Selasa, 29 Juni 2021

PERILAKU TAWURAN PADA REMAJA DAN PERAN ORANG TUA SERTA DAI DALAM MENGURANGI PERILAKU AGRESIF REMAJA

PERILAKU TAWURAN PADA REMAJA DAN PERAN ORANG TUA SERTA DAI DALAM MENGURANGI PERILAKU AGRESIF REMAJA

Tulisan Ini ditulis Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Psikologi Sosial 1

(Semester Genap 2020/2021)

Dosen Pengampu : Dr. Arundathi Shinta, M. A

Oleh: 

Nama: Siti Nurhaliza

Nim: 20310410055

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PROKLAMASI 45



Tawuran merupakan tindak kekerasan yang dilakukan secara masal. Pada zaman sekarang ini ketika mendengar kata tawuran orang langsung berpikir bahwa tawuran itu suatu tindakan kekerasan yang dilakukan sekelompok orang, tindakan yang bisa menyebabkan pembunuhan, menghancurkan benda bahkan fasilitas umum. Pada saat ini banyak kaum muda atau remaja yang melakukan tawuran dengan berbagai alasan juga. 

(siby, 2020) Ahli psikologi menggunakan istilah kekerasan untuk merujuk pada agresi yang tujuannya menyebabkan kerusakan fisik yang ekstrem, seperti cedera atau kematian. Jadi kekerasan adalah bagian dari agresi. Semua tindakan bersifat agresif, tetapi hanya tindakan yang dimaksudkan untuk menyebabkan kerusakan fisik yang ekstrem, seperti pembunuhan, penyerangan, pemerkosaan, dan perampokan, perusakan sarana prasarana umum, dan juga perilaku destruktif lainnya yang merupakan kekerasan. Dari pernyataan ini dapat dikatakan bahwa tawuran juga termasuk kepada perilaku agresif karena tawuran merupakan tindak kekerasan yang dapat menyebabkan  kerusakan fisik yang ekstrem seperti pembunuhan, dan tidak jarang perilaku tawuran ini sering merusak sarana atau fasilitas umum. 

(shinta, 2016)   Pasif-agresif adalah semacam mekanisme pertahanan diri, terutama ketika individu harus menghadapi sosok yang lebih tinggi yaitu pemimpinnya, pasangannya, atau rekan kerjanya

Tawuran yang dilakukan pelajar juga sebenarnya bisa masuk pada pasif-agresif. Karena ketika seorang remaja melakukan tawuran kemudian orang tua atau aparat hukum (polisi) mengetahuinya maka orang tua/ aparat hukum akan memberikan pelajaran/ menasihati mereka tetapi biasanya para remaja akan mengiyakan perkataan orang tua/ aparat hukum. Tetapi dibelakang orang tua/ hukum mereka merasa kesal dan marah. Meskipun anak sudah dinasehati tetapi perilaku agresifnya masih tetap perlu dikelola atau dikurangi. Maka disinilah diperlukan peran orang tua dan dai dalam mengelola dan mengurangi agresif pada remaja.

 Orang tua sebagai pendidik pertama kepada anak harus memberikan perhatian pada anak seperti memberikan kasih sayang yang tulus, dengan memberikan kasih sayang tulus pada anak/ remaja maka akan mempengaruhi perkembangannya seperti yang dikatakan Rahman (2015) Kasih sayang sebagai kebutuhan yang mendasar bagi anak, akan mempengaruhi seluruh perkembangan hidupnya. Kasih sayang yang diperlukan adalah kasih sayang yang murni dan tulus dari orang tua.

Kemudian orang tua juga harus mengawasi anak dan membimbing anak supaya tidak terjerumus atau tidak tersesat dalam hal- hal negative, memberikan pemahaman bahwa setiap manusia yang hidup pasti memiliki masalah, besar ataupun kecil suatu masalah dapat diselesaiakan dengan baik- baik tanpa kekerasan. Dan juga orang tua harus memberikan perhatian kepada anaknya seperti memberikan kasih sayang yang tulus, dengan memberikan kasih sayang tulus pada anak atau remaja maka akan mempengaruhi perkembangan hidupnya. Dengan begitu anak akan merasa dan memiliki hubungan yang baik dan nyaman pada orang tuanya sehingga emosi yang dimilikinya terutama emosi negative yang bersifat agresif akan menjadi lebih baik. Seperti yang dikatakan armsden dan Greenberg (dalam Rahman, 2015) bahwa remaja yang memiliki relasi yang nyaman dengan orang tuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik 

Adapun dai berperan sebagai tokoh agama yang memberikan pelajaran, wejangan, pengetahuan dan peringatan melalui dakwah dan juga perilaku pada masyarakat termasuk remaja dalam menjalani hidup atau dalam menghadapi masalah kehidupan. Seorang dai hendaknya menyampaikan dakwah atau wejangannya dengan cara yang menyenangkan pada masyarakat atau remaja. Karena dakwah/ wejangan atau informasi yang disampaikan secara menyenangkan maka  akan cepat terserap oleh masyarakat atau remaja. (atmawati, 2011) menurut prinsip pollyana otak memperoses informasi yang menyenangkan dengan cara lebih cepat dan tepat daripada informasi yang tidak menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Atmawati, D. (2011). Prinsip pollyana dalam wacana dakwah (kajian pragmatic). Kajian linguistikdan sastra. 23 (1), juni, 55-56

Shinta, A., Eni Rohyati, Dewi Handayani, & Wahyu Widiantoro. (2016). Maximizing the passive-aggressive employess’ performance. ASEAN Seminar, Psychology faculty, Muhammadiyah University in Malang, February. Retrieved on june 27, 2021 from: https://mpsi.umm.ac.id/files/file/647651%20Arundati%,20Shinta,%20Eny%20Rohyati,%20Wahyu%20Widiantoro,%20Dewi%20Handayani.pdf

Siby, P.S. (2020). Perilaku agresif. Manado post. 4 nov. retrieved on june 27, 2021 from: https://manadopost.jawapos.com/opini/04/11/2020/perilaku-agresif/

Rahman, musdzalifah M. (2015). Upaya orang tua dalam membimbing remaja. Konseling religi: jurnal bimbingan konseling islam. Vol 6 (1) hal 41-62









































0 komentar:

Posting Komentar