Selasa, 08 Juni 2021

Bagaimana Cara Sosialisasi Efektif Pada Pasien Dengan Gangguan Jiwa ?

 

Bagaimana Cara Sosialisasi Efektif Pada Pasien Dengan Gangguan Jiwa ?

Essay Persyaratan Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial I

(Semester Genap 2020/2021)

Dosen Pengampu: Dr. Arundhati Shinta, M.A

Annisa Arsella ( 20310410038 )

Fakultas Psikologi

Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta



 

 

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam masyarakat, dan sering dikonotasikan dengan keadaan gila (Ayub.2011). Salah satu masalah keperawatan pada skizofrenia yaitu isolasi sosial. Isolasi sosial merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami gangguan penurunuan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya (Damaiyanti. 2008). Menurut data dari Word Health Organization (WHO) masalah gangguan kesehatan jiwa sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO menyatakan tahun 2001 paling tidak satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. Lingkungan sosial khusus nya hubungan dekat dengan orang lain memainkan peran penting khususnya dalam kesehatan fisik dan mental seseorang.


Pada orang dengan isolasi sosial, individu tersebut akan merasa kesepian, merasa tidak aman berdekatan dengan orang lain pasien biasanya mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain, pasien tidak mampu berkonsentrasi dan pasien dengan isolasi sosial biasanya tidak mampu untuk mengambil keputusan. Menurut Kelliat (2005) pada pasien dengan isolasi sosial dapat dilakukan dengan terapi modalitas, salah satunya yaitu terapi aktivitas kelompok.


Nah, lalu bagaimana cara sosialisasi yang efektif pada pasien dengan gangguan jiwa melalui Terapi aktifitas kelompok ini ?


Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dan Sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial (Keliat, 2005). Terapi Aktivitas Kelompok sangat efektif mengubah perilaku karena di dalam kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Isolasi sosial yang dialami oleh pasien dapat menyebabkan masalah yang lebih serius jika tidak segera diatasi seperti halusinasi.

 

TAKS terdiri atas 7 sesi, dengan indikator pada sesi 1 pasien isolasi sosial dapat memperkenalkan dirinya dengan baik, sesi 2 pasien isoalsi sosial dapat berkenalan dengan orang lain secara baik, pada sesi 3 pasien isolasi sosial dapat bercakap-cakap dengan orang lain secara baik, sesi ke 4 pada terapi aktivitas kelompok sosialisasi pasien isoalsi sosial dapat bercakap-cakap topic tertentu dengan baik, sesi ke 5 pada terapi aktivitas kelompok sosialisasi pasien isoalsi sosial dapat bercakap-cakap masalah pribadi dengan baik, sesi ke 6 pada terapi aktivitas kelompok sosialisasi pasien isolasi sosial dapat bekerja sama dengan orang lain secara baik, dan pada sesi ke-7 pasien isolasi sosial dapat bersosialisasi dengan baik kepada orang lain.

 

Jadi dalam ketujuh komponen tersebut dapat diketahui bahwa terapi aktivitas kelompok sosialisasi memiliki pengaruh yang baik terhadap kemampuan bersosialisasi terhadap orang lain, karena dengan melakukan terapi aktivitas kelompok sosialisasi seseorang dapat berinteraksi dengan baik terhadap orang lain sehingga responden tersebut memiliki rasa percaya diri dan peningkatan harga diri ketika bergaul dengan orang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 



DAFTAR PUSTAKA

 

Nancye, Pandeirot M., Luluk, Maulidah. (2017). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan Bersosialisasi Pasien Isolasi Sosial Diagnosa Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Surabaya: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth. 6(1)

Suwarni1., Rahayu, Desi Ariyana. (2020). Peningkatan Kemampuan Interaksi Pada Pasien Isolasi Sosial Dengan Penerapan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Sesi 1-3. Semarang:Ners Muda 1(1): 11-17. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/nersmuda/article/view/5482 ( Diakses pada 31 Mei 2021 pukul 13.00 WITA )

Webber, Martin., (2017). A review of social participation interventions for people with mental health problems. Heslington: Department of Social Policy and Social Work, University of York. 52:369–380

 

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar