POSTPARTUM DEPRESSION
(DEPRESI PASCA
MELAHIRKAN)
“KETIKA IBU BUTUH
BANTUAN”
DIANA WIDIASTUTI
NIM : 22310410034
Mata Kuliah :
Psikologi Abnormalitas
Dosen Pengampu : FX.
WAHYU WIDIANTORO S.Psi., MA.
Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta
Ilustrasi Postpartum Depression
Sumber : depositphotos.com
Ketika mendengar istilah Postpartum Depression, yang terlintas dalam pikiran saya adalah apakah sama dengan baby blues ? Jawabannya adalah tidak. Memang gangguan-gangguan tersebut terjadi pada ibu, namun memiliki perbedaan symptom.
Baby blues merupakan
perubahan emosi (mood swing) yang umumnya menyebabkan sang
ibu menangis terus-menerus, cemas, hingga sulit tidur selama beberapa
hari hingga 2 minggu setelah bayi lahir. Sedangkan postpartum
depression lebih parah dibandingkan dengan baby blues. Postpartum
depression membuat penderita merasa putus harapan, merasa tidak
menjadi ibu yang baik, sampai tidak mau mengurus anak.
Setelah melahirkan, kadar hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh ibu
akan turun drastis. Hal ini menyebabkan perubahan kimia di otak yang memicu
terjadinya perubahan suasana hati. Ditambah lagi, kegiatan mengasuh bayi dapat
membuat ibu tidak dapat beristirahat dengan cukup untuk memulihkan dirinya
setelah melahirkan. Kurangnya istirahat dapat menimbulkan kelelahan, baik
secara fisik maupun emosional, hingga akhirnya memicu depresi pasca melahirkan.
Gejala postpartum depression bisa
terjadi pada awal kehamilan, beberapa minggu sesudah melahirkan, atau hingga setahun sesudah bayi lahir. Ketika mengalami postpartum
depression, seseorang akan mengalami gejala-gejala berikut:
- Merasa cepat lelah atau tidak bertenaga
- Mudah tersinggung dan marah
- Menangis terus-menerus
- Merasa gelisah tanpa alasan yang jelas
- Mengalami perubahan suasana hati yang drastis
- Hilang nafsu makan atau justru makan lebih banyak dari biasanya
- Tidak dapat tidur (insomnia) atau tidur terlalu lama
- Sulit berpikiran jernih, berkonsentrasi, atau mengambil keputusan
- Tidak ingin bersosialisasi dengan teman dan keluarga
- Kehilangan minat terhadap kegiatan yang biasa disukainya
- Putus asa
- Berpikir untuk melukai dirinya sendiri atau bayinya
- Munculnya pikiran tentang kematian dan ingin
bunuh diri (Pittara, 2022)
Merunut pada kasus di Rembang pada Mei 2023 yang lalu, dimana seorang ibu mencekik bayinya sendiri hingga tewas, lalu sang ibu pun bunuh diri. Hal ini ia lakukan di Rumah Sakit Dr. Soetrasno Rembang. Sang ibu mengalami depresi berat dikarenakan sang bayi yang baru saja dilahirkannya menderita suatu penyakit sehingga bayinya terus menangis dan tidak mau menyusu (Rosa, 2023).
Ada lagi kasus ibu yang hendak
melempar anaknya di rel kereta lalu setelah dapat dicegah, sang ibupun berusaha
untuk bunuh diri. Meskipun hal ini bisa dicegah, kejadian ini cukup
menggemparkan media sosial. Menurut saya gangguan kesehatan jiwa jauh lebih
berbahaya daripada penyakit lainnya, apalagi pada ibu yang jika diabaikan akan
membahayakan anaknya. Depresi pasca melahirkan bisa terjadi karena sebetulnya
sang ibu sedang membutuhkan bantuan dari orang lain. Butuh kepekaan sosial kita
terhadap para ibu. Stigma masyarakat terhadap proses kelahiran yang melulu
mementingkan bayi terlebih dahulu, membuat masyarakat kita abai terhadap sang
ibu. Sudah saatnya kita lebih peduli terhadap kesehatan mental ibu.
Pustaka
Pittara, dr. Postpartum Depression. 2022. Alodokter. Diakses dari https://www.alodokter.com/postpartum-depression pada 1 Mei 2024
Rosa, Maya Citra. Kronologi Ibu di Rembang Tewas Gantung Diri. Diduga Depresi Usai
Bunuh Bayinya. 2023. Kompas.com. Diakses dari https://regional.kompas.com/read/2023/05/11/151402878/kronologi-ibu-di-rembang-tewas-gantung-diri-diduga-depresi-usai-bunuh pada 1 Mei 2024
Diana Widiastuti
Universitas Proklamasi 45
0 komentar:
Posting Komentar