Selasa, 08 Juni 2021

Stereotype Gender


Stereotype Gender

Syarat Mengikuti Ujian Akhir Semester

Psikologi Sosial Semester 2

Dosen Pengampu : Dr. Arundhati Shinta, M.A

Nama : Rahayu

NIM : 20310410061

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita mendengar baik dalam obrolan biasa maupun dalam forum-forum resmi, pada umumnya perempuan dianggap mempunyai konsep diri yang rendah. Penulis sendiri sangat sering menerima pertanyaan dan pernyataan baik dari mahasiswa yang belajar Studi Gender dalam Islam, maupun dari peserta training yang berasal dari kalangan yang berbeda yang hampir selalu mengatakan bahwa terjadinya ketidakadilan gender seperti marginalisasi dan subordinasi adalah karena perempuan sendiri yang sering tidak percaya diri. Pernyataan yang sering dilontarkan adalah bahwa perempuan meskipun sudah diberi peluang untuk menduduki suatu jabatan tetapi malah menolak dan merasa tidak mampu. Kesalahan ini dianggap sebagai kesalahan perempuan itu sendiri yang tidak punya rasa percaya diri, dari perspektif diatas maka terbentuklah yang di maksud stereotype gender.

Stereotip gender adalah kategori luas yang merefleksikan kesan dan keyakinan tentang apa perilaku yang tepat untuk pria dan wanita. Semua stereotip, entah itu berhubungan dengan gender, etnis, atau kategori lainnya, mengacu pada citra dari anggota kategori tersebut. Jika orang-orang membentuk pendapat tentang segolongan objek atau orang tertentu dan bertindak sesuai dengan pendapat itu, hal ini dinamakan stereotype. Kata “stereotype” digunakan untuk menunjukkan pendapat yang baik atau buruk pada umumnya yang dipunyai oleh seseorang tentang sekelompok orang tertentu.[1]

Terkait dengan stereotype ada penelitian menarik yang dilakukan oleh Robert Roen- thal dan Leonare Jacobson pada tahun 1968 yang meneliti tentang pengaruh ekspektasi guru terhadap prestasi murid. Apakah murid yang diduga cerdas akan lebih berhasil? Penelitian yang dilakukan pada siswa Sekolah Dasar dengan melakukan tes kecerdasan. Nama- nama siswa yang dihipotesiskan akan memperoleh prestasi yang menonjol disampaikan kepada para guru. Nama-nama tersebut sebenarnya diambil secara acak, di mana tingkat kecerdasan mereka tidak terlalu berbeda. Hasil tes tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang diharap- kan cerdas menunjukkan prestasi akademik yang jauh lebih menonjol dibandingkan teman- temannya. Para peneliti mengungkapkan kemungkinan guru lebih memperhatikan siswa tersebut dan memberikan motivasi. Kemungkinan guru juga mengkomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal persepsinya terhadap siswa-siswa tersebut, sehingga mereka merespon positif dengan memperbaiki konsep dirinya.[2]

Saya sempat mewawancarai teman saya yang bernama Diah Ayu Rizqi Wulandari seorang mahasiswi Universitas Negeri Malang prodi Sastra Inggris, mengenai bagaimana sikapnya bila menaksir seorang laik-laki, mulai dari aspek kognisi, afeksi, dan konasi.

Jadi kesimpulan nya, semenjak adanya kesetaraan gender di Indonesia yang dipelopori oleh  RA Kartini, pelabelan terhadap salah satu jenis kelamin yang seringkali bersifat negatif dan pada umumnya menyebabkan terjadinya ketidakadilan. Misalnya, karena perempuan dianggap ramah, lembut, rapi, maka lebih pantas bekerja sebagai sekretaris, guru Taman Kanak-kanak. Padahal disisi lain laki-laki pun bisa menjadi sekretaris tidak hanya perempuan saja. Dan hikmah dibalik adanya kesetaraan gender ini, perempuan bisa ikut andil dalam peran apapun, adanya hak asasi manusia bagi perempuan.  

 

Daftar Pustaka

Ismiati, PENGARUH STEREOTYPE GENDER TERHADAP KONSEP DIRI PEREMPUAN, Jurnal Studi Gender dan Islam serta Perlindungan Anak, Vol. 7 No. 1, 2018, hlm. 13. https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/takamul/article/view/2460/pdf diakses pada tanggal 7 Juni 2021

https://id.wikipedia.org/wiki/Stereotip_gender diakses pada tanggal 8 Juni 2021

Pareek, Udai, Perilaku Organisasi, (Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo, 1996), hal. 22.[1]

Rakhmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, Cet. ke. 25 (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 52[2]

0 komentar:

Posting Komentar