dari bentuk pengesahan perkawinan, seperti melalui kawin siri, secara agama, adat, kontrak, atau lainnya perempuan yang menikah secara siri, kontrak, dan lainnya berpotensi 1,42 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan perempuan yang menikah secara resmi diakui negara melalui catatan sipil atau KUA.

Selain itu, faktor seringnya bertengkar dengan suami, perempuan dengan faktor ini beresiko 3,95 kali lebih tinggi mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual, dibandingkan yang jarang bertengkar dengan suami/pasangan. Perempuan yang sering menyerang suami/pasangan terlebih dahulu juga beresiko 6 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah menyerang suami/pasangan lebih dahulu.

b. Faktor pasangan, perempuan yang suaminya memiliki pasangan lain beresiko 1,34 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan perempuan yang suaminya tidak mempunyai istri/pasangan lain. Begitu juga dengan perempuan yang suaminya berselingkuh dengan perempuan lain cenderung mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2,48 kali lebih besar dibandingkan yang tidak berselingkuh.

Disamping itu, ada pula perempuan yang memiliki suami menggangur beresiko 1,36 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang pasangannya bekerja/tidak menganggur. Faktor suami yang pernah minum miras, perempuan dengan kondisi suami tersebut cenderung 1,56 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang suaminya tidak pernah minum miras. Begitu juga dengan perempuan yang memiliki suami suka mabuk minimal seminggu sekali, beresiko 2,25 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah mabuk.

Perempuan dengan suami  pengguna narkotika beresiko mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual 2 kali lebih besar dibandingkan yang tidak pernah menggunakan narkotika. Perempuan yang memiliki suami pengguna narkotika tercatat 45,1% mengalami kekerasan fisik, 35,6% mengalami kekerasan seksual, 54,7% mengalami kekerasan fisikdan/seksual, 59,3% mengalami kekerasan ekonomi, 61,3% mengalami kekerasan emosional/psikis, dan yang paling tinggi yaitu 74,8% mengalami kekerasan pembatasan aktivitas. Selain itu faktor suami yang pernah berkelahi fisik dengan orang lain, perempuan dengan suami kondisi ini beresiko 1,87 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibandingkan yang tidak pernah berkelahi fisik.

c. Faktor ekonomi, perempuan yang berasal dari rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan yang semakin rendah cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan. Perempuan yang berasal dari rumahtangga pada kelompok 25% termiskin memiliki risiko 1,4 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan kelompok 25% terkaya. Aspek ekonomi merupakan aspek yang lebih dominan menjadi faktor kekerasan pada perempuan dibandingkan dengan aspek pendidikan. Hal ini paling tidak diindikasikan oleh pekerjaan pelaku yang sebagian besar adalah buruh, dimana kita tahu bahwa tingkat upah buruh di Indonesia masih tergolong rendah dan hal ini berdampak pada tingkat kesejahteraan rumahtangga.

d. Faktor sosial budaya, seperti timbulnya rasa khawatir akan bahaya kejahatan yang mengancam. Perempuan yang selalu dibayangi kekhawatiran ini memiliki risiko 1,68 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan, dibandingkan mereka yang tidak merasa khawatir. Perempuan yang tinggal di daerah perkotaan memiliki risiko 1,2 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dibandingkan mereka yang tinggal di daerah perdesaan




Daftar Pustaka :

Shinta, A., Rohyati, E., Handayani, D. & Widiantoro, W. (2016). Maximizing the passive-aggressive employees’ performance. ASEAN Seminar, Psychology Faculty, Muhammadiyah University in Malang, February. Retrieved on June 27, 2021

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-kdrt-kenali-faktor-penyebabnya

1 komentar: